Jakarta (ANTARA) - Hasil studi pada 2020 melaporkan tujuh dari dari sepuluh rumah tangga di Indonesia mengonsumsi air minum dari sarana yang terkontaminasi bakteri Escherichia Coli (E Coli), kata Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Doddy Iswardi.

"Yang perlu memperoleh perhatian kita adalah air yang bersumber dari sumur gali yang tidak terlindungi, mata air yang tidak terlindungi, dan air permukaan," katanya dalam acara Desiminasi Hasil Studi Kualitas Air Minum Rumah Tangga Tahun 2020 yang disiarkan secara daring dan dipantau dari Jakarta, Kamis.

Hasil studi yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersama Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan 82 persen sumur gali dan mata air yang tidak terlindungi terkontaminasi E Coli, sedangkan tingkat kontaminasi pada air permukaan mencapai 91 persen lebih.

Doddy mengatakan indikasi sarana air minum terkontaminasi bakteri E Coli yang dibawa dari kotoran hewan atau manusia dapat diperhatikan dari jumlah kasus warga sekitar yang terkena dampak penyakit, seperti diare, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan sebagainya.

"Kalau orang puskesmas di wilayahnya sering melihat, ada warga yang sering terkena diare, ISPA balitanya serta segala jenis penyakit dari sini kita bisa mendapatkan (informasi)," katanya.

Bila kondisi itu terjadi, kata Doddy, maka upaya yang dilakukan tidak hanya mengobati pasiennya, tapi juga memperbaiki kualitas airnya.

Dampak kontaminasi E Coli pada tubuh manusia juga berimbas pada program pemberian makanan tambahan (PMT) yang tidak berjalan efektif.

"Saya harus perhatikan ini, jangan-jangan airnya tercemar. Jadi kadang-kadang salah kita kasih PMT serta gizi dan segala macam, orangnya sehat tapi cacingnya makin besar dalam perutnya," katanya.

Doddy menambahkan kandungan selain bakteri E Coli di tiga sarana air minum tersebut juga berpotensi kuat mengandung kadar/bahan negatif yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
 

Pewarta : Andi Firdaus
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024