Jakarta (ANTARA) - Kalangan pengusaha menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2020 ini tidak memberi dampak ekonomi yang signifikan karena keterbatasan ruang kampanye akibat pandemi COVID-19.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam keterangan di Jakarta, Rabu, mengatakan tahapan Pilkada tahun ini banyak diramaikan via sosial media dan virtual sehingga transaksi ekonomi sangat minim terjadi.
"Pilkada tahun ini bisa disebut pilkada 'paket hemat' karena para paslon (pasangan calon) sangat membatasi belanja kampanye, mungkin juga karena keterbatasan dana karena tidak mendapat support dari pelaku usaha karena terdampak pandemi COVID-19," katanya.
Sarman mengatakan para pasangan calon lebih banyak berbelanja alat kesehatan seperti hand sanitizer, masker untuk dibagikan ke masyarakat, sedangkan atribut lainnya sekalipun dibelanjakan namun jumlahnya sangat minim.
Ia menyebut jika berkaca pada Pilkada serentak sebelum pandemi, tahapan Pilkada umumnya mampu menggerakkan ekonomi di daerah dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.
Tahapan Pilkada yang diramaikan dengan kampanye terbuka yang secara langsung mendorong terjadinya transaksi bisnis seperti belanja atribut kampanye, pembuatan baliho, spanduk, umbul-umbul, banner, kaos, topi, hingga melibatkan penyelenggara acara yang mengatur pembuatan panggung hiburan, sewa tenda, kursi, sound system, artis dan banyaknya UMKM yang berjualan makanan dan minuman ketika ada pengumpulan massa.
"Jika dalam kondisi normal dengan peserta Pilkada mencapai 735 paslon, jika rata-rata paslon memiliki biaya kampanye paling sedikit Rp1 miliar maka perputaran uang bisa mencapai Rp735 miliar. Ini jumlah minimal, wajarnya bisa mencapai Rp5 triliun melihat karakteristik daerah masing masing," ungkapnya.
Sarman menilai jumlah tersebut sangat signifikan menggerakkan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan nasional.
"Namun Pilkada serentak tahun ini tidak dapat memberikan dampak ekonomi tersebut karena keterbatasan ruang kampanye yang berpedoman terhadap protokol kesehatan," ujarnya.
Sarman juga menilai dana kampanye yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp20 triliun perputarannya sangat terbatas karena dipakai untuk pengadaan surat dan kotak suara, peralatan kesehatan dan berbagai persiapan Pilkada lainnya.
"Namun hanya sedikit yang sampai ke tangan warga berupa honor para petugas KPPS, sehingga tidak signifikan dampaknya terhadap kenaikan konsumsi rumah tangga," pungkas Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta itu.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Kadin DKI Jakarta Sarman Simanjorang dalam keterangan di Jakarta, Rabu, mengatakan tahapan Pilkada tahun ini banyak diramaikan via sosial media dan virtual sehingga transaksi ekonomi sangat minim terjadi.
"Pilkada tahun ini bisa disebut pilkada 'paket hemat' karena para paslon (pasangan calon) sangat membatasi belanja kampanye, mungkin juga karena keterbatasan dana karena tidak mendapat support dari pelaku usaha karena terdampak pandemi COVID-19," katanya.
Sarman mengatakan para pasangan calon lebih banyak berbelanja alat kesehatan seperti hand sanitizer, masker untuk dibagikan ke masyarakat, sedangkan atribut lainnya sekalipun dibelanjakan namun jumlahnya sangat minim.
Ia menyebut jika berkaca pada Pilkada serentak sebelum pandemi, tahapan Pilkada umumnya mampu menggerakkan ekonomi di daerah dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.
Tahapan Pilkada yang diramaikan dengan kampanye terbuka yang secara langsung mendorong terjadinya transaksi bisnis seperti belanja atribut kampanye, pembuatan baliho, spanduk, umbul-umbul, banner, kaos, topi, hingga melibatkan penyelenggara acara yang mengatur pembuatan panggung hiburan, sewa tenda, kursi, sound system, artis dan banyaknya UMKM yang berjualan makanan dan minuman ketika ada pengumpulan massa.
"Jika dalam kondisi normal dengan peserta Pilkada mencapai 735 paslon, jika rata-rata paslon memiliki biaya kampanye paling sedikit Rp1 miliar maka perputaran uang bisa mencapai Rp735 miliar. Ini jumlah minimal, wajarnya bisa mencapai Rp5 triliun melihat karakteristik daerah masing masing," ungkapnya.
Sarman menilai jumlah tersebut sangat signifikan menggerakkan ekonomi daerah dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan nasional.
"Namun Pilkada serentak tahun ini tidak dapat memberikan dampak ekonomi tersebut karena keterbatasan ruang kampanye yang berpedoman terhadap protokol kesehatan," ujarnya.
Sarman juga menilai dana kampanye yang digelontorkan pemerintah sebesar Rp20 triliun perputarannya sangat terbatas karena dipakai untuk pengadaan surat dan kotak suara, peralatan kesehatan dan berbagai persiapan Pilkada lainnya.
"Namun hanya sedikit yang sampai ke tangan warga berupa honor para petugas KPPS, sehingga tidak signifikan dampaknya terhadap kenaikan konsumsi rumah tangga," pungkas Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta itu.