Jakarta (ANTARA) - Napitupulu Yogi Yusuf yang merupakan suami dari jaksa Pinangki Sirna Malasari sambil menangis menceritakan kondisi keluarganya yang tak harmonis bahkan sebelum kasus dugaan korupsi menjerat istri-nya.
"Kalau saya tanya 'ngapain kamu? Ya nyuruh ribut lagi, ada pada satu tahapan pak penuntut umum mungkin secara manusiawi akan dirasakan mungkin kalau ribut rumah tangga sama istri itu lebih ramai dari pada sama musuh," kata Yogi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Napitupulu Yogi Yusuf menjadi saksi untuk istri-nya, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
"Ada satu tahapan saya mau nanya saja malas. Saya untuk bicara sama dia saja saya menghindar. Saat di penyidikan saya ditanya mengatakan masa kamu suami tidak tahu uang istri dari mana, kalau bapak (penyidik) tahu perasaan saya pada saat itu boro-boro saya mau nanya Pak. Jadi tolong dipahami, saya juga kadang-kadang harus begini," kata Yogi dengan nada suara meninggi.
Yogi mengaku rumah tangga-nya mulai tidak harmonis sejak 2018 dan memuncak pada 2019.
"Kalau saya cerita rumah tangga saya, ya saya dianggapnya suami pura-pura tidak tahu tahu, (disebut penyidik) 'Masa kamu polisi penyidik tidak tahu, tidak curiga?' Saya tidak bisa bawa kemampuan di penyidikan ke rumah Pak, tidak bisa. Saya hanya manusia biasa juga yang tidak mungkin saya menyelidiki istri saya ke mana itu, kendala saya saat diperiksa disampaikan 'Bapak ini banyak tidak tahunya ya memang saya tidak tahu," ucap Yogi dengan sedikit terbata.
Yogi saat ini bertugas sebagai staf di bagian logistik Mabes Polri dan berpangkat AKBP.
Yogi pun mengaku tidak pernah tahu dari mana sumber valuta asing atau uang lain yang dimiliki Pinangki. Yogi bahkan tidak tahu jumlah pendapatan bulanan istri-nya.
"Apakah saudara tidak cari tahu dari mana sumber istri dapat uang termasuk valuta asing?" tanya jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung KMS Roni.
"Mohon maaf tidak tahu," jawab Yogi.
"Karena kendala polisi sama jaksa saking mulianya tugas masing-masing yang terjadi justru di luar pikiran ya mudah-mudahan selanjutnya akan tenteram ya," ungkap jaksa Roni menanggapi.
Yogi selanjutnya juga tidak tahu dari mana sumber mobil baru Pinangki BMW X-5 dengan nomor polisi F-214 warna biru tua.
"Mobil itu datang ke apartemen Desember 2019 atau awal 2020. Saya tidak menanyakan sumber uang-nya karena kondisi awal meski dalam hati saya itu dari simpanan, tapi sekali lagi saya tidak pernah tahu dia punya uang berapa karena ada perjanjian pisah harta dia dan saya jadi harta kami terpisah," ujar Yogi menambahkan.
Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.
"Kalau saya tanya 'ngapain kamu? Ya nyuruh ribut lagi, ada pada satu tahapan pak penuntut umum mungkin secara manusiawi akan dirasakan mungkin kalau ribut rumah tangga sama istri itu lebih ramai dari pada sama musuh," kata Yogi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Napitupulu Yogi Yusuf menjadi saksi untuk istri-nya, mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung Pinangki Sirna Malasari.
"Ada satu tahapan saya mau nanya saja malas. Saya untuk bicara sama dia saja saya menghindar. Saat di penyidikan saya ditanya mengatakan masa kamu suami tidak tahu uang istri dari mana, kalau bapak (penyidik) tahu perasaan saya pada saat itu boro-boro saya mau nanya Pak. Jadi tolong dipahami, saya juga kadang-kadang harus begini," kata Yogi dengan nada suara meninggi.
Yogi mengaku rumah tangga-nya mulai tidak harmonis sejak 2018 dan memuncak pada 2019.
"Kalau saya cerita rumah tangga saya, ya saya dianggapnya suami pura-pura tidak tahu tahu, (disebut penyidik) 'Masa kamu polisi penyidik tidak tahu, tidak curiga?' Saya tidak bisa bawa kemampuan di penyidikan ke rumah Pak, tidak bisa. Saya hanya manusia biasa juga yang tidak mungkin saya menyelidiki istri saya ke mana itu, kendala saya saat diperiksa disampaikan 'Bapak ini banyak tidak tahunya ya memang saya tidak tahu," ucap Yogi dengan sedikit terbata.
Yogi saat ini bertugas sebagai staf di bagian logistik Mabes Polri dan berpangkat AKBP.
Yogi pun mengaku tidak pernah tahu dari mana sumber valuta asing atau uang lain yang dimiliki Pinangki. Yogi bahkan tidak tahu jumlah pendapatan bulanan istri-nya.
"Apakah saudara tidak cari tahu dari mana sumber istri dapat uang termasuk valuta asing?" tanya jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung KMS Roni.
"Mohon maaf tidak tahu," jawab Yogi.
"Karena kendala polisi sama jaksa saking mulianya tugas masing-masing yang terjadi justru di luar pikiran ya mudah-mudahan selanjutnya akan tenteram ya," ungkap jaksa Roni menanggapi.
Yogi selanjutnya juga tidak tahu dari mana sumber mobil baru Pinangki BMW X-5 dengan nomor polisi F-214 warna biru tua.
"Mobil itu datang ke apartemen Desember 2019 atau awal 2020. Saya tidak menanyakan sumber uang-nya karena kondisi awal meski dalam hati saya itu dari simpanan, tapi sekali lagi saya tidak pernah tahu dia punya uang berapa karena ada perjanjian pisah harta dia dan saya jadi harta kami terpisah," ujar Yogi menambahkan.
Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.
Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.
Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.