Magelang (ANTARA) - Tambo Jentera Muda, wadah kalangan muda diprakarsai Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang, menggelar konser musik refleksi bertajuk "Sahabat", Kamis malam, secara virtual di tengah pandemi COVID-19 dengan menyuguhkan lagu-lagu karya mereka sekitar 2,5 tahun terakhir.

Sejumlah lagu yang disuguhkan para pemusik muda dan pegiat Tambo Jentera Muda di Wisma Salam Kabupaten Magelang, Jawa Tengah selama sekitar dua jam konser itu, antara lain berjudul "Yang Terbuang", "Sosok Renta", "Beda", "Bagai Pelangi", "Langkahku", "Balada Demokrasi", "Indonesia Srawung", "Jape Methe", "Bersandar di Heningmu", "Mata Ibu", dan "Sebentuk Doa".

Jeda setiap suguhan musik diisi dengan refleksi tentang persahabatan lintaskaum muda, dibawakan melalui perbincangan antara pendamping Komisi Kepemudaan KAS Romo Inu Nugroho Budi Santoso dengan pemandu Agatha Ayu.

Baca juga: Megakonser Dewa 19, mulai dari "Roman Picisan" hingga "Persembahan dari Surga"

Para penyaji karya-karya musik tersebut, antara lain Grup Selendang Kertas, Roti dan Mentega, Budi Vam and Friends, dan Agnes Yulinda Sekar Wangi. Hampir semua lagu dan lirik yang disajikan dalam konser itu karya bersama Romo Inu dan Romo Budi Purwantoro (Ketua Komisi Kepemudaan KAS dan Direktur Wisma Salam).

Pada konser itu juga ditayangkan secara virtual video rekaman tentang pesan persahabatan dari jejaring Tambo Jentera Muda berasal dari sejumlah negara, antara lain Laos, Myanmar, Filipina, Italia, serta tayangan aktivitas pegiat Gerakan Sahabat Bantu memberikan les mata pelajaran kepada anak-anak sekolah di tengah pandemi virus corona jenis baru tersebut.

Romo Inu yang juga pengajar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu, antara lain mengemukakan refleksi tentang persahabatan terkait dengan ensiklik "Fratelli Tutti" (Semua Saudara) yang dikeluarkan Paus Fransiskus dari Vatikan, Roma, awal Oktober 2020.

Konser musik "Sahabat", ujarnya, merefleksikan bahwa setiap orang tidak mungkin menjalani kehidupan dalam kesendirian tetapi selalu mempunyai pengalaman terhubung dengan orang lain.

"Sebetulnya kita ini menjadi sahabat bagi siapa saja, tetapi kalau dalam situasi tidak siap, kita menghindar, sehingga kehilangan kesempatan berbuat baik. Konser ini bukan hanya persahabatan dalam terminologi umum, tetapi masing-masing kita bisa dan terbuka untuk persahabatan, khususnya pada masa pandemi ini," katanya.

Dalam relasi lintas-kalangan muda, katanya, terlihat bahwa persahabatan sebagai energi kehidupan.

Ia juga mengemukakan bahwa pandemi virus telah menguak kesadaran bahwa tentang pentingnya persahabatan antarsesama.

"Ada dampak pandemi, seperti kesehatan dan ekonomi. Orang semestinya bisa merespons bareng-bareng, tetapi malah sendiri-sendiri. Karantina memang untuk membuat virus corona tidak tersebar, itu baik. Tetapi orang diajak untuk memperlakukan apa kepada orang lain yang dalam penderintaan, tanpa ditemani orang-orang dicintai. Kami merefleksikan itu," katanya.

Ia mengatakan bahwa enskilik "Fratelli Tutti" juga terkait dengan persahabatan sebagai jalan siapapun untuk membangun masa depan, di mana manusia tidak mengunci diri karena keadaan tetapi membuka hati bagi siapa saja.

Persahabatan, kata dia, tidak mungkin terjadi kalau orang tidak membangun dialog.

"'Lockdown' (karantika karena pandemi) membuat orang terputus dengan yang lain. Bagaimana dalam situasi keterputusan ini, dialog masih mungkin dijalankan. Dialog membuat yang tadinya bersekat jadi terbuka, tadinya mengunci pintu hati, kemudian membuka kunci itu, akhirnya ketemu, membangun secara baru perjumpaan-perjumpaan. Pandemi membuat kita berpikir untuk berjumpa tetapi tetap sehat," kata dia.

Baca juga: Jangan ada lagi konser dangdut di tengah pandemi

Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024