Solo (ANTARA) - Wabah virus corona bukan halangan bagi kaum penyandang disabilitas untuk terlatih, terdidik, dan menjadi terampil agar mandiri dalam menjalani kehidupan.
Semangat dan tekad itu pula yang mendorong Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) Prof Dr Soeharso Surakarta, Jawa Tengah, terus mendidik dan melatih hingga terampil kaum disabilitas.
Akibat pandemi COVID-19, sebelumnya sebanyak 93 penerima manfaat terpaksa dipulangkan meski baru menjalani program pelatihan tatap muka selama 2 bulan. Padahal, jika sesuai dengan standar yang ditentukan oleh balai tersebut, paling tidak setiap penerima manfaat mengikuti program pelatihan selama satu semester atau 6 bulan.
Kepala BBRSPDF Prof Dr Soeharso Surakarta Heri Kris Sritanto mengatakan para penerima manfaat ini mulai mengikuti pelatihan sejak akhir bulan Januari 2020 dan terpaksa dipulangkan pada akhir Maret, bersamaan dengan penetapan status kejadian luar biasa (KLB) di Kota Solo.
"Kami tidak bisa menjamin (keselamatan) mereka (dari terjangkitnya COVID-19). Apalagi RSUD dr Moewardi juga jadi RS rujukan. Siapa yang tahu mereka malam pergi ke mana. Kalau dipulangkan justru jadi bisa lebih dikendalikan," katanya.
Awalnya direncanakan 2-3 bulan setelah dipulangkan, para penerima manfaat ini akan dijemput kembali untuk melanjutkan pelatihan. Namun siapa sangka hingga saat ini pandemi belum usai sehingga berdampak pada perubahan rencana pelatihan yang diberikan oleh BBRSPDF Prof Dr Soeharso Surakarta.
Seperti halnya dengan lembaga pendidiklan lainnya, BBRSPDF akhirnya menempuh penyelenggaraan pelatihan secara daring (onlie) dengan memanfaatkan teknologi internet dan gawai (gadget).
Antusiasme mereka terlihat dari partisipasi setiap pelatihan yang diselenggarakan secara daring. Mereka menyadari, pelatihan keterampilan menjadi bekal penting agar kelak mereka bisa punya modal memadai untuk hidup mandiri.
Sebelumnya pelatihan diberikan secara langsung, saat ini harus mengandalkan telepon seluler melalui teknologi video call atau panggilan video. Heri mengatakan setiap pagi sebanyak 93 penerima manfaat tersebut dipastikan mengikuti kegiatan dan para pembimbing di antaranya instruktur, dokter, psikolog, dan pembimbing agama memastikan para siswa ini berlatih.
"Program ini kami namakan Pola Raja atau Pola Layanan Jarak Jauh karena kalau harus menunggu COVID-19 selesai dan pelatihan baru dilanjutkan, nanti kemampuan yang sudah diperoleh selama dua bulan itu turun lagi," katanya.
Hasil pelatihan secara daring mulai terlihat dengan dikuasainya materi keterampilan yang pelatihannya diberikan secara virtual.
Pelatihan dasar
Selama pelatihan tersebut para penerima manfaat memperoleh banyak pelatihan, mulai dari fisik hingga kewirausahaan. Bahkan, pada salah satu pelatihan yang diberikan, para penerima manfaat diberi modal untuk memproduksi makanan kemudian dijual.
Pada setiap pelatihan yang diberikan, pihak balai tidak hanya menugaskan pembina dari internal tetapi juga melibatkan eksternal. Salah satunya dari sisi fisik, BBRSPDF Prof Dr Soeharso Surakarta melibatkan RS Ortopedi dr Soeharso.
"Jadi sambil menunggu pelatihan fisik juga dilatih keterampilan. Banyak program untuk meningkatkan kemampuan, selain vokasi juga kewirausahaan. Kami mendatangkan pelatih, bagaimana buat jamu, telur asin, dan kue-kue," katanya.
Ia mengatakan pelatihan tersebut diberikan agar para penyandang disabilitas ini bisa lebih mandiri dan bisa mengurangi ketergantungan mereka terhadap orang lain.
"Kami tidak menjadikan mereka jadi penjahit hebat tetapi menjadikan mereka mandiri. Kami berupaya mengembalikan kemanusiaan bukan melawan kecacatan. Makanya ini dinamakan rehabilitasi sosial," katanya.
Meski demikian, jika ada penerima manfaat yang ingin meningkatkan kemampuan mereka, Kementerian Sosial juga menyediakan balai serupa namun lebih ke arah vokasi, yaitu Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD), Cibinong, Jawa Barat.
"Secara program kami ada tahapan, kalau mau meningkatkan kemampuan kami kirim ke Cibinong. Di sana ada balai besar vokasi, kalau di sini kan balai besar rehabilitasi. Kami akan berikan pilihan kepada penerima manfaat karena secara program ada tambahan lanjutannya. Misalnya kalau ingin bisa menjahit ya di sini tingkat dasar, lanjutannya ya ke sana (BBRVBD)," katanya.
Penjangkauan
Sementara itu, jika sebelumnya BBRSPDF Prof Dr Soeharso hanya menunggu pengiriman penerima manfaat dari pemerintah daerah, saat ini balai melakukan program penjangkauan. Ia mengatakan melalui program penjangkauan tersebut balai bisa langsung melakukan sosialisasi hingga tingkat kabupaten untuk menyentuh keberadaan penyandang disabilitas.
Meski demikian, ia mengimbau agar penerima manfaat tidak hanya menunggu didata oleh pemerintah daerah tetapi juga harus berinisiatif untuk mendaftarkan diri agar bisa menikmati berbagai manfaat yang diberikan pemerintah.
Justru pada sosialisasi tersebut, BBRSPDF bisa lebih leluasa dalam menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah. Bahkan, pihaknya juga memberikan pengarahan kepada pemerintah daerah setempat terkait apa yang dibutuhkan penyandang disabilitas tersebut.
"Seperti misalnya ternyata mereka ingin sekolah, kami komunikasikan dengan Dinas Pendidikan setempat untuk kemudian penyandang disabilitas ini dikirim ke sekolah yang ditunjuk," katanya.
Sementara itu, ia berharap ke depan terus dilakukan peningkatan aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas ini, khususnya dari sisi publik.
"Perlu lebih banyak alat bantu mobilitas, termasuk di dalamnya aksesibilitas publik harus tersedia. Negara harus hadir, oleh karena itu, saat ini dilakukan pengembangan secara terus-menerus, di antaranya tangan palsu robotik dan kursi roda elektrik," katanya.
Semangat dan tekad itu pula yang mendorong Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik (BBRSPDF) Prof Dr Soeharso Surakarta, Jawa Tengah, terus mendidik dan melatih hingga terampil kaum disabilitas.
Akibat pandemi COVID-19, sebelumnya sebanyak 93 penerima manfaat terpaksa dipulangkan meski baru menjalani program pelatihan tatap muka selama 2 bulan. Padahal, jika sesuai dengan standar yang ditentukan oleh balai tersebut, paling tidak setiap penerima manfaat mengikuti program pelatihan selama satu semester atau 6 bulan.
Kepala BBRSPDF Prof Dr Soeharso Surakarta Heri Kris Sritanto mengatakan para penerima manfaat ini mulai mengikuti pelatihan sejak akhir bulan Januari 2020 dan terpaksa dipulangkan pada akhir Maret, bersamaan dengan penetapan status kejadian luar biasa (KLB) di Kota Solo.
"Kami tidak bisa menjamin (keselamatan) mereka (dari terjangkitnya COVID-19). Apalagi RSUD dr Moewardi juga jadi RS rujukan. Siapa yang tahu mereka malam pergi ke mana. Kalau dipulangkan justru jadi bisa lebih dikendalikan," katanya.
Awalnya direncanakan 2-3 bulan setelah dipulangkan, para penerima manfaat ini akan dijemput kembali untuk melanjutkan pelatihan. Namun siapa sangka hingga saat ini pandemi belum usai sehingga berdampak pada perubahan rencana pelatihan yang diberikan oleh BBRSPDF Prof Dr Soeharso Surakarta.
Seperti halnya dengan lembaga pendidiklan lainnya, BBRSPDF akhirnya menempuh penyelenggaraan pelatihan secara daring (onlie) dengan memanfaatkan teknologi internet dan gawai (gadget).
Antusiasme mereka terlihat dari partisipasi setiap pelatihan yang diselenggarakan secara daring. Mereka menyadari, pelatihan keterampilan menjadi bekal penting agar kelak mereka bisa punya modal memadai untuk hidup mandiri.
Sebelumnya pelatihan diberikan secara langsung, saat ini harus mengandalkan telepon seluler melalui teknologi video call atau panggilan video. Heri mengatakan setiap pagi sebanyak 93 penerima manfaat tersebut dipastikan mengikuti kegiatan dan para pembimbing di antaranya instruktur, dokter, psikolog, dan pembimbing agama memastikan para siswa ini berlatih.
"Program ini kami namakan Pola Raja atau Pola Layanan Jarak Jauh karena kalau harus menunggu COVID-19 selesai dan pelatihan baru dilanjutkan, nanti kemampuan yang sudah diperoleh selama dua bulan itu turun lagi," katanya.
Hasil pelatihan secara daring mulai terlihat dengan dikuasainya materi keterampilan yang pelatihannya diberikan secara virtual.
Pelatihan dasar
Selama pelatihan tersebut para penerima manfaat memperoleh banyak pelatihan, mulai dari fisik hingga kewirausahaan. Bahkan, pada salah satu pelatihan yang diberikan, para penerima manfaat diberi modal untuk memproduksi makanan kemudian dijual.
Pada setiap pelatihan yang diberikan, pihak balai tidak hanya menugaskan pembina dari internal tetapi juga melibatkan eksternal. Salah satunya dari sisi fisik, BBRSPDF Prof Dr Soeharso Surakarta melibatkan RS Ortopedi dr Soeharso.
"Jadi sambil menunggu pelatihan fisik juga dilatih keterampilan. Banyak program untuk meningkatkan kemampuan, selain vokasi juga kewirausahaan. Kami mendatangkan pelatih, bagaimana buat jamu, telur asin, dan kue-kue," katanya.
Ia mengatakan pelatihan tersebut diberikan agar para penyandang disabilitas ini bisa lebih mandiri dan bisa mengurangi ketergantungan mereka terhadap orang lain.
"Kami tidak menjadikan mereka jadi penjahit hebat tetapi menjadikan mereka mandiri. Kami berupaya mengembalikan kemanusiaan bukan melawan kecacatan. Makanya ini dinamakan rehabilitasi sosial," katanya.
Meski demikian, jika ada penerima manfaat yang ingin meningkatkan kemampuan mereka, Kementerian Sosial juga menyediakan balai serupa namun lebih ke arah vokasi, yaitu Balai Besar Rehabilitasi Vokasional Bina Daksa (BBRVBD), Cibinong, Jawa Barat.
"Secara program kami ada tahapan, kalau mau meningkatkan kemampuan kami kirim ke Cibinong. Di sana ada balai besar vokasi, kalau di sini kan balai besar rehabilitasi. Kami akan berikan pilihan kepada penerima manfaat karena secara program ada tambahan lanjutannya. Misalnya kalau ingin bisa menjahit ya di sini tingkat dasar, lanjutannya ya ke sana (BBRVBD)," katanya.
Penjangkauan
Sementara itu, jika sebelumnya BBRSPDF Prof Dr Soeharso hanya menunggu pengiriman penerima manfaat dari pemerintah daerah, saat ini balai melakukan program penjangkauan. Ia mengatakan melalui program penjangkauan tersebut balai bisa langsung melakukan sosialisasi hingga tingkat kabupaten untuk menyentuh keberadaan penyandang disabilitas.
Meski demikian, ia mengimbau agar penerima manfaat tidak hanya menunggu didata oleh pemerintah daerah tetapi juga harus berinisiatif untuk mendaftarkan diri agar bisa menikmati berbagai manfaat yang diberikan pemerintah.
Justru pada sosialisasi tersebut, BBRSPDF bisa lebih leluasa dalam menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah. Bahkan, pihaknya juga memberikan pengarahan kepada pemerintah daerah setempat terkait apa yang dibutuhkan penyandang disabilitas tersebut.
"Seperti misalnya ternyata mereka ingin sekolah, kami komunikasikan dengan Dinas Pendidikan setempat untuk kemudian penyandang disabilitas ini dikirim ke sekolah yang ditunjuk," katanya.
Sementara itu, ia berharap ke depan terus dilakukan peningkatan aksesibilitas untuk para penyandang disabilitas ini, khususnya dari sisi publik.
"Perlu lebih banyak alat bantu mobilitas, termasuk di dalamnya aksesibilitas publik harus tersedia. Negara harus hadir, oleh karena itu, saat ini dilakukan pengembangan secara terus-menerus, di antaranya tangan palsu robotik dan kursi roda elektrik," katanya.