Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengatakan perlu sekitar 180 juta orang dari seluruh penduduk Indonesia untuk diberikan vaksin COVID-19 untuk menciptakan kekebalan populasi (herd immunity) terhadap COVID-19.
"Kalau menggunakan rumus herd immunity itu dua pertiga penduduk harus divaksin alias 180 juta karena satu orang butuh dua kali vaksin maka dibutuhkan minimal 360 juta dosis," kata Menristek Bambang dalam konferensi pers virtual Forum Merdeka Barat 9 tentang Pengembangan Vaksin, Terapi dan Inovasi COVID-19, Jakarta, Selasa.
Menristek Bambang menuturkan jika semua penduduk Indonesia divaksin, maka diperlukan 540 juta dosis vaksin untuk 270 juta penduduk Indonesia karena satu orang perlu dua kali suntikan dosis vaksin.
Terkait pemenuhan kebutuhan vaksin, Menristek Bambang menuturkan memang harus ada kapasitas produksi antara 360 juta sampai 540 juta dosis yang barangkali tidak bisa dipenuhi oleh PT Bio Farma sendirian karena kapasitas PT Bio Farma memiliki kapasitas produksi 250 juta dosis vaksin per tahun.
Baca juga: Indonesia sediakan vaksin COVID-19 jangka pendek hingga panjang
Baca juga: UNICEF mulai amankan ratusan juta jarum suntik untuk vaksin COVID
Untuk memperlancar produksi vaksin, Kementerian Riset dan Teknologi sudah menggandeng dan bernegosiasi dengan beberapa perusahaan swasta yang bersedia untuk berinvestasi dalam pengembangan dari vaksin COVID-19.
Perusahaan swasta tersebut antara lain PT Kalbe Farma, PT Sanbe Farma, PT Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia, PT Biotis dan Tempo Scan.
"Beberapa dari mereka sudah berinvestasi dan sudah mengurus izin ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), sebagian lagi sedang mempersiapkan rencana investasi dan izin tersebut," ujar Bambang.
Selain mengembangkan vaksin secara mandiri, penyediaan vaksin untuk masyarakat Indonesia juga dilakukan melalui upaya kerja sama dengan pihak luar negeri
Menristek Bambang menuturkan meskipun ada yang beli langsung atau beli vaksin dalam keadaan utuh dari luar negeri, tetapi pemerintah Indonesia lebih mengutamakan ada kerjasama yang melibatkan transfer teknologi misalnya paling tidak untuk memindahkan vaksin yang dikirim dari luar ke dalam botol-botol yang nantinya kemudian didistribusikan untuk keperluan vaksinasi.
"Kita sudah sudah membangun kerjasama, tidak hanya dengan China atau AstraZeneca tapi juga dengan Korea juga dengan Turki. Intinya kita mendorong kerja sama selama itu tentunya menguntungkan buat Indonesia," tutur Menteri Bambang.
Presiden Joko Widodo pada 5 Oktober 2020 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Cakupan pelaksanaan pengadaan vaksin dan pelaksanaannya meliputi pengadaan vaksin, pelaksanaan, pendanaan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi serta dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.*
Baca juga: Vaksin COVID-19 Rusia akan diuji klinis pada lansia di atas 60 tahun
Baca juga: Kemandirian vaksin wujud kesiapsiagaan hadapi pandemi, sebut Bio Farma
"Kalau menggunakan rumus herd immunity itu dua pertiga penduduk harus divaksin alias 180 juta karena satu orang butuh dua kali vaksin maka dibutuhkan minimal 360 juta dosis," kata Menristek Bambang dalam konferensi pers virtual Forum Merdeka Barat 9 tentang Pengembangan Vaksin, Terapi dan Inovasi COVID-19, Jakarta, Selasa.
Menristek Bambang menuturkan jika semua penduduk Indonesia divaksin, maka diperlukan 540 juta dosis vaksin untuk 270 juta penduduk Indonesia karena satu orang perlu dua kali suntikan dosis vaksin.
Terkait pemenuhan kebutuhan vaksin, Menristek Bambang menuturkan memang harus ada kapasitas produksi antara 360 juta sampai 540 juta dosis yang barangkali tidak bisa dipenuhi oleh PT Bio Farma sendirian karena kapasitas PT Bio Farma memiliki kapasitas produksi 250 juta dosis vaksin per tahun.
Baca juga: Indonesia sediakan vaksin COVID-19 jangka pendek hingga panjang
Baca juga: UNICEF mulai amankan ratusan juta jarum suntik untuk vaksin COVID
Untuk memperlancar produksi vaksin, Kementerian Riset dan Teknologi sudah menggandeng dan bernegosiasi dengan beberapa perusahaan swasta yang bersedia untuk berinvestasi dalam pengembangan dari vaksin COVID-19.
Perusahaan swasta tersebut antara lain PT Kalbe Farma, PT Sanbe Farma, PT Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia, PT Biotis dan Tempo Scan.
"Beberapa dari mereka sudah berinvestasi dan sudah mengurus izin ke BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), sebagian lagi sedang mempersiapkan rencana investasi dan izin tersebut," ujar Bambang.
Selain mengembangkan vaksin secara mandiri, penyediaan vaksin untuk masyarakat Indonesia juga dilakukan melalui upaya kerja sama dengan pihak luar negeri
Menristek Bambang menuturkan meskipun ada yang beli langsung atau beli vaksin dalam keadaan utuh dari luar negeri, tetapi pemerintah Indonesia lebih mengutamakan ada kerjasama yang melibatkan transfer teknologi misalnya paling tidak untuk memindahkan vaksin yang dikirim dari luar ke dalam botol-botol yang nantinya kemudian didistribusikan untuk keperluan vaksinasi.
"Kita sudah sudah membangun kerjasama, tidak hanya dengan China atau AstraZeneca tapi juga dengan Korea juga dengan Turki. Intinya kita mendorong kerja sama selama itu tentunya menguntungkan buat Indonesia," tutur Menteri Bambang.
Presiden Joko Widodo pada 5 Oktober 2020 telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Cakupan pelaksanaan pengadaan vaksin dan pelaksanaannya meliputi pengadaan vaksin, pelaksanaan, pendanaan pengadaan vaksin dan pelaksanaan vaksinasi serta dukungan dan fasilitas kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.*
Baca juga: Vaksin COVID-19 Rusia akan diuji klinis pada lansia di atas 60 tahun
Baca juga: Kemandirian vaksin wujud kesiapsiagaan hadapi pandemi, sebut Bio Farma