Kudus (ANTARA) - Aktivitas usaha para pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, mulai bergeliat kembali setelah sebelumnya sempat mengalami kelesuan di tengah masa pandemi COVID-19, seiring aktivitas masyarakat yang mulai menuju normal baru.
"Jika sebelumnya sempat sepi pesanan selama empat bulan lebih, kini sejak adanya pelonggaran aktivitas di masyarakat pesanan pisau dapur mulai mengalir," kata Sahri Baedlowi, salah seorang pengrajin pisau di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Selasa.
Apalagi saat ini mulai ada acara pernikahan, meskipun secara sederhana tetapi ada pesanan pisau cenderamata.
Pesanan yang diterima belum sebanding sebelum pandemi yang mencapai 1.000-an pisau, sedangkan sekarang pesanannya hanya berkisar 200-an pisau.
Pedagang besar yang biasa menjual pisau hasil kerajinan Bareng, Kecamatan Jekulo, Kudus, katanya, juga mulai order, meskipun masih sedikit karena disesuaikan dengan permintaan pasar.
"Biasanya setiap pedagang yang menjadi pelanggan setia pemesannya bisa mencapai 1.000 pisau, kini hanya 20-an kodi," ujarnya.
Upaya agar tetap eksis di tengah pandemi, yakni dengan promosi di media sosial secara masif karena menjadi mata pencaharian utama bagi dirinya bersama pengrajin pisau lainnya yang bermitra dengan dirinya.
Pengrajin batik tulis di Kudus juga mulai bergeliat, menyusul mulai mengalirnya pesanan batik tulis dari berbagai daerah.
"Saya memang tidak begitu mengandalkan media sosial, meskipun ada pesanan yang diterima dari medsos," kata Pemilik Sanggar Muria Batik Kudus Yuli Astuti.
Karena sebelumnya sudah memiliki jaringan luas dari berbagai daerah, dia mengakui, pesanan batik memang masih mengalir selama masa pandemi COVID-19, meskipun belum normal 100 persen.
Awal-awal pandemi, dia mengakui, sempat kelebihan stok batik, namun setelah sempat terjadi kelangkaan masker, kemudian usahanya dialihkan membuat masker batik yang ditawarkan ke pembeli.
"Penjualannya memang sempat lesu, kemudian mulai bergairah dan saat ini mulai banyak pesanan batik untuk dibuat pakaian," ujarnya.
Penjualan batik tulisnya saat sekarang, katanya, sudah mencapai 70-an persen dari penjualan normal sebelum pandemi.
Hal itu, kata dia, ditunjang dengan aktivitasnya menjadi nara sumber di berbagai daerah serta adanya webinar tentang batik yang digelar Asosiasi Pengrajin Batik Indonesia sehingga pesanan masih diterima.
"Mayoritas partai besar untuk seragam kantoran. Sedangkan kunjungan ke galeri untuk sementara ini masih sepi dan didominasi masyarakat lokal," ujarnya.
"Jika sebelumnya sempat sepi pesanan selama empat bulan lebih, kini sejak adanya pelonggaran aktivitas di masyarakat pesanan pisau dapur mulai mengalir," kata Sahri Baedlowi, salah seorang pengrajin pisau di Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kudus, Selasa.
Apalagi saat ini mulai ada acara pernikahan, meskipun secara sederhana tetapi ada pesanan pisau cenderamata.
Pesanan yang diterima belum sebanding sebelum pandemi yang mencapai 1.000-an pisau, sedangkan sekarang pesanannya hanya berkisar 200-an pisau.
Pedagang besar yang biasa menjual pisau hasil kerajinan Bareng, Kecamatan Jekulo, Kudus, katanya, juga mulai order, meskipun masih sedikit karena disesuaikan dengan permintaan pasar.
"Biasanya setiap pedagang yang menjadi pelanggan setia pemesannya bisa mencapai 1.000 pisau, kini hanya 20-an kodi," ujarnya.
Upaya agar tetap eksis di tengah pandemi, yakni dengan promosi di media sosial secara masif karena menjadi mata pencaharian utama bagi dirinya bersama pengrajin pisau lainnya yang bermitra dengan dirinya.
Pengrajin batik tulis di Kudus juga mulai bergeliat, menyusul mulai mengalirnya pesanan batik tulis dari berbagai daerah.
"Saya memang tidak begitu mengandalkan media sosial, meskipun ada pesanan yang diterima dari medsos," kata Pemilik Sanggar Muria Batik Kudus Yuli Astuti.
Karena sebelumnya sudah memiliki jaringan luas dari berbagai daerah, dia mengakui, pesanan batik memang masih mengalir selama masa pandemi COVID-19, meskipun belum normal 100 persen.
Awal-awal pandemi, dia mengakui, sempat kelebihan stok batik, namun setelah sempat terjadi kelangkaan masker, kemudian usahanya dialihkan membuat masker batik yang ditawarkan ke pembeli.
"Penjualannya memang sempat lesu, kemudian mulai bergairah dan saat ini mulai banyak pesanan batik untuk dibuat pakaian," ujarnya.
Penjualan batik tulisnya saat sekarang, katanya, sudah mencapai 70-an persen dari penjualan normal sebelum pandemi.
Hal itu, kata dia, ditunjang dengan aktivitasnya menjadi nara sumber di berbagai daerah serta adanya webinar tentang batik yang digelar Asosiasi Pengrajin Batik Indonesia sehingga pesanan masih diterima.
"Mayoritas partai besar untuk seragam kantoran. Sedangkan kunjungan ke galeri untuk sementara ini masih sepi dan didominasi masyarakat lokal," ujarnya.