Semarang (ANTARA) -
"Di tengah pandemi seperti sekarang, cara cepat dan mudah yang dibutuhkan oleh rakyat, apabila pemerintah ingin investasi tetap berlangsung, maka dimudahkan saja proses birokrasi seperti perizinan maupun pemaksimalan insentif pajak kepada pelaku usaha," katanya melalui keterangan pers yang diterima di Semarang, Senin.
Menurut dia, kurang etis jika RUU Cipta Kerja disahkan karena isinya tidak berpihak pada rakyat, terutama kalangan buruh, apalagi saat ini Indonesia tengah dilanda pandemi COVID-19 yang memiliki efek besar terhadap sendi kehidupan masyarakat terutama terkait ekonomi.
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI tolak sanksi pidana pesantren dalam RUU Cipta Kerja
Selain itu, RUU Cipta Kerja tersebut dianggap menjadi kontroversi oleh beberapa kalangan karena bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.
Omnibus Law ini, kata dia, juga dianggap bisa memangkas beberapa hak buruh atau karyawan seperti perlindungan kerja, hak untuk cuti atau pun pesangon bagi buruh dan karyawan yang sudah tidak bekerja.
"Sebagai anggota Fraksi Demokrat, saya tidak setuju dengan sikap teman-teman di DPR yang ingin membawa RUU ini ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Situasi di Indonesia saat ini tengah terdampak pandemi COVID-19, jadi kurang etis apabila RUU tersebut disahkan sekarang," ujarnya.
Pemerintah, lanjut dia, seharusnya memiliki cara lain untuk memudahkan investasi di Indonesia seperti memangkas proses birokrasi dan memaksimalkan pemberian insentif pajak.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama DPD RI dan pemerintah telah sepakat membawa RUU Cipta Kerja tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang pada Sabtu (03/10) malam.
Pada pertemuan tersebut, hanya dua fraksi di DPR yang menolak yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
Baca juga: Usai ditemui Wakil Ketua DPR, peserta aksi tolak Omnibus Law bubarkan diri
Baca juga: Mahasiswa dan warga Purwokerto berunjuk rasa tolak Omnibus Law
Politikus Partai Demokrat yang juga anggota Komisi X DPR RI A.S. Sukawijaya atau yang akrab disapa Yoyok Sukawi meminta pemerintah mempermudah perizinan investasi daripada mengesahkan Omnibus Law atau Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja dalam waktu dekat.
"Di tengah pandemi seperti sekarang, cara cepat dan mudah yang dibutuhkan oleh rakyat, apabila pemerintah ingin investasi tetap berlangsung, maka dimudahkan saja proses birokrasi seperti perizinan maupun pemaksimalan insentif pajak kepada pelaku usaha," katanya melalui keterangan pers yang diterima di Semarang, Senin.
Menurut dia, kurang etis jika RUU Cipta Kerja disahkan karena isinya tidak berpihak pada rakyat, terutama kalangan buruh, apalagi saat ini Indonesia tengah dilanda pandemi COVID-19 yang memiliki efek besar terhadap sendi kehidupan masyarakat terutama terkait ekonomi.
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI tolak sanksi pidana pesantren dalam RUU Cipta Kerja
Selain itu, RUU Cipta Kerja tersebut dianggap menjadi kontroversi oleh beberapa kalangan karena bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat.
Omnibus Law ini, kata dia, juga dianggap bisa memangkas beberapa hak buruh atau karyawan seperti perlindungan kerja, hak untuk cuti atau pun pesangon bagi buruh dan karyawan yang sudah tidak bekerja.
"Sebagai anggota Fraksi Demokrat, saya tidak setuju dengan sikap teman-teman di DPR yang ingin membawa RUU ini ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang. Situasi di Indonesia saat ini tengah terdampak pandemi COVID-19, jadi kurang etis apabila RUU tersebut disahkan sekarang," ujarnya.
Pemerintah, lanjut dia, seharusnya memiliki cara lain untuk memudahkan investasi di Indonesia seperti memangkas proses birokrasi dan memaksimalkan pemberian insentif pajak.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama DPD RI dan pemerintah telah sepakat membawa RUU Cipta Kerja tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang pada Sabtu (03/10) malam.
Pada pertemuan tersebut, hanya dua fraksi di DPR yang menolak yakni Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.
Baca juga: Usai ditemui Wakil Ketua DPR, peserta aksi tolak Omnibus Law bubarkan diri
Baca juga: Mahasiswa dan warga Purwokerto berunjuk rasa tolak Omnibus Law