Semarang (ANTARA) - Disiplin menjalankan protokol kesehatan di masa pandemi harus menjadi kebiasaan baru dalam bersosialisasi di tengah masyarakat, kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat.
"Tidak peduli sekarang kita tinggal di zona hijau, kuning l, atau bahkan zona hitam. Kita harus menjalankan protokol kesehatan penanggulangan COVID-19 dengan disiplin. Jadikan cuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak kebiasaan baru di masa pandemi ini," kata Rerie, sapaan Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Kamis (9/7).
Penegasan Rerie untuk menjadikan cuci tangan, bermasker, dan menjaga jarak sebagai kebiasaan baru dalam bermasyarakat, bercermin dari sejumlah negara yang dihantam gelombang kedua penyebaran COVID-19.
Legislator Partai NasDem itu memberi contoh
Korea Selatan, Tiongkok, dan Australia, yang semula dinilai sudah bisa mengendalikan penyebaran COVID-19.
Namun, tambahnya, karena pemerintah di sejumlah negara tersebut mulai mengendurkan kebijakan pembatasan sosial yang berdampak pada longgarnya kepatuhan warga menjalankan protokol kesehatan, ancaman puncak penyebaran COVID-19 gelombang kedua pun di depan mata.
"Bahkan, di Australia sampai menerapkan kebijakan isolasi di Melbourne, kota terbesar kedua di Australia, untuk meredam potensi penularan yang meluas," ujarnya.
Padahal, tambah dia, dengan kebijakan isolasi tersebut, jelas akan berdampak pada sektor ekonomi Australia.
Bagi Indonesia yang saat ini membutuhkan keseimbangan antara penanganan kesehatan dan ekonomi di masa pandemi, menurut Rerie, disiplin menjalankan protokol kesehatan harus lebih tinggi daripada masyarakat di negara yang perekonomiannya jauh lebih baik.
Mengutip laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada Rabu (8/7) yang mencatat pertambahan tertinggi per hari yaitu1.853 orang jumlah pasien positif korona, Rerie mengaku prihatin.
Apalagi, jelas Rerie, juru bicara pemerintah yang mengumumkan data tersebut menyebutkan dua kemungkinan penyebab pertambahan tinggi jumlah pasien positif COVID-19, yaitu jumlah tes yang makin banyak dilakukan pemerintah dan ketidakdisiplinan masyarakat dalam menjaga jarak.
Kedua penyebab tingginya sebaran COVID-19 saat ini, menurut Rerie, menunjukkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
"Bila disebutkan semakin banyak dilakukan tes menyebabkan pertambahan jumlah positif COVID-19 meningkat signifikan, artinya di luar sana masih banyak orang yang terpapar virus korona," katanya.
Celakanya, tegas Rerie, banyak yang tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan, akibatnya penyebaran virus korona pun terus terjadi dan semakin luas lagi.
Sambil terus berupaya memperluas testing, Rerie berharap, pemerintah dan semua lapisan masyarakat menjadikan cuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak kebiasaan baru dalam bermasyarakat. Tujuannya, jelas Rerie, untuk membendung penularan COVID-19 yang meluas.
Karena bila terjadi ledakan jumlah pasien positif COVID-19, tambah dia, dampaknya pun akan menjalar ke sektor ekonomi masyarakat.
Hanya dengan merealisasikan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan penanggulangan COVID-19, menurut Rerie, bangsa ibi bisa menjalankan kegiatan ekonomi, sekaligus mengendalikan penyebaran COVID-19.***
"Tidak peduli sekarang kita tinggal di zona hijau, kuning l, atau bahkan zona hitam. Kita harus menjalankan protokol kesehatan penanggulangan COVID-19 dengan disiplin. Jadikan cuci tangan, menggunakan masker, dan menjaga jarak kebiasaan baru di masa pandemi ini," kata Rerie, sapaan Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Kamis (9/7).
Penegasan Rerie untuk menjadikan cuci tangan, bermasker, dan menjaga jarak sebagai kebiasaan baru dalam bermasyarakat, bercermin dari sejumlah negara yang dihantam gelombang kedua penyebaran COVID-19.
Legislator Partai NasDem itu memberi contoh
Korea Selatan, Tiongkok, dan Australia, yang semula dinilai sudah bisa mengendalikan penyebaran COVID-19.
Namun, tambahnya, karena pemerintah di sejumlah negara tersebut mulai mengendurkan kebijakan pembatasan sosial yang berdampak pada longgarnya kepatuhan warga menjalankan protokol kesehatan, ancaman puncak penyebaran COVID-19 gelombang kedua pun di depan mata.
"Bahkan, di Australia sampai menerapkan kebijakan isolasi di Melbourne, kota terbesar kedua di Australia, untuk meredam potensi penularan yang meluas," ujarnya.
Padahal, tambah dia, dengan kebijakan isolasi tersebut, jelas akan berdampak pada sektor ekonomi Australia.
Bagi Indonesia yang saat ini membutuhkan keseimbangan antara penanganan kesehatan dan ekonomi di masa pandemi, menurut Rerie, disiplin menjalankan protokol kesehatan harus lebih tinggi daripada masyarakat di negara yang perekonomiannya jauh lebih baik.
Mengutip laporan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada Rabu (8/7) yang mencatat pertambahan tertinggi per hari yaitu1.853 orang jumlah pasien positif korona, Rerie mengaku prihatin.
Apalagi, jelas Rerie, juru bicara pemerintah yang mengumumkan data tersebut menyebutkan dua kemungkinan penyebab pertambahan tinggi jumlah pasien positif COVID-19, yaitu jumlah tes yang makin banyak dilakukan pemerintah dan ketidakdisiplinan masyarakat dalam menjaga jarak.
Kedua penyebab tingginya sebaran COVID-19 saat ini, menurut Rerie, menunjukkan kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
"Bila disebutkan semakin banyak dilakukan tes menyebabkan pertambahan jumlah positif COVID-19 meningkat signifikan, artinya di luar sana masih banyak orang yang terpapar virus korona," katanya.
Celakanya, tegas Rerie, banyak yang tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan, akibatnya penyebaran virus korona pun terus terjadi dan semakin luas lagi.
Sambil terus berupaya memperluas testing, Rerie berharap, pemerintah dan semua lapisan masyarakat menjadikan cuci tangan, menggunakan masker dan menjaga jarak kebiasaan baru dalam bermasyarakat. Tujuannya, jelas Rerie, untuk membendung penularan COVID-19 yang meluas.
Karena bila terjadi ledakan jumlah pasien positif COVID-19, tambah dia, dampaknya pun akan menjalar ke sektor ekonomi masyarakat.
Hanya dengan merealisasikan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan penanggulangan COVID-19, menurut Rerie, bangsa ibi bisa menjalankan kegiatan ekonomi, sekaligus mengendalikan penyebaran COVID-19.***