Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Agung Laksono mengatakan berbahaya atau sangat keliru jika ada yang menganggap penyakit COVID-19 itu biasa saja.
"Beberapa negara yang masih mencari vaksinnya saja posisi optimistisnya saja baru ketemu awal 2021. Jadi selama belum ada vaksinnya, harusnya tidak mudah melepaskan pembatasan sosial berskala besar. Kecuali angkanya menunjukkan penurunan, seperti Jawa Barat, misalnya," kata Agung Laksono dalam forum diskusi bersama jurnalis LKBN ANTARA angkatan 14 (Forum G-14) secara daring yang diakses di Jakarta, Kamis.
Dan untuk dapat menurunkan angka penularan SARS-CoV-2, menurut dia, tidak mungkin hanya pemerintah yang mengatasi, tetapi masyarakatnya yang juga harus memahami bahwa situasi pandemi COVID-19 sekarang ini tidak main-main.
Agung mengatakan bila perlu diberlakukan sanksi kuat agar masyarakat benar-benar menjalankan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19, mulai dari menggunakan masker, menjaga jarak dengan orang lain, sering mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan cairan penyanitasi tangan hingga menjalankan prosedur bersin dan batuk dengan benar.
Penjelasan pada publik secara terus menerus soal bagaimana menjalankan normal baru atau adaptasi kebiasaan baru secara benar dengan tetap melakukan protokol kesehatan tersebut, menurut dia, menjadi sangat penting. Jajaran TNI/Polri ikut diturunkan, tidak bisa Satpol PP saja guna menekan penularan virus corona baru tersebut.
"Kita sadar sekali sebenarnya kondisinya seperti apa. Protokol kesehatan itu harga mati. Tokoh masyarakat perlu turut memberi penjelasan pada masyarakat," ujar dia.
Agung mengatakan tolok ukur suatu wilayah sudah dapat menjalankan normal baru tidak terlalu sulit sebenarnya, hanya memastikan indeks reproduksi penyebaran COVID-19 (RO) di bawah satu.
"Jawa Barat 0,63 tingkat reproduksi (COVID-19), Jakarta masih satu koma sekian. Bali juga masih di atas satu. Jadi secara ketat jalankan protokol kesehatan di lokasi-lokasi yang rawan terjadi penularan," ujar dia, menanggapi kondisi sejumlah daerah di Indonesia yang saat ini angka kasus positif COVID-19 masih cukup tinggi.
Menurut dia, apa yang menjadi semangat pemerintah pusat dalam upaya menurunkan angka penularan COVID-19 harus dilarikan ke daerah dengan cepat, termasuk juga dalam mengembalikan gairah perekonomian, salah satunya dengan membantu usaha kecil dan menengah (UKM) untuk dapat bertahan dalam kondisi krisis kesehatan yang berdampak ke sektor perekonomian.
Dalam kesempatan diskusi tersebut Agung Laksono juga sempat menanyakan kondisi pariwisata di Pulau Bali sekarang ini pada pewarta foto ANTARA I Nyoman Budhiana yang mengatakan kondisinya seperti mati suri. Upaya mengembalikan kembali geliat pariwisata yang memang menjadi penggerak utama perekonomian Pulau Dewata menjadi tantangan terbesar di tengah masih adanya penularan lokal.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga mendapat penjelasan kondisi masyarakat di masa pandemi COVID-19 di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara.
"Beberapa negara yang masih mencari vaksinnya saja posisi optimistisnya saja baru ketemu awal 2021. Jadi selama belum ada vaksinnya, harusnya tidak mudah melepaskan pembatasan sosial berskala besar. Kecuali angkanya menunjukkan penurunan, seperti Jawa Barat, misalnya," kata Agung Laksono dalam forum diskusi bersama jurnalis LKBN ANTARA angkatan 14 (Forum G-14) secara daring yang diakses di Jakarta, Kamis.
Dan untuk dapat menurunkan angka penularan SARS-CoV-2, menurut dia, tidak mungkin hanya pemerintah yang mengatasi, tetapi masyarakatnya yang juga harus memahami bahwa situasi pandemi COVID-19 sekarang ini tidak main-main.
Agung mengatakan bila perlu diberlakukan sanksi kuat agar masyarakat benar-benar menjalankan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19, mulai dari menggunakan masker, menjaga jarak dengan orang lain, sering mencuci tangan dengan sabun atau menggunakan cairan penyanitasi tangan hingga menjalankan prosedur bersin dan batuk dengan benar.
Penjelasan pada publik secara terus menerus soal bagaimana menjalankan normal baru atau adaptasi kebiasaan baru secara benar dengan tetap melakukan protokol kesehatan tersebut, menurut dia, menjadi sangat penting. Jajaran TNI/Polri ikut diturunkan, tidak bisa Satpol PP saja guna menekan penularan virus corona baru tersebut.
"Kita sadar sekali sebenarnya kondisinya seperti apa. Protokol kesehatan itu harga mati. Tokoh masyarakat perlu turut memberi penjelasan pada masyarakat," ujar dia.
Agung mengatakan tolok ukur suatu wilayah sudah dapat menjalankan normal baru tidak terlalu sulit sebenarnya, hanya memastikan indeks reproduksi penyebaran COVID-19 (RO) di bawah satu.
"Jawa Barat 0,63 tingkat reproduksi (COVID-19), Jakarta masih satu koma sekian. Bali juga masih di atas satu. Jadi secara ketat jalankan protokol kesehatan di lokasi-lokasi yang rawan terjadi penularan," ujar dia, menanggapi kondisi sejumlah daerah di Indonesia yang saat ini angka kasus positif COVID-19 masih cukup tinggi.
Menurut dia, apa yang menjadi semangat pemerintah pusat dalam upaya menurunkan angka penularan COVID-19 harus dilarikan ke daerah dengan cepat, termasuk juga dalam mengembalikan gairah perekonomian, salah satunya dengan membantu usaha kecil dan menengah (UKM) untuk dapat bertahan dalam kondisi krisis kesehatan yang berdampak ke sektor perekonomian.
Dalam kesempatan diskusi tersebut Agung Laksono juga sempat menanyakan kondisi pariwisata di Pulau Bali sekarang ini pada pewarta foto ANTARA I Nyoman Budhiana yang mengatakan kondisinya seperti mati suri. Upaya mengembalikan kembali geliat pariwisata yang memang menjadi penggerak utama perekonomian Pulau Dewata menjadi tantangan terbesar di tengah masih adanya penularan lokal.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu juga mendapat penjelasan kondisi masyarakat di masa pandemi COVID-19 di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara.