Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kondisi perekonomian Indonesia masih tergolong lebih baik dibandingkan negara lain di tengah adanya pandemi COVID-19.
Kondisi itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih mampu tumbuh sebesar 2,97 persen pada kuartal I-2020 meskipun untuk kuartal II diyakini mengalami kontraksi akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Kalau dibandingkan negara lain kita pasti lebih baik. Kita seperti China karena konsumsi kita kuat,” katanya kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Tauhid mengatakan faktor Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain karena tingginya daya beli masyarakat domestik yang menyumbang hingga sekitar 58 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Artinya separah apapun kondisinya, kita masih ada kegiatan ekonomi dari basis konsumsi. Ini sebagai modal dasar agar ekonomi kita tetap bertahan,” ujarnya.
Di sisi lain, Tauhid tak menyangkal bahwa perekonomian Indonesia berpotensi besar untuk tumbuh negatif pada kuartal II namun ia menyatakan masa pemulihan akan mulai terjadi pada kuartal III.
Ia menuturkan masa pemulihan ekonomi Indonesia akan terjadi pada kuartal III seiring mulai dilonggarkannya PSBB di sejumlah daerah sehingga kegiatan masyarakat berangsur membaik.
“Tetapi apakah kondisinya akan membaik seperti kuartal I atau sebelum adanya COVID-19, saya kira jauh,” katanya.
Tauhid menjelaskan ekonomi Indonesia tidak akan sebaik kuartal I karena pemulihan dari sisi konsumsi domestik membutuhkan proses yang lama seiring dengan banyaknya masyarakat terkena PHK dan jatuh miskin.
“Ini kan banyak yang sudah di PHK dan jatuh miskin jadi tidak bisa secara langsung mereka dapat pekerjaan atau terlindungi oleh bansos,” katanya.
Oleh sebab itu, Tauhid menyatakan pemerintah harus terus mendorong efektivitas stimulus fiskal kepada masyarakat sehingga mampu menjadi bantalan dalam pemulihan ekonomi.
Ia menuturkan pemerintah juga harus dapat mengoptimalkan penyerapan anggaran Rp695,2 triliun termasuk terkait UMKM yang baru hanya 0,06 persen dan perlindungan sosial 28 persen.
“Harapan kita di kuartal III tumbuh tapi kalau kita lihat tren penyerapan rendah jadi kontribusi ke ekonomi tidak nendang,” tegasnya.
Baca juga: Indef urgues government to direct greater attention to control COVID-19
Baca juga: Indef: Jateng Kurang Manfaatkan Peluang Relokasi Industri
Kondisi itu sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih mampu tumbuh sebesar 2,97 persen pada kuartal I-2020 meskipun untuk kuartal II diyakini mengalami kontraksi akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
“Kalau dibandingkan negara lain kita pasti lebih baik. Kita seperti China karena konsumsi kita kuat,” katanya kepada Antara di Jakarta, Rabu.
Tauhid mengatakan faktor Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain karena tingginya daya beli masyarakat domestik yang menyumbang hingga sekitar 58 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Artinya separah apapun kondisinya, kita masih ada kegiatan ekonomi dari basis konsumsi. Ini sebagai modal dasar agar ekonomi kita tetap bertahan,” ujarnya.
Di sisi lain, Tauhid tak menyangkal bahwa perekonomian Indonesia berpotensi besar untuk tumbuh negatif pada kuartal II namun ia menyatakan masa pemulihan akan mulai terjadi pada kuartal III.
Ia menuturkan masa pemulihan ekonomi Indonesia akan terjadi pada kuartal III seiring mulai dilonggarkannya PSBB di sejumlah daerah sehingga kegiatan masyarakat berangsur membaik.
“Tetapi apakah kondisinya akan membaik seperti kuartal I atau sebelum adanya COVID-19, saya kira jauh,” katanya.
Tauhid menjelaskan ekonomi Indonesia tidak akan sebaik kuartal I karena pemulihan dari sisi konsumsi domestik membutuhkan proses yang lama seiring dengan banyaknya masyarakat terkena PHK dan jatuh miskin.
“Ini kan banyak yang sudah di PHK dan jatuh miskin jadi tidak bisa secara langsung mereka dapat pekerjaan atau terlindungi oleh bansos,” katanya.
Oleh sebab itu, Tauhid menyatakan pemerintah harus terus mendorong efektivitas stimulus fiskal kepada masyarakat sehingga mampu menjadi bantalan dalam pemulihan ekonomi.
Ia menuturkan pemerintah juga harus dapat mengoptimalkan penyerapan anggaran Rp695,2 triliun termasuk terkait UMKM yang baru hanya 0,06 persen dan perlindungan sosial 28 persen.
“Harapan kita di kuartal III tumbuh tapi kalau kita lihat tren penyerapan rendah jadi kontribusi ke ekonomi tidak nendang,” tegasnya.
Baca juga: Indef urgues government to direct greater attention to control COVID-19
Baca juga: Indef: Jateng Kurang Manfaatkan Peluang Relokasi Industri