Semarang (ANTARA) - Rencana perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sempat menjadi wacana publik berbulan-bulan meski belakangan ini kian redup.
Semula amendemen UUD NRI Tahun 1945 akan mengembalikan kewenangan Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI terkait dengan penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, soal GBHN ini juga menimbulkan pro dan kontra. Satu pihak pro menghidupkan kembali GBHN, sementara pihak lain menganggap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sudah cukup.
Seiring dengan perjalanan waktu, perbincangan mengenai perubahan kelima UUD'45 ini sempat melebar ke mana-mana. Misalnya, masa jabatan presiden dan wakil presiden, semula 2 periode atau 10 tahun, ada yang mengusulkan 3 periode. Ada pula yang mewacanakan 1 periode dengan durasi 7 atau 8 tahun.
Isu mengembalikan posisi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara juga sempat muncul meski tak sesanter masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Belakangan isu yang mengemukakan adalah utusan golongan. Akan tetapi, wacana ini belum sempat mendalam, misalnya mekanisme pemilihan tokoh di suatu golongan tertentu yang bakal menjadi anggota MPR RI. Bahkan, belum sampai batasan utusan golongan apakah berbasis jenis kelamin, organisasi keagamaan, suku-suku tertentu, atau kelompok lainnya yang ada di tengah masyarakat.
Belum sampai pada perbincangan siapa saja yang benar-benar representatif atau mewakili utusan golongan di MPR RI. Ketua organisasi dan kepala suku tertentu, misalnya, yang akan mewakili mereka. Karena jabatannya (ex officio), mereka mewakili organisasi/suku duduk di kursi MPR RI dari Fraksi Utusan Golongan.
Tampaknya butuh keseriusan dari semua pihak jika akan mengamendemen UUD'45. Jangan sampai hanya untuk memenuhi syahwat politik, lantas mengorbankan kepentingan bangsa dan negara yang akan berujung pada kesengsaraan rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, elite politik, baik yang berada di dalam atau di luar parlemen, perlu memetakan persoalan bangsa secara saksama, kemudian memilah, lalu memilih di antara permasalahan itu yang belum tersentuh konstitusi. Publikasikan hal-hal yang akan dimasukkan dalam amendemen agar masyarakat tahu apa saja yang akan diubah dan/atau ditambah dalam perubahan kelima UUD'45.
Semula amendemen UUD NRI Tahun 1945 akan mengembalikan kewenangan Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI terkait dengan penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, soal GBHN ini juga menimbulkan pro dan kontra. Satu pihak pro menghidupkan kembali GBHN, sementara pihak lain menganggap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sudah cukup.
Seiring dengan perjalanan waktu, perbincangan mengenai perubahan kelima UUD'45 ini sempat melebar ke mana-mana. Misalnya, masa jabatan presiden dan wakil presiden, semula 2 periode atau 10 tahun, ada yang mengusulkan 3 periode. Ada pula yang mewacanakan 1 periode dengan durasi 7 atau 8 tahun.
Isu mengembalikan posisi MPR RI sebagai lembaga tertinggi negara juga sempat muncul meski tak sesanter masa jabatan presiden dan wakil presiden.
Belakangan isu yang mengemukakan adalah utusan golongan. Akan tetapi, wacana ini belum sempat mendalam, misalnya mekanisme pemilihan tokoh di suatu golongan tertentu yang bakal menjadi anggota MPR RI. Bahkan, belum sampai batasan utusan golongan apakah berbasis jenis kelamin, organisasi keagamaan, suku-suku tertentu, atau kelompok lainnya yang ada di tengah masyarakat.
Belum sampai pada perbincangan siapa saja yang benar-benar representatif atau mewakili utusan golongan di MPR RI. Ketua organisasi dan kepala suku tertentu, misalnya, yang akan mewakili mereka. Karena jabatannya (ex officio), mereka mewakili organisasi/suku duduk di kursi MPR RI dari Fraksi Utusan Golongan.
Tampaknya butuh keseriusan dari semua pihak jika akan mengamendemen UUD'45. Jangan sampai hanya untuk memenuhi syahwat politik, lantas mengorbankan kepentingan bangsa dan negara yang akan berujung pada kesengsaraan rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, elite politik, baik yang berada di dalam atau di luar parlemen, perlu memetakan persoalan bangsa secara saksama, kemudian memilah, lalu memilih di antara permasalahan itu yang belum tersentuh konstitusi. Publikasikan hal-hal yang akan dimasukkan dalam amendemen agar masyarakat tahu apa saja yang akan diubah dan/atau ditambah dalam perubahan kelima UUD'45.