Purwokerto (ANTARA) - Bupati Banyumas Achmad Husein meminta Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) mengembangkan budi daya tanaman kelapa kopyor di beberapa desa se-Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

"Kami siap membeli bibit kelapa kopyor dari UMP untuk dikembangkan di beberapa desa, saat ini satu desa dulu. Namun yang menangani dan mendampingi warga setempat dalam pengembangan budi daya kelapa kopyor itu dari UMP," katanya di Kembaran, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.

Bupati mengatakan hal itu saat memberi sambutan dalam acara Sidang Senat Terbuka UMP Dalam Rangka Pengukuhan Prof. Drs. Sisunandar, M.Si., Ph.D. sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Biologi pada Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, yang digelar di Kebun Plasma Nutfah Kepala Kopyor, Science Tecno Park, UMP.

Setelah budi daya tersebut berhasil, kata dia, pihak Universitas Muhammadiyah Purwokerto dapat memasang tulisan "Desa Penghasil Kelapa Kopyor Binaan UMP".

Dia mengharapkan budi daya kepala kopyor tersebut dapat mengurangi angka kemiskinan di Kabupaten Banyumas karena harganya bisa mencapai Rp30.000 per butir dan tanaman kelapa kopyor yang dikembangkan UMP, seluruh buahnya kopyor.

Saat ditemui wartawan usai sidang senat terbuka, Rektor UMP Dr. Anjar Nugroho menyambut baik keinginan Bupati Banyumas agar UMP mengembangkan budi daya kelapa kopyor di beberapa desa.

"Kami akan siapkan kebun induk sebagai tempat produksi bibit. Ada lahan sekitar 2 hektare di Desa Karangsari, Kecamatan Kembaran, Banyumas, cukuplah untuk menanam 300-400 pohon kelapa," katanya.

Ia mengatakan saat sekarang sedang dibuat benih kelapa kopyor tersebut yang diperkirakan membutuhkan waktu sekitar satu hingga dua tahun.

Sementara Guru Besar Ilmu Biologi UMP selaku peneliti yang mengembangkan kelapa kopyor melalui kultur jaringan, Prof. Sisunandar mengatakan ada dua jenis kelapa kopyor yang bagus untuk dikembangkan di wilayah Banyumas, yakni sabut merah Banyumas dan hibrida Banyumas.

Menurut dia, dua jenis kelapa kopyor tersebut tidak akan dikembangkan di daerah lain karena milik Banyumas.

"Kalau jenis lainnya, bisa dikembangkan di daerah lainnya bisa dikembangkan di daerah lain, bukan milik Banyumas tetapi miliknya orang Indonesia. Kalau yang sabut merah dan hibrida Banyumas miliknya Banyumas," katanya.

Kendati demikian, dia mengakui jika dua jenis kelapa kopyor tersebut belum bisa disertifikasi karena belum ada pelepasan varietas.

Menurut dia, dari sekian jenis kelapa kopyor yang dikembangkan di Kebun Plasma Nutfah Kepala Kopyor, Science Tecno Park, UMP, baru tiga yang telah disertifikasi, yakni genjah hijau Pati, genjah kuning Pati, dan genjah cokelat Pati.

"Baru tiga itu yang bisa disertifikasi dan seluruhnya milik Pati. Yang kita akan kerjakan tahun depan, kita akan mengajukan pelepasan varietas genjah yang sabut merah Banyumas," katanya.

Lebih lanjut, Sisunandar mengakui jika peneliti kelapa kopyor tidak hanya dia tetapi ada pihak lain yang juga meneliti plasma nutfah tersebut.

"Tetapi kalau yang mengonservasi kelapa kopyor dari seluruh Indonesia di dalam satu wilayah, ya baru sini," jelasnya.

Menurut dia, plasma nutfah seperti kelapa kopyor sangat mahal sehingga banyak peneliti dari luar negeri yang ingin sekali menelitinya.

Oleh karena itu, kata dia, perlu dilakukan proteksi agar kelapa kopyor tidak sampai ke luar wilayah Indonesia agar tidak sampai diambil oleh peneliti di luar negeri.

"Salah satu bentuk proteksinya, yang pasti kita tidak akan menjual butirannya, karena di dalam butiran kopyor itu ada embrionya yang bisa ditumbuhkan di mana saja. Harapan saya, Pemerintah Indonesia saat ini tidak menjual kelapa butiran keluar karena di dalam kelapa butiran itu ada plasma nutfah yang kalau kita jual ke luar negeri, berarti kita jual plasma nutfahnya," katanya.

Ia mengatakan ekspor kelapa ke sejumlah negara saat ini sekitar 2 juta butir per hari dan dari jumlah tersebut dikhawatirkan ada yang kopyor sehingga dapat berpotensi terhadap hilangnya plasma nutfah Indonesia. 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mugiyanto
Copyright © ANTARA 2024