Purwokerto (ANTARA) - Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Dr. Anjar Nugroho menilai program deradikalisasi berpotensi memperkuat dan memperluas radikalisme jika pelaksanaannya tidak menyentuh akar pokok radikalisme itu sendiri.

"Radikalisme tidak hanya persoalan pemahaman, yang ketika melakukan deradikalisasi dengan cara mengubah pemahaman. Tapi radikalisme justru banyak muncul karena faktor-faktor sosial-politik, yaitu kesenjangan, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu. 

Menurut dia, program deradikalisasi yang dilakukan selama ini tidak menyentuh akar pokok radikalisme, yakni kesenjangan dan ketidakadilan.

"Apalagi dengan metode yang cenderung represif, deradikalisasi yang tujuannya memberantas radikalisme, justru akan memperkuat dan menperluas radikalisme itu sendiri," katanya.

Lebih lanjut, Anjar mengatakan istilah radikalisme jika tidak dipahami dengan tepat hanya akan menimbulkan perpecahan di kalangan masyarakat. 

Menurut dia, kelompok tertentu bisa menggunakan tafsirnya sendiri atas radikalisme untuk memojokkan dan memberi stigma kelompok yang lain. 

"Begitu pula dengan istilah deradikalisasi, yang bisa digunakan untuk melakukan upaya-upaya agitasi bahkan penyerangan oleh satu kelompok ke kelompok yang lain atas nama program deradikalisasi," katanya.

Bahkan, kata dia, banyak kasus antarkelompok/elemen masyarakat saling melontarkan pernyataan-pernyataan yang menyudutkan kelompok lain atas nama membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan melawan radikalisme.

Baca juga: Rektor UMP sebut GBHN menentukan arah pembangunan

Oleh karena itu, lanjut dia, sangat perlu ada pemahaman yang komprehensif-objektif tentang radikalisme dan deradikalisasi. 

"Harus ada ukuran yang tepat untuk bisa mengatakan gerakan-gerakan itu masuk kategori gerakan radikal," katanya. 

Ia mengatakan radikalisme bukan monopoli kelompok atau kalangan agama tertentu maupun tidak identik dengan agama tertentu. 

Menurut dia, radikalisme bisa hinggap di kelompok manapun dan punya potensi tumbuh dalam pemahaman agama manapun. 

"Radikalisme yang muncul dalam sejarah di dunia saat ini, bisa tumbuh di kalangan Kristen, Islam, Hindu, Budha, bahkan dari kalangan yang tidak beragama sekalipun," katanya. 

Baca juga: Program deradikalisasi perlu memperhatikan aspek kultural


 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Wisnu Adhi Nugroho
Copyright © ANTARA 2024