Semarang (ANTARA) - Sebanyak 11 pengembang dan satu pemangku kepentingan (perlengkapan interior) yang mengikuti Property Expo Semarang 8 di Mal Paragon Semarang yang diselenggarakan oleh DPD Real Estate Indonesia (REI) Jawa Tengah di Semarang.
"Pameran berlangsung mulai tanggal 13-24 November 2019," kata Ketua Panitia Property Expo Semarang Dibya K. Hidayat pada pembukaan Property Expo, Rabu.
Dibya menyebutkan peserta yang ikut dalam pameran properti tersebut berasal dari rumah kelas menengah ke atas dan hasilnya ditargetkan bisa mencapai Rp50 miliar.
"Pemerintahan yang baru, suhu politik yang sudah dingin, kami berharap bisa memulihkan market kami. Memang selama ini kami belum bisa memenuhi ekspektasi target panitia. Namun, kami optimistis hasilnya bisa naik," kata Dibya.
Apalagi, tambah Dibya, biasanya pada akhir tahun biasanya ada banyak diskon atau potongan harga yang diberikan oleh para pengembang atau kemudahan lainnya untuk mempermudah kepemilikan rumah.
Dibya menilai perumahan merupakan tolok ukur perekonomian, oleh karena itu dirinya menyayangkan subsidi untuk FLPP yang melibatkan banyak pekerja dengan model padat karya kuotanya telah habis.
"Bukan masalah banyak yang tidak menyalurkan, tetapi karena memang subsidi dari pemerintah untuk FLPP telah habis. Jadi sudah tidak ada lagi fasilitas FLPP," kata Dibya.
"Pameran berlangsung mulai tanggal 13-24 November 2019," kata Ketua Panitia Property Expo Semarang Dibya K. Hidayat pada pembukaan Property Expo, Rabu.
Dibya menyebutkan peserta yang ikut dalam pameran properti tersebut berasal dari rumah kelas menengah ke atas dan hasilnya ditargetkan bisa mencapai Rp50 miliar.
"Pemerintahan yang baru, suhu politik yang sudah dingin, kami berharap bisa memulihkan market kami. Memang selama ini kami belum bisa memenuhi ekspektasi target panitia. Namun, kami optimistis hasilnya bisa naik," kata Dibya.
Apalagi, tambah Dibya, biasanya pada akhir tahun biasanya ada banyak diskon atau potongan harga yang diberikan oleh para pengembang atau kemudahan lainnya untuk mempermudah kepemilikan rumah.
Dibya menilai perumahan merupakan tolok ukur perekonomian, oleh karena itu dirinya menyayangkan subsidi untuk FLPP yang melibatkan banyak pekerja dengan model padat karya kuotanya telah habis.
"Bukan masalah banyak yang tidak menyalurkan, tetapi karena memang subsidi dari pemerintah untuk FLPP telah habis. Jadi sudah tidak ada lagi fasilitas FLPP," kata Dibya.