Sukoharjo (ANTARA) - Penyelesaian polemik Masjid Riyadhul Jannah di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah yang dijadikan sebagai agunan bank saat ini dalam proses negosiasi dengan pihak pemberi pinjaman.

"Kemarin kan sidang, didatangi pihak bank, keluarga, takmir, dan saya selaku penerima kuasa penyelesaian masjid," kata penerima kuasa penyelesaian Masjid Riyadhul Jannah sekaligus koordinator penghimpunan dana Mujiman di Sukoharjo, Rabu.

Ia mengatakan saat ini prosesnya dalam tahap negosiasi dengan pihak bank, termasuk untuk memastikan berapa utang yang masih tersisa.

"Nanti akan ada jawaban dari pihak bank. Selanjutnya setelah lunas akan ada proses pewakafan masjid," katanya.

Sambil menunggu keputusan, saat ini pihaknya telah membentuk tim penghimpunan dana untuk melunasi hutang tersebut.

Sayangnya Mujiman enggan menyebut jumlah dana yang sudah masuk dengan alasan proses penghimpunan dana tersebut masih terus berjalan.

Sebagaimana diketahui, Masjid Riyadhul Jannah di RT 03/RW 01, Dusun Bangsri Cilik, Desa Kriwen, Kecamatan Sukoharjo, terancam disita oleh BPR Central International menyusul dijadikannya sertifikat tanah masjid tersebut sebagai agunan.

Awalnya tanah ini merupakan milik Yatimin Witnyo Diharjo, beliau ini pemilik perusahaan transportasi PO Wahyu Putro. Tanah ini dijadikan agunan bank saat masih berupa rumah," kata Ketua Umum Masjid Riyadhul Jannah Sri Mulyono (52) di Sukoharjo.

Ia mengatakan tanah tersebut pada akhirnya didirikan masjid karena pemilik rumah pindah ke daerah lain. Selanjutnya, pada tahun 2011 masjid yang sudah berdiri diserahkan kepada masyarakat setempat untuk dikelola menjadi tempat ibadah para warga.

"Kalau keluarga ini pindah ke daerah kota sana, sekitar tahun 1980. Tetapi baru didirikan masjid di tahun 2011 itu," katanya.



Ia mengetahui tanah tersebut menjadi agunan bank sekitar tahun 2014  di mana pada saat itu pihak bank sering mendatangi Masjid Riyadhul Jannah.

"Setelah saya tahu kemudian saya datang ke keluarga Pak Yatimin. Di situ saya hanya dikasih tahu untuk tidak ikut memikirkan permasalahan bank, saya hanya disuruh fokus mengurus masjid," katanya.

Ia sendiri tidak menyangka akhir-akhir ini permasalahan agunan tersebut membesar karena ternyata salah satu anak pemilik tanah yang menjadikannya sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari BPR hingga saat ini tidak mampu mengembalikan pinjaman tersebut.

"Setahu saya pinjamnya Rp400 juta. Dulu saat Pak Yatimin masih hidup tidak ada masalah seperti ini, tetapi setelah beliau meninggal permasalahannya baru muncul," katanya.

Sementara itu, ia mengatakan masjid seluas 300 m2 yang berdiri di tanah dengan luas 1.160  m2 ini sangat dibutuhkan oleh warga.

"Dulu sebelum ada masjid ini kan masyarakat yang mau beribadah ke masjid jalannya agak jauh, jadi jarang warga sini yang ikut shalat berjamaah di masjid. Setelah berdiri masjid ini saya minta mereka lebih rajin datang dan ternyata cukup banyak yang datang," katanya.

Baca juga: Jokowi: Tak perlu malu sertifikat untuk agunan

Ia ingat satu pesan keluarga Yatimin saat mewakafkan masjid tersebut kepada masyarakat, yaitu tidak ingin masjid digunakan oleh pihak yang tidak mengenal tradisi Yasin dan Tahlil.

Pascamaraknya pemberitaan tersebut, dikatakannya, sejumlah kalangan mulai berdatangan ke masjid karena ingin mengetahui kejadian yang sebenarnya.

"Ada yang dari luar kabupaten, banyak juga yang dari Jogja dan Jawa Timur. Intinya mereka ingin membantu untuk menyelamatkan masjid ini," katanya.

Baca juga: Agunan 5.000 Sertifikat Ini Senilai Rp1,3 Triliun

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Nur Istibsaroh
Copyright © ANTARA 2024