Semarang (ANTARA) - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (Perpu KPK) tidak diperlukan, kata Guru Besar Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago.
"Perpu KPK tidak diperlukan, dan sudah selayaknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi direvisi karena sudah tidak relevan lagi antara kondisi tahun 2002 dan 2019," kata Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M. kepada ANTARA di Semarang, Jumat malam.
Menurut Prof. Faisal Santiago, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tidak diperlukan karena tidak ada yang sifatnya genting atau mendesak serta tidak ada kekosongan hukum untuk dikeluarkannya perpu.
Seandainya ada para pihak yang tidak berkenan dengan adanya UU KPK, dia menyarankan agar mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga yudikatif ini baru menerima uji materi UU KPK terhadap UUD NRI Tahun 1945, kata Faisal Santiago, setelah undang-undang tersebut masuk Lembaran Negara.
"Jadi, ada mekanismenya. Itulah gambaran kita sebagai negara hukum," kata Prof. Faisal Santiago ketika merespons pro dan kontra perlunya perpu menyusul aksi massa yang mendesak Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perpu KPK.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. menyarankan agar masyarakat yang menolak UU KPK mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi daripada turun ke jalan.
Baca juga: Moeldoko: Perppu KPK itu buah simalakama
Baca juga: Presiden Jokowi tidak akan buru-buru terbitkan Perppu KPK
Baca juga: Jadi anggota DPR, Yasona minta Presiden tidak terbitkan Perppu KPK
"Perpu KPK tidak diperlukan, dan sudah selayaknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi direvisi karena sudah tidak relevan lagi antara kondisi tahun 2002 dan 2019," kata Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.M. kepada ANTARA di Semarang, Jumat malam.
Menurut Prof. Faisal Santiago, peraturan pemerintah pengganti undang-undang tidak diperlukan karena tidak ada yang sifatnya genting atau mendesak serta tidak ada kekosongan hukum untuk dikeluarkannya perpu.
Seandainya ada para pihak yang tidak berkenan dengan adanya UU KPK, dia menyarankan agar mereka mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Lembaga yudikatif ini baru menerima uji materi UU KPK terhadap UUD NRI Tahun 1945, kata Faisal Santiago, setelah undang-undang tersebut masuk Lembaran Negara.
"Jadi, ada mekanismenya. Itulah gambaran kita sebagai negara hukum," kata Prof. Faisal Santiago ketika merespons pro dan kontra perlunya perpu menyusul aksi massa yang mendesak Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Perpu KPK.
Sebelumnya, politikus Partai Golkar Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. menyarankan agar masyarakat yang menolak UU KPK mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi daripada turun ke jalan.
Baca juga: Moeldoko: Perppu KPK itu buah simalakama
Baca juga: Presiden Jokowi tidak akan buru-buru terbitkan Perppu KPK
Baca juga: Jadi anggota DPR, Yasona minta Presiden tidak terbitkan Perppu KPK