Semarang (ANTARA) - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Provinsi Jawa Tengah mendorong terbentuknya Peraturan Daerah tentang Pesantren untuk memperkuat legalitas dan eksistensi pendidikan pesantren di masyarakat dalam konteks pendidikan keagamaan.
"Diharapkan nantinya dengan lahirnya Perda Pesantren ini dapat secara spesifik mengatur antara lain tentang kelembagaan pesantren, penganggaran honor atau gaji bagi para guru pengajar serta hal lainnya di pesantren," kata Ketua FPKB DPRD Jateng Sarif Abdillah di Semarang, Selasa.
Menurut dia, dengan disahkannya UU Pesantren ke depan, maka ijazah kelulusan pesantren juga memiliki kesetaraan dengan lembaga pendidikan formal lainnya dengan memenuhi jaminan mutu pendidikan yang ada.
Baca juga: Ribuan santri Jepara dilatih menjadi kader antinarkoba
"Nantinya, FPKB melalui semua anggotanya yang ada di Komisi E akan berupaya keras mendorong lahirnya perda ini. Kami menunjuk Abdul Hamid (anggota FPKB, red) untuk mengawal dan memimpin agenda ini," ujarnya.
Sebagai langkah awal, kata Sarif, pihaknya akan menggali lebih dalam pendapat atau petuah para tokoh alim ulama.
Menurut dia, masukan dari kiai sepuh dan para habib di Jawa Tengah sangat diperlukan dalam rangka memperkuat materi yang menjadi kandungan Perda Pesantren tersebut nantinya.
"Diharapkan tidak hanya capaian targetnya melahirkan Perda Pesantren, namun secara substansi perda ini matang secara isi dan implementasinya nanti," katanya.
Anggota FPKB DPRD Jateng Abdul Hamid menambahkan, dirinya berupaya agar ide besar perda ini dapat menjadi usulan utama lewat Komisi E.
"Kita ketahui bersama di Jateng ini sedikitnya ada sekitar 4.000 pesantren, ini merupakan terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Timur," ujarnya.
Hamid menyebutkan, jenjang pendidikan di pesantren saat ini ada tingkat Ula (setingkat MI/SD), Wustho (setingkat MTs/SMP), Ulya (setingkat MA/SMA/SMK), dan Mahad Aly (setingkat perguruan tinggi).
Hal yang tak kalah penting, kata dia, selama ini pesantren menjadi landasan yang secara aktif menangkal paham radikal yang berkembang dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Dengan disahkan UU Pesantren, maka ijazah lulusan pendidikan pesantren sama dengan ijazah pendidikan sekolah formal. Ijazahnya bisa digunakan untuk mendaftar lowongan menjadi aparatur sipil negara," katanya.
Baca juga: Pesantren Madani AS isi libur panjang dengan program Tahfiz Quran
"Diharapkan nantinya dengan lahirnya Perda Pesantren ini dapat secara spesifik mengatur antara lain tentang kelembagaan pesantren, penganggaran honor atau gaji bagi para guru pengajar serta hal lainnya di pesantren," kata Ketua FPKB DPRD Jateng Sarif Abdillah di Semarang, Selasa.
Ia menyebutkan bahwa hal ini juga bagian dari FPKB untuk mengawal secara serius terbitnya UU Pesantren, di mana dengan adanya perda, maka akan semakin memperkuat eksistensi pesantren, khususnya di Jawa Tengah.
Menurut dia, dengan disahkannya UU Pesantren ke depan, maka ijazah kelulusan pesantren juga memiliki kesetaraan dengan lembaga pendidikan formal lainnya dengan memenuhi jaminan mutu pendidikan yang ada.
Baca juga: Ribuan santri Jepara dilatih menjadi kader antinarkoba
"Nantinya, FPKB melalui semua anggotanya yang ada di Komisi E akan berupaya keras mendorong lahirnya perda ini. Kami menunjuk Abdul Hamid (anggota FPKB, red) untuk mengawal dan memimpin agenda ini," ujarnya.
Sebagai langkah awal, kata Sarif, pihaknya akan menggali lebih dalam pendapat atau petuah para tokoh alim ulama.
Menurut dia, masukan dari kiai sepuh dan para habib di Jawa Tengah sangat diperlukan dalam rangka memperkuat materi yang menjadi kandungan Perda Pesantren tersebut nantinya.
"Diharapkan tidak hanya capaian targetnya melahirkan Perda Pesantren, namun secara substansi perda ini matang secara isi dan implementasinya nanti," katanya.
Anggota FPKB DPRD Jateng Abdul Hamid menambahkan, dirinya berupaya agar ide besar perda ini dapat menjadi usulan utama lewat Komisi E.
"Kita ketahui bersama di Jateng ini sedikitnya ada sekitar 4.000 pesantren, ini merupakan terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Timur," ujarnya.
Hamid menyebutkan, jenjang pendidikan di pesantren saat ini ada tingkat Ula (setingkat MI/SD), Wustho (setingkat MTs/SMP), Ulya (setingkat MA/SMA/SMK), dan Mahad Aly (setingkat perguruan tinggi).
Hal yang tak kalah penting, kata dia, selama ini pesantren menjadi landasan yang secara aktif menangkal paham radikal yang berkembang dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Dengan disahkan UU Pesantren, maka ijazah lulusan pendidikan pesantren sama dengan ijazah pendidikan sekolah formal. Ijazahnya bisa digunakan untuk mendaftar lowongan menjadi aparatur sipil negara," katanya.
Baca juga: Pesantren Madani AS isi libur panjang dengan program Tahfiz Quran