Kudus (ANTARA) - Sejumlah pengusaha rokok golongan kecil di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menerima keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 23 persen pada 2020, meskipun akan berdampak pada peningkatan harga rokok di pasaran.
"Kami tidak bisa menolak atau protes, karena sudah diputuskan oleh pemerintah," kata Pemilik Pabrik Rokok Rajan Nabadi Kudus Sutrisno di Kudus, Kamis.
Sebagai perusahaan rokok golongan kecil, kata dia, hanya bisa mematuhi dan mengikuti kebijakan yang sudah diputuskan oleh pemerintah pusat.
Apalagi, lanjut dia, kenaikan tarif cukai rokok merupakan hal biasa karena sudah sering terjadi.
Hal terpenting, katanya, selama ada kenaikan tarif cukai rokok tidak diikuti dengan kenaikan harga bahan baku.
"Persoalan pemasaran, saya tetap siap agar rokok yang diproduksi tetap laku di pasaran," ujarnya.
Ia juga memastikan tidak akan ada pengurangan karyawan karena bisa mempekerjakan orang-orang yang sudah tua merupakan kebanggaan tersendiri.
"Kasihan, jika mereka saya berhentikan sebagai pembuat rokok atau perapi rokok karena untuk beralih kerja juga sulit dengan usia mereka," ujarnya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah mengerti hal itu, bahwa perusahaan rokok kecil juga turut menciptakan lapangan kerja, kenapa justru selalu dipersulit. Sedangkan lapangan kerja di masyarakat juga tidak mudah, terutama untuk mereka yang sudah tua.
Ia justru mempertanyakan kebijakan pemerintah soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Surat Pemberitahuan Pajak Rokok (SPPR) yang dibuat sama dengan perusahaan rokok golongan besar, mengingat tingkat produksi rokok setiap tahunnya juga berbeda-beda.
"Ibarat uang saku yang diberikan anak yang masih sekolah, antara yang masih duduk di bangku SD dengan SMA disamakan, sedangkan kebutuhannya tentu berbeda-beda," ujarnya.
Hal senada, juga diungkapkan pemilik PR Kembang Arum Kudus Peter Muhammad Farouk mengaku hanya bisa menerima keputusan pemerintah yang menaikkan tarif pita cukai rokok.
"Kalaupun protes hingga demo, dipastikan tidak ada manfaatnya karena tidak akan didengar pemerintah dan keputusan juga tidak akan berubah," ujarnya.
Hal terpenting, kata dia, saat ada kenaikan pita cukai rokok yang berimbas pada harga jual eceran rokok tidak dibarengi dengan kenaikan harga bahan baku.
Ia memastikan usahanya tetap bisa berjalan, sedangkan 70-an karyawannya juga tetap bisa bekerja dengan tenang karena tidak berpengaruh pada tingkat produksinya.
Adanya kenaikan tarif pita cukai, diharapkan juga diimbangi dengan kinerja Bea Cukai dalam pengawasan dan pemberantasan rokok ilegal yang semakin meningkat.
Penindakan yang gencar dilakukan, tentunya akan membuat pemasok rokok ilegal di kawasan tertentu menjadi berkurang sehingga produsen rokok legal bisa menjadi alternatif konsumen yang sebelumnya mengonsumsi rokok ilegal.
"Kami tidak bisa menolak atau protes, karena sudah diputuskan oleh pemerintah," kata Pemilik Pabrik Rokok Rajan Nabadi Kudus Sutrisno di Kudus, Kamis.
Sebagai perusahaan rokok golongan kecil, kata dia, hanya bisa mematuhi dan mengikuti kebijakan yang sudah diputuskan oleh pemerintah pusat.
Apalagi, lanjut dia, kenaikan tarif cukai rokok merupakan hal biasa karena sudah sering terjadi.
Hal terpenting, katanya, selama ada kenaikan tarif cukai rokok tidak diikuti dengan kenaikan harga bahan baku.
"Persoalan pemasaran, saya tetap siap agar rokok yang diproduksi tetap laku di pasaran," ujarnya.
Ia juga memastikan tidak akan ada pengurangan karyawan karena bisa mempekerjakan orang-orang yang sudah tua merupakan kebanggaan tersendiri.
"Kasihan, jika mereka saya berhentikan sebagai pembuat rokok atau perapi rokok karena untuk beralih kerja juga sulit dengan usia mereka," ujarnya.
Seharusnya, kata dia, pemerintah mengerti hal itu, bahwa perusahaan rokok kecil juga turut menciptakan lapangan kerja, kenapa justru selalu dipersulit. Sedangkan lapangan kerja di masyarakat juga tidak mudah, terutama untuk mereka yang sudah tua.
Ia justru mempertanyakan kebijakan pemerintah soal penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Surat Pemberitahuan Pajak Rokok (SPPR) yang dibuat sama dengan perusahaan rokok golongan besar, mengingat tingkat produksi rokok setiap tahunnya juga berbeda-beda.
"Ibarat uang saku yang diberikan anak yang masih sekolah, antara yang masih duduk di bangku SD dengan SMA disamakan, sedangkan kebutuhannya tentu berbeda-beda," ujarnya.
Hal senada, juga diungkapkan pemilik PR Kembang Arum Kudus Peter Muhammad Farouk mengaku hanya bisa menerima keputusan pemerintah yang menaikkan tarif pita cukai rokok.
"Kalaupun protes hingga demo, dipastikan tidak ada manfaatnya karena tidak akan didengar pemerintah dan keputusan juga tidak akan berubah," ujarnya.
Hal terpenting, kata dia, saat ada kenaikan pita cukai rokok yang berimbas pada harga jual eceran rokok tidak dibarengi dengan kenaikan harga bahan baku.
Ia memastikan usahanya tetap bisa berjalan, sedangkan 70-an karyawannya juga tetap bisa bekerja dengan tenang karena tidak berpengaruh pada tingkat produksinya.
Adanya kenaikan tarif pita cukai, diharapkan juga diimbangi dengan kinerja Bea Cukai dalam pengawasan dan pemberantasan rokok ilegal yang semakin meningkat.
Penindakan yang gencar dilakukan, tentunya akan membuat pemasok rokok ilegal di kawasan tertentu menjadi berkurang sehingga produsen rokok legal bisa menjadi alternatif konsumen yang sebelumnya mengonsumsi rokok ilegal.