Magelang (ANTARA) - Makin intensif interaksi antarumat beragama dengan dilandasi cara berpikir positif kian mendewasakan iman umat atas agama yang dianutnya, kata Direktur Institute for Interfaith Dialoque in Indonesia (Interfidei) Yogyakarta Elga J. Sarapung.
"Semakin takut dengan perbedaan, makin tidak dewasa imannya. Semakin berinteraksi (antarumat beragama, red.) makin kuat iman. Tidak usah takut berbeda," kata dia di Magelang, Sabtu (27/7) malam.
Ia mengatakan hal tersebut dalam sarasehan bulanan putaran ke-23 yang diselenggarakan komunitas warganet Magelang Raya, "Jamaah Kopdariyah", dengan tema "Nandur Srawung Ngundhuh Sedulur" (Menanam pergaulan memanen persaudaraan).
Pembicara lainnya pada acara di Pendopo Gereja Santo Ignatius Kota Magelang itu, adalah pengasuh Ponpes Raudhatut Thullab Desa Wonosari, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang dan pendiri "Jamaah Kopdariyah" K.H. Ahmad Labib Asrori, serta budayawan Pusat Pastoran Sanjaya Muntilan (PPSM) Kabupaten Magelang Romo Vincentius Kirjito.
Ia mengemukakan tentang pentingnya terus menerus dibangun pengalaman interaksi antarumat beragama sebagaimana dijalani kelompok warganet "Jamaah Kopdariyah" selama ini.
Baca juga: Ketika dalang pelopori pesan toleransi di Pakistan
"Berbeda-beda akan menjadi Muslim yang baik, Kristen yang baik, Katolik yang baik, Buddha yang baik, Hindu yang baik. Tidak untuk kekerasan, kita tetap harus berpikir positif, pikirkan kebaikan untuk semua orang," ucap dia.
Semangat dan komitmen membangun interaksi antarumat beragama, ucap dia, didukung dengan integritas umat guna mewujudkan kehidupan bersama dan penghargaan yang semakin kuat terhadap perbedaan.
Ia mengakui banyak tantangan memperkuat semangat penghargaan dan penghormatan terhadap perbedaan antarumat beragama sebagaimana dijalankan oleh Institut Dialog Antariman di Indonesia atau Institute for Interfaith Dialogue in Indonesia (Institut DIAN/Interfidei) bersama para tokoh lintas agama pada masa lampau.
"Sesudah 30 tahun kerja-kerja (merawat penghormatan antarumat beragama, red.) baru sekarang dirasakan. Pengalaman 30 tahun tidak mudah, tidak mudah merawat, tetapi tidak putus asa, termasuk menghadapi adanya hoaks, karena kita bergaul," kata dia.
Sarasehan yang diikuti umat dari berbagai agama di daerah itu juga disemarakkan dengan sejumlah pementasan kesenian, antara lain karawitan SDK Pendowo Kota Magelang, musik rebana Ponpes Selamat Kota Magelang, Paduan Suara Svara Bhinneka Magelang, Alumni Trip Kebhinekaan Gunung Payung, dan guritan kelompok umat Gereja Santo Ignatius Kota Magelang.
Baca juga: Tina Toon: Milenial kedepankan persatuan dan toleransi
"Semakin takut dengan perbedaan, makin tidak dewasa imannya. Semakin berinteraksi (antarumat beragama, red.) makin kuat iman. Tidak usah takut berbeda," kata dia di Magelang, Sabtu (27/7) malam.
Ia mengatakan hal tersebut dalam sarasehan bulanan putaran ke-23 yang diselenggarakan komunitas warganet Magelang Raya, "Jamaah Kopdariyah", dengan tema "Nandur Srawung Ngundhuh Sedulur" (Menanam pergaulan memanen persaudaraan).
Pembicara lainnya pada acara di Pendopo Gereja Santo Ignatius Kota Magelang itu, adalah pengasuh Ponpes Raudhatut Thullab Desa Wonosari, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang dan pendiri "Jamaah Kopdariyah" K.H. Ahmad Labib Asrori, serta budayawan Pusat Pastoran Sanjaya Muntilan (PPSM) Kabupaten Magelang Romo Vincentius Kirjito.
Ia mengemukakan tentang pentingnya terus menerus dibangun pengalaman interaksi antarumat beragama sebagaimana dijalani kelompok warganet "Jamaah Kopdariyah" selama ini.
Baca juga: Ketika dalang pelopori pesan toleransi di Pakistan
"Berbeda-beda akan menjadi Muslim yang baik, Kristen yang baik, Katolik yang baik, Buddha yang baik, Hindu yang baik. Tidak untuk kekerasan, kita tetap harus berpikir positif, pikirkan kebaikan untuk semua orang," ucap dia.
Semangat dan komitmen membangun interaksi antarumat beragama, ucap dia, didukung dengan integritas umat guna mewujudkan kehidupan bersama dan penghargaan yang semakin kuat terhadap perbedaan.
Ia mengakui banyak tantangan memperkuat semangat penghargaan dan penghormatan terhadap perbedaan antarumat beragama sebagaimana dijalankan oleh Institut Dialog Antariman di Indonesia atau Institute for Interfaith Dialogue in Indonesia (Institut DIAN/Interfidei) bersama para tokoh lintas agama pada masa lampau.
"Sesudah 30 tahun kerja-kerja (merawat penghormatan antarumat beragama, red.) baru sekarang dirasakan. Pengalaman 30 tahun tidak mudah, tidak mudah merawat, tetapi tidak putus asa, termasuk menghadapi adanya hoaks, karena kita bergaul," kata dia.
Sarasehan yang diikuti umat dari berbagai agama di daerah itu juga disemarakkan dengan sejumlah pementasan kesenian, antara lain karawitan SDK Pendowo Kota Magelang, musik rebana Ponpes Selamat Kota Magelang, Paduan Suara Svara Bhinneka Magelang, Alumni Trip Kebhinekaan Gunung Payung, dan guritan kelompok umat Gereja Santo Ignatius Kota Magelang.
Baca juga: Tina Toon: Milenial kedepankan persatuan dan toleransi