Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan kawasan pengembangan tambak ikan kakap putih pertama di Indonesia, tepatnya di Kabupaten Pinrang dan Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa program peningkatan produksi perikanan budi daya berbasis kawasan dengan komoditas andalan terus digalakkan.
"Hal ini tidak terlepas dari komitmen KKP untuk terus menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kegiatan budi daya, sekaligus sebagai strategi peningkatan produksi ikan nasional," kata Slamet.
Untuk mendukung program itu, ujar dia, sepanjang tahun 2018-2019 sebanyak 1,08 juta ekor benih ikan kakap putih telah disalurkan kepada kelompok pembudidaya ikan di Pinrang dengan luas kawasan 1.068 hektare dan 384.000 benih kakap putih di Maros di kawasan seluas 300 hektare.
Baca juga: Mencicip gulai kepala kakap Pak Untung
Setidaknya sebanyak 1.950 ton ikan kakap putih diharapkan ke depan dapat diproduksi dari kawasan ini tiap tahunnya. Pengembangan perikanan budi daya berbasis kawasan, lanjutnya, akan memberikan manfaat baik secara lingkungan, manajemen, maupun pemasaran.
"Dengan konsep kawasan, prinsip-prinsip budi daya berkelanjutan akan lebih mudah diterapkan. Kelompok dapat menjaga lingkungan budi dayanya. Tata letak tambak, inlet dan outlet, tandon, IPAL atau pengolahan air limbah, bio security, pemeliharaan hutan mangrove untuk green belt termasuk manajemen pengelolaan secara berkelompok jauh lebih mudah dapat dilakukan secara kolektif" ucapnya.
Selain itu, ujar dia, pengembangan budi daya berbasis kawasan dengan komoditas andalan selain udang, misalnya kakap putih dan nila salin juga dimaksudkan untuk memutus mata rantai penyakit guna mengembalikan kualitas tanah dan lingkungan tambak, sehingga tambak yang sebelumnya tidak diberdayakan ini kembali produktif dan kegiatan ekonomi masyarakat bisa terus berlanjut.
Pemerintah, terangnya, akan terus berupaya untuk melakukan diversifikasi dan memilih berbagai komoditas yang tepat dan potensial dikembangkan di tambak-tambak idle seperti kakap putih sehingga dapat mencegah pengangguran.
Disinggung dipilihnya Kabupaten Pinrang dan Maros sebagai lokasi pengembangan kawasan kakap putih, Slamet menyebut karena kabupaten ini memiliki potensi lahan tambak yang luas, jumlah pembudidaya yang banyak dan tambak yang kurang produktif cukup luas.
Potensi budi daya payau di Kabupaten Pinrang kurang lebih 15.814 hektare dan di Maros seluas 12.000 hektare yang dimanfaatkan untuk budi daya udang, bandeng, dan rumput laut. Namun, dalam perkembangannya budi daya udang mengalami stagnasi dan cenderung mengalami penurunan produksi akibat menurunnya kualitas lahan tambak dan serangan penyakit.
"Mengapa kakap putih? Kita sudah budi daya udang berpuluh-puluh tahun, sehingga kualitas tanah sudah sangat menurun dan terjangkit penyakit, dengan budi daya kakap putih ini maka diharapkan dapat memutus rantai penyakit," ucapnya.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa program peningkatan produksi perikanan budi daya berbasis kawasan dengan komoditas andalan terus digalakkan.
"Hal ini tidak terlepas dari komitmen KKP untuk terus menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam kegiatan budi daya, sekaligus sebagai strategi peningkatan produksi ikan nasional," kata Slamet.
Untuk mendukung program itu, ujar dia, sepanjang tahun 2018-2019 sebanyak 1,08 juta ekor benih ikan kakap putih telah disalurkan kepada kelompok pembudidaya ikan di Pinrang dengan luas kawasan 1.068 hektare dan 384.000 benih kakap putih di Maros di kawasan seluas 300 hektare.
Baca juga: Mencicip gulai kepala kakap Pak Untung
Setidaknya sebanyak 1.950 ton ikan kakap putih diharapkan ke depan dapat diproduksi dari kawasan ini tiap tahunnya. Pengembangan perikanan budi daya berbasis kawasan, lanjutnya, akan memberikan manfaat baik secara lingkungan, manajemen, maupun pemasaran.
"Dengan konsep kawasan, prinsip-prinsip budi daya berkelanjutan akan lebih mudah diterapkan. Kelompok dapat menjaga lingkungan budi dayanya. Tata letak tambak, inlet dan outlet, tandon, IPAL atau pengolahan air limbah, bio security, pemeliharaan hutan mangrove untuk green belt termasuk manajemen pengelolaan secara berkelompok jauh lebih mudah dapat dilakukan secara kolektif" ucapnya.
Selain itu, ujar dia, pengembangan budi daya berbasis kawasan dengan komoditas andalan selain udang, misalnya kakap putih dan nila salin juga dimaksudkan untuk memutus mata rantai penyakit guna mengembalikan kualitas tanah dan lingkungan tambak, sehingga tambak yang sebelumnya tidak diberdayakan ini kembali produktif dan kegiatan ekonomi masyarakat bisa terus berlanjut.
Pemerintah, terangnya, akan terus berupaya untuk melakukan diversifikasi dan memilih berbagai komoditas yang tepat dan potensial dikembangkan di tambak-tambak idle seperti kakap putih sehingga dapat mencegah pengangguran.
Disinggung dipilihnya Kabupaten Pinrang dan Maros sebagai lokasi pengembangan kawasan kakap putih, Slamet menyebut karena kabupaten ini memiliki potensi lahan tambak yang luas, jumlah pembudidaya yang banyak dan tambak yang kurang produktif cukup luas.
Potensi budi daya payau di Kabupaten Pinrang kurang lebih 15.814 hektare dan di Maros seluas 12.000 hektare yang dimanfaatkan untuk budi daya udang, bandeng, dan rumput laut. Namun, dalam perkembangannya budi daya udang mengalami stagnasi dan cenderung mengalami penurunan produksi akibat menurunnya kualitas lahan tambak dan serangan penyakit.
"Mengapa kakap putih? Kita sudah budi daya udang berpuluh-puluh tahun, sehingga kualitas tanah sudah sangat menurun dan terjangkit penyakit, dengan budi daya kakap putih ini maka diharapkan dapat memutus rantai penyakit," ucapnya.