Temanggung (ANTARA) - Langkah adaptasi iklim perlu terus digalakkan guna memperkuat kapasitas sektor pertanian terhadap dampak perubahan iklim yang sedang dan akan terjadi, kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati.
"Iklim di wilayah Indonesia semakin beragam dan sulit diprediksi, maka langkah adaptasi iklim perlu semakin digalakkan guna memperkuat kapasitas sektor pertanian terhadap dampak perubahan iklim yang sedang dan akan terjadi," kata Dwikorita di Temanggung, Jawa Tengah, Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut usai penutupan sekolah lapang iklim (SLI) tahap 3 yang diselenggarakan BMKG di Dusun Paladan, Desa Tegalsari, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.
Ia mengatakan saat ini pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sedang mengalami kemarau dan puncak pada Agustus. Namun begitu kemarau masih akan terjadi pada September, sedangkan hujan mulai terjadi dan intensif pada Oktober dan November.
" Tahun ini lebih kering dari tahun lalu, rekomendasi yang dikeluarkan BMKG antara lain menyesuaikan pola tanam, menjaga dan membangun irigasi," katanya.
Disampaikan BMKG terus memantau iklim dan memprediskinya untuk beberapa bulan ke depan. Informasi terbaru akan langsung disampaikan pada masyarakat luas, karena hal itu sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan.
"Akhir-akhir ini, kita sering menyaksikan (mendengar) kondisi iklim di wilayah Indonesia yang semakin beragam dan seringkali sulit diprediksi, sebagai contoh terjadi penurunan suhu minimum yang sangat ekstrem melanda wilayah Dieng Wonosobo memasuki minggu ke 3 Juli 2019, mengakibatkan kerugian petani kentang dan sayur mayur di wilayah tersebut," katanya.
Ia menuturkan respons konkret BMKG dalam mendukung aksi adaptasi terhadap perubahan iklim telah melaksanakan kegiatan peningkatan pemahaman informasi iklim bagi para penyuluh pertanian di 34 provinsi dalam bentuk SLI.
Konsep SLI adalah belajar dengan melakukan (Learning by doing) dan belajar dengan mengalami (Learning by experiencing). Dalam kegiatan kali ini adalah SLI tahap 3, di mana para kelompok tani menerapkan pola bercocok tanam berdasarkan saran dan rekomendasi penyuluh lapang pertanian dan dibekali info kondisi iklim yang sedang terjadi pada satu musim tanam dari tim BMKG.
Evaluasi rutin dilakukan setiap 10 hari untuk memonitor kondisi tanaman dan pertumbuhan hama sesuai dengan data lapang iklim.
"Iklim di wilayah Indonesia semakin beragam dan sulit diprediksi, maka langkah adaptasi iklim perlu semakin digalakkan guna memperkuat kapasitas sektor pertanian terhadap dampak perubahan iklim yang sedang dan akan terjadi," kata Dwikorita di Temanggung, Jawa Tengah, Selasa.
Ia menyampaikan hal tersebut usai penutupan sekolah lapang iklim (SLI) tahap 3 yang diselenggarakan BMKG di Dusun Paladan, Desa Tegalsari, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung.
Ia mengatakan saat ini pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sedang mengalami kemarau dan puncak pada Agustus. Namun begitu kemarau masih akan terjadi pada September, sedangkan hujan mulai terjadi dan intensif pada Oktober dan November.
" Tahun ini lebih kering dari tahun lalu, rekomendasi yang dikeluarkan BMKG antara lain menyesuaikan pola tanam, menjaga dan membangun irigasi," katanya.
Disampaikan BMKG terus memantau iklim dan memprediskinya untuk beberapa bulan ke depan. Informasi terbaru akan langsung disampaikan pada masyarakat luas, karena hal itu sangat dibutuhkan untuk berbagai keperluan.
"Akhir-akhir ini, kita sering menyaksikan (mendengar) kondisi iklim di wilayah Indonesia yang semakin beragam dan seringkali sulit diprediksi, sebagai contoh terjadi penurunan suhu minimum yang sangat ekstrem melanda wilayah Dieng Wonosobo memasuki minggu ke 3 Juli 2019, mengakibatkan kerugian petani kentang dan sayur mayur di wilayah tersebut," katanya.
Ia menuturkan respons konkret BMKG dalam mendukung aksi adaptasi terhadap perubahan iklim telah melaksanakan kegiatan peningkatan pemahaman informasi iklim bagi para penyuluh pertanian di 34 provinsi dalam bentuk SLI.
Konsep SLI adalah belajar dengan melakukan (Learning by doing) dan belajar dengan mengalami (Learning by experiencing). Dalam kegiatan kali ini adalah SLI tahap 3, di mana para kelompok tani menerapkan pola bercocok tanam berdasarkan saran dan rekomendasi penyuluh lapang pertanian dan dibekali info kondisi iklim yang sedang terjadi pada satu musim tanam dari tim BMKG.
Evaluasi rutin dilakukan setiap 10 hari untuk memonitor kondisi tanaman dan pertumbuhan hama sesuai dengan data lapang iklim.