Solo (ANTARA) -
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Surakarta menyosialisasikan manfaat program perlindungan dari penyakit akibat kerja (PAK) kepada 100 rumah sakit yang menjadi pusat pelayanan kecelakaan kerja (PLKK).
"PAK adalah penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja," kata Kepala Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Cabang Surakarta Sri Sudarmadi di Solo, Minggu (30/6).
Ia mengatakan contoh PAK yaitu penyakit tuli. Menurut dia, biasanya penyakit tersebut dialami oleh karyawan yang bekerja di pabrik atau perusahaan yang terpapar suara bising, seperti pertambangan.
"Selain itu contohnya adalah penyakit kulit atau dermatitis. Ini dialami oleh pekerja di pabrik yang sering menggunakan bahan kimia di tempat kerja," katanya.
Bedanya PAK dengan jaminan kecelakaan kerja (JKK) yaitu dari sisi klaim, kata Sudarmadi seraya menambahkan jika JKK diklaim ketika pekerja masih bekerja, untuk PAK masih bisa diklaim meskipun hubungan kerja telah berakhir.
"Untuk jangka waktu klaim maksimal tiga tahun setelah berakhirnya hubungan kerja," katanya.
Sedangkan dari sisi hak peserta, dikatakannya, antara PAK dengan JKK sama, yaitu BPJS Ketenagakerjaan akan mengcover biaya pengobatan peserta sampai sembuh.
"Apabila ada kecacatan akibat PAK maka BPJS Ketenagakerjaan juga akan memberikan santunan cacat selayaknya JKK pada umumnya," katanya.
Ia mengatakan sejauh ini BPJS Ketenagakerjaan Cabang Surakarta belum mendapatkan laporan mengenai kasus terjadinya PAK.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Surakarta menyosialisasikan manfaat program perlindungan dari penyakit akibat kerja (PAK) kepada 100 rumah sakit yang menjadi pusat pelayanan kecelakaan kerja (PLKK).
"PAK adalah penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja," kata Kepala Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Cabang Surakarta Sri Sudarmadi di Solo, Minggu (30/6).
Ia mengatakan contoh PAK yaitu penyakit tuli. Menurut dia, biasanya penyakit tersebut dialami oleh karyawan yang bekerja di pabrik atau perusahaan yang terpapar suara bising, seperti pertambangan.
"Selain itu contohnya adalah penyakit kulit atau dermatitis. Ini dialami oleh pekerja di pabrik yang sering menggunakan bahan kimia di tempat kerja," katanya.
Bedanya PAK dengan jaminan kecelakaan kerja (JKK) yaitu dari sisi klaim, kata Sudarmadi seraya menambahkan jika JKK diklaim ketika pekerja masih bekerja, untuk PAK masih bisa diklaim meskipun hubungan kerja telah berakhir.
"Untuk jangka waktu klaim maksimal tiga tahun setelah berakhirnya hubungan kerja," katanya.
Sedangkan dari sisi hak peserta, dikatakannya, antara PAK dengan JKK sama, yaitu BPJS Ketenagakerjaan akan mengcover biaya pengobatan peserta sampai sembuh.
"Apabila ada kecacatan akibat PAK maka BPJS Ketenagakerjaan juga akan memberikan santunan cacat selayaknya JKK pada umumnya," katanya.
Ia mengatakan sejauh ini BPJS Ketenagakerjaan Cabang Surakarta belum mendapatkan laporan mengenai kasus terjadinya PAK.