Semarang (ANTARA) - Penyusunan kabinet hasil Pemilu dan Pemilihan Presiden 2019 diprediksi bakal menerapkan pendekatan pragmatis dengan menempatkan banyak politikus dan tokoh organisasi nonpartai pendukung duet Joko Widodo-Ma'ruf Amin, kata analis politik Mochamad Yulianto.
"Pak Jokowi, saya kira, tetap akan mengakomodasi partai-partai yang telah mendukungnya pada Pilpres 2019. Juga organisasi nonpartai yang memberi dukungan riil kepadanya," katanya di Semarang, Jumat.
Di luar PDI Perjuangan yang menjadi payung besar Jokowi, menurut dosen FISIP Universitas Diponegoro Semarang itu, Golkar, PKB, NasDem, dan PPP harus diakui memiliki kontribusi signifikan dalam menggerakkan konstituennya untuk memilih Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.
Yulianto meyakini pendekatan pragmatisme itu akan diterapkan karena partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (01) itu juga akan menuntut balas imbalan politik dalam bentuk paling konkret, yakni menempatkan orang-orangnya di dalam kekuasaan.
Baca juga: Presiden Jokowi cari menteri berkemampuan eksekusi dan manajerial
Oleh karena itu, ia memperkirakan komposisi kabinet mendatang sekitar 60 persen diisi oleh orang-orang partai politik atau yang disodorkan partai politik pengusung, sedangkan sisanya diisi kaum profesional.
Kalau koalisi diperluas, misalnya, dengan menerima Demokrat dan PAN dalam koalisi baru tersebut, ia memperkirakan komposisinya bisa membengkak menjadi 70 persen.
Yulianto menambahkan Presiden Jokowi juga bakal dengan serius mempertimbangkan beberapa tokoh NU mendapat posisi menteri atau jabatan tinggi lainnya kendati tokoh puncaknya, Ma'ruf Amin, sudah menjadi Wakil Presiden.
"Kedekatan Jokowi dan NU atau sebaliknya memberi sinyal bahwa NU akan diakomodasi di sejumlah pos," katanya.
PKB, partai berbasis massa nahdliyin, katanya, juga bakal menyodorkan sejumlah nama untuk duduk di kabinet.
Baca juga: Rakernas PAN tidak Bahas Posisi di Kabinet Pemerintahan Jokowi-JK
Daya dorong partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019 yang kuat, menurut dia, menyebabkan Jokowi dan PDI Perjuangan tidak bisa leluasa menerapkan penyusunan kabinet berdasarkan profesionalisme atau keahlian seseorang.
"Sejumlah kompromi harus ditempuh dalam penyusunan kabinet mendatang. Ini realitias politik yang harus dihadapi karena faktanya, partai-partai pendukung memang memberi kontribusi suara signifikan bagi kemenangan Jokowi-Ma'ruf," katanya.
Baca juga: Pramono Anung: Presiden Jokowi Yakin Kabinet Barunya Akan Solid
"Pak Jokowi, saya kira, tetap akan mengakomodasi partai-partai yang telah mendukungnya pada Pilpres 2019. Juga organisasi nonpartai yang memberi dukungan riil kepadanya," katanya di Semarang, Jumat.
Di luar PDI Perjuangan yang menjadi payung besar Jokowi, menurut dosen FISIP Universitas Diponegoro Semarang itu, Golkar, PKB, NasDem, dan PPP harus diakui memiliki kontribusi signifikan dalam menggerakkan konstituennya untuk memilih Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.
Yulianto meyakini pendekatan pragmatisme itu akan diterapkan karena partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Kerja (01) itu juga akan menuntut balas imbalan politik dalam bentuk paling konkret, yakni menempatkan orang-orangnya di dalam kekuasaan.
Baca juga: Presiden Jokowi cari menteri berkemampuan eksekusi dan manajerial
Oleh karena itu, ia memperkirakan komposisi kabinet mendatang sekitar 60 persen diisi oleh orang-orang partai politik atau yang disodorkan partai politik pengusung, sedangkan sisanya diisi kaum profesional.
Kalau koalisi diperluas, misalnya, dengan menerima Demokrat dan PAN dalam koalisi baru tersebut, ia memperkirakan komposisinya bisa membengkak menjadi 70 persen.
Yulianto menambahkan Presiden Jokowi juga bakal dengan serius mempertimbangkan beberapa tokoh NU mendapat posisi menteri atau jabatan tinggi lainnya kendati tokoh puncaknya, Ma'ruf Amin, sudah menjadi Wakil Presiden.
"Kedekatan Jokowi dan NU atau sebaliknya memberi sinyal bahwa NU akan diakomodasi di sejumlah pos," katanya.
PKB, partai berbasis massa nahdliyin, katanya, juga bakal menyodorkan sejumlah nama untuk duduk di kabinet.
Baca juga: Rakernas PAN tidak Bahas Posisi di Kabinet Pemerintahan Jokowi-JK
Daya dorong partai politik pendukung Jokowi-Ma'ruf dalam Pilpres 2019 yang kuat, menurut dia, menyebabkan Jokowi dan PDI Perjuangan tidak bisa leluasa menerapkan penyusunan kabinet berdasarkan profesionalisme atau keahlian seseorang.
"Sejumlah kompromi harus ditempuh dalam penyusunan kabinet mendatang. Ini realitias politik yang harus dihadapi karena faktanya, partai-partai pendukung memang memberi kontribusi suara signifikan bagi kemenangan Jokowi-Ma'ruf," katanya.
Baca juga: Pramono Anung: Presiden Jokowi Yakin Kabinet Barunya Akan Solid