Purwokerto (ANTARA) - Tim Alfarobi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menargetkan menjadi juara nasional divisi Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Humanoid dalam ajang Kontes Robot Indonesia (KRI) 2019.
"Tahun kemarin, kami masuk tingkat nasional tetapi tidak mendapat juara. Kami dari UGM selalu masuk ke nasional," kata Mekanik Tim Alfarobi UGM Muhammad Haritsah Mukhlis di sela kegiatan "running test" dan simulasi dalam ajang KRI 2019 Regional III di Auditorium Grha Widyatama, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Ia mengatakan Tim Alfarobi UGM menyiapkan robot sepak bola humanoid untuk ajang KRI 2019 itu sejak Juli 2018 atau pascamengikuti kegiatan KRI 2018 Tingkat Nasional.
Dalam hal ini, kata dia, pihaknya langsung bekerja setelah mengikuti KRI 2018 Tingkat Nasional untuk memperbaiki dan menyempurnakan robot sepak bola humanoid tersebut.
Ia mengakui jika hingga saat ini, pihaknya masih kesulitan untuk menemukan cara agar robot tersebut bisa berjalan dengan benar.
"Tantangan dalam robot humanoid adalah bagaimana agar robot itu bisa berjalan seimbang seperti manusia. Kami masih sulit untuk mencapai itu," katanya.
Ia mengakui dalam menendang bola, robot tersebut hanya mengandalkan rekaman beberapa gerakan secara baku sehingga menggunakan perkiraan agar bisa stabil.
Kendati demikian, dia mengatakan ada beberapa gerakan yang sudah dinamis, sehingga robot tersebut sudah bisa menyeimbangkan sendiri ketika menendang bola.
Lebih lanjut, Haritsah mengakui anggaran yang dibutuhkan untuk membuat robot sangat besar, sehingga pihaknya berusaha mencari sponsor meskipun dari kampus telah memberikan dana.
"Dana untuk membuat robot bisa untuk membeli satu mobil, sehingga kami cari sponsor agar bisa mendapat dana lebih besar lagi," katanya.
Menurut dia, hal itu dilakukan karena sebagian besar komponen yang digunakan untuk membuat robot humanoid diimpor dari Korea Selatan, salah satunya penggerak sendi yang harganya mencapai Rp3 juta hingga Rp4 juta.
Ia mengharapkan adanya dukungan terhadap pengembangan robot di Indonesia yang saat sekarang sedang menuju revolusi industri 4.0 sehingga robot sangat potensial dikembangkan.
Ajang KRI 2019 Regional III yang digelar di Auditorium Grha Widyatama Unsoed Purwokerto, 26-27 April, diikuti 81 tim dari 34 perguruan tinggi di wilayah Jawa bagian tengah serta Kalimantan bagian timur dan selatan.
Kontes robot tersebut terbagi dalam lima divisi, yakni Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Beroda, KRSBI Humanoid, Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI), Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI), dan Kontes Robot ABU Indonesia (KRAI).
Khusus untuk divisi KRSTI, tarian yang dilombakan dalam KRI 2019 berupa tari Jaipong dari Jawa Barat.
"Tahun kemarin, kami masuk tingkat nasional tetapi tidak mendapat juara. Kami dari UGM selalu masuk ke nasional," kata Mekanik Tim Alfarobi UGM Muhammad Haritsah Mukhlis di sela kegiatan "running test" dan simulasi dalam ajang KRI 2019 Regional III di Auditorium Grha Widyatama, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Ia mengatakan Tim Alfarobi UGM menyiapkan robot sepak bola humanoid untuk ajang KRI 2019 itu sejak Juli 2018 atau pascamengikuti kegiatan KRI 2018 Tingkat Nasional.
Dalam hal ini, kata dia, pihaknya langsung bekerja setelah mengikuti KRI 2018 Tingkat Nasional untuk memperbaiki dan menyempurnakan robot sepak bola humanoid tersebut.
Ia mengakui jika hingga saat ini, pihaknya masih kesulitan untuk menemukan cara agar robot tersebut bisa berjalan dengan benar.
"Tantangan dalam robot humanoid adalah bagaimana agar robot itu bisa berjalan seimbang seperti manusia. Kami masih sulit untuk mencapai itu," katanya.
Ia mengakui dalam menendang bola, robot tersebut hanya mengandalkan rekaman beberapa gerakan secara baku sehingga menggunakan perkiraan agar bisa stabil.
Kendati demikian, dia mengatakan ada beberapa gerakan yang sudah dinamis, sehingga robot tersebut sudah bisa menyeimbangkan sendiri ketika menendang bola.
Lebih lanjut, Haritsah mengakui anggaran yang dibutuhkan untuk membuat robot sangat besar, sehingga pihaknya berusaha mencari sponsor meskipun dari kampus telah memberikan dana.
"Dana untuk membuat robot bisa untuk membeli satu mobil, sehingga kami cari sponsor agar bisa mendapat dana lebih besar lagi," katanya.
Menurut dia, hal itu dilakukan karena sebagian besar komponen yang digunakan untuk membuat robot humanoid diimpor dari Korea Selatan, salah satunya penggerak sendi yang harganya mencapai Rp3 juta hingga Rp4 juta.
Ia mengharapkan adanya dukungan terhadap pengembangan robot di Indonesia yang saat sekarang sedang menuju revolusi industri 4.0 sehingga robot sangat potensial dikembangkan.
Ajang KRI 2019 Regional III yang digelar di Auditorium Grha Widyatama Unsoed Purwokerto, 26-27 April, diikuti 81 tim dari 34 perguruan tinggi di wilayah Jawa bagian tengah serta Kalimantan bagian timur dan selatan.
Kontes robot tersebut terbagi dalam lima divisi, yakni Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Beroda, KRSBI Humanoid, Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI), Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI), dan Kontes Robot ABU Indonesia (KRAI).
Khusus untuk divisi KRSTI, tarian yang dilombakan dalam KRI 2019 berupa tari Jaipong dari Jawa Barat.