Semarang (ANTARA) - Progam pembangunan rumah tidak layak huni (RTLH) PT Semen Gresik sejalan dengan kebijakan pemerintah.  Jika mengacu ukuran kecukupan sandang, pangan, dan papan, maka progam dari Semen Gresik setidaknya ikut mengurai salah satu persoalan dari tiga ukuran kelayakan hidup tersebut. Progam ini juga berkontribusi ikut menekan angka kemiskinan, khususnya di Kabupaten Rembang. Seperti apa?

Nelayan memang nyaris identik dengan kemiskinan. Anggapan ini tak berlebihan, sebab penghasilan mereka memang tak menentu, tergantung hasil tangkapan ikan. Nasib mereka berbeda dengan juragan atau pemilik kapal yang lebih sejahtera meski punya sebutan profesi sama: nelayan. 

Saat cuaca buruk menerjang, para nelayan bahkan menganggur selama berbulan-bulan. Potret hidup seperti ini juga  dijalani empat keluarga nelayan Desa Sarang   Meduro, Kecamatan Sarang, Rembang, Jawa Tengah.  

Yakni keluarga  Muhammad Nur Soleh-Siti Asmara, Mukminin-Sarmini, Bahrul Ulum-Siti Mahfudzah, dan Marzuki. Mereka ini penerima progam pembangunan RTLH PT Semen Gresik. Saat ditemui utusan Semen Gresik, Siti Mahfudzah mengapresiasi upaya perusahaan persemenan ini.

Membangun rumah baru adalah cita-citanya yang belum bisa direalisasikan sejak awal menikah beberapa tahun lalu. Ia bahkan hendak mengubur impian   ini. Sebab, kehidupan keluarganya sangat pas-pasan. 

Penghasilan yang diperoleh suaminya, Bahrul Ulum, dari hasil miyang (melaut) habis untuk menutupi kebutuhan harian. Terkadang malah kurang sehingga harus ditutup dengan utang.   

Bahkan, pernah terpaksa menjual barang berharga yang ada di rumahnya agar dapur tetap mengebul.

Dalam sebulan, Bahrul Ulum melaut selama dua kali. Sekali berangkat, waktunya berkisar antara 9 -10 hari karena lokasinya bisa hingga luar perairan Pulau Jawa. 

Bahrul Ulum membawa uang saku Rp250 ribu-Rp300 ribu untuk membeli   berbagai   kebutuhan selama berhari-hari di laut. Namun, saat pulang, hasil yang diperoleh tak menentu. 

Jika mujur bisa meraup hingga Rp750 ribu-Rp1 juta. Namun jika tangkapan sepi, hanya diberi Rp300 ribu-Rp500 ribu oleh juragan pemilik kapal.

“Hasil dari miyang hanya cukup untuk makan saja. Bagaimana mau membangun rumah kalau penghasilan seperti itu. Makanya saya berterima kasih kepada SemenGresik,” kata Siti Mahfudzah. 

Kondisi serupa juga dialami Sarmini. Upah yang diperoleh dari juragan pemilik kapal tempat suaminya, Mukminin bekerja tak menentu.   

Untung saja, selama miyang Mukminin masih mau mencari penghasilan   tambahan. Caranya, saat   kapal  lego jangkar, suaminya mencari ikan sendiri dengan memancing secara manual. 

Ikan hasil pancingan itu yang digunakan untuk menambal kebutuhan keluarganya. “Ini pun hasilnya juga sama tak menentu. Kalau beruntung ikan pancingan sendiri itu bisa dijual hingga ratusan ribu rupiah,” ucapnya.

Agar perekomian keluarga tetap stabil, Siti Asmara mengaku terpaksa bekerja serabutan. Mulai dari menjadi pembantu rumah tangga hingga berjualan  minuman kemasan.   

Meski tak seberapa, hasil dari kerja serabutan itu cukup bisa menopang kebutuhan hidup keluarganya.

“Mau bagaimana lagi, penghasilan suami (Muhammad Nur Soleh) memang pas-pasan.Untung saja ada progam sekolah gratis pemerintah jadi anak-anak masih bisa sekolah,” terangnya.

Tiap tahun
Potret kemiskinan di Kota Garam  bisa dilihat di buku Rancangan Akhir Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Rembang Tahun 2016 – 2021. 

Jika  dibanding daerah lain di Jawa Tengah, indeks  kedalaman kemiskinan Kabupaten Rembang menempati urutan ke-4 dari bawah setelah Brebes, Wonosobo, dan Pemalang.  

Meskipun begitu, tingkat kemiskinan di Kabupaten Rembang selama kurun waktu 2013– 2018 menunjukkan tren menurun. 

Tahun 2013, jumlah penduduk miskin Kabupaten Rembang sebanyak 128.000 jiwa (20,97 persen).  Namun tahun 2018, angkanya turun menjadi 97.440 jiwa (15,41 persen).  

Kepala Unit Komunikasi dan CSR PT Semen Gresik, Kuswandi, mengatakan jajarannya berkomitmen membantu progam penurunan kemiskinan kawasan sekitar perusahaan.

Salah satu upaya yang  dilakukan  melalui  progam pembangunan  RTLH   bagi warga kurang mampu. 

Sejak 2016-2018, sudah ada 43 RTLH yang dibangun. Tahun 2019ini, ada 16 RTLH yang dijadwalkan dibangun lagi dengan dana CSR PT Semen Gresik. Rinciannya, empat unit diperuntukkan khusus bagi warga Desa Sarang Meduro, Kecamatan Sarang, Rembang. 

Dan 12 unit jatah warga enam desa sekitar perusahaan.Ada yang masuk wilayah Blora, namun mayoritas kawasan Kabupaten Rembang.

Rata-rata anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan tiap unit RTLH sekitar Rp47 juta. Namun ada juga yang anggarannya mencapai Rp59 juta. 

Praktis jika ditotal anggaran yang dikucurkan untuk pembangunan puluhan RTLH tersebut mencapai miliaran rupiah. “Ini salah satu bentuk nyata komitmen membantu warga kurang mampu," katanya. 

"Selain progam RTLH kami juga ada beberapa kegiatan lain yang muaranya juga sejalan dengan progam pemerintah untuk menekan angka kemiskinan,” jelas Kuswandi. Bersamaan dengan rampungnya pembangunan empat unit RTLH di Desa Sarang Meduro, Kecamatan Sarang, kata Kuswandi, pihaknya segera melakukan serah terima kepada warga penerima bantuan. 

Rencananya, proses serah terima itu akan digelar akhir April ini. Wagub Gubernur Jateng Taj Yasin, Bupati Rembang H Abdul Hafidz, dan jajaranDireksi PT Semen Gresik dijadwalkan hadir dalam kegiatan tersebut.

“Progam pembangunan RTLH akan kami garap tiap tahun. Semoga lebih banyak lagi warga kurang mampu yang terbantu dengan progam ini,” tutup Kuswandi. (KSM)

Pewarta : KSM
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024