Semarang (ANTARA) - Pakar teknologi informasi (TI) Universitas Dian Nuswantoro Semarang Solichul Huda menilai kasus dugaan pembobolan Rp5,4 miliar oleh oknum nasabah Bank Jateng tersebut dapat terungkap jika Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah itu berani melakukan uji forensik digital.
"Forensik digital diperlukan untuk mengetahui apakah database di Bank Jateng masih asli atau tidak," kata Direktur Indonesia Efraud Watch (IEW) ini di Semarang, Senin.
Menurut dia, jika dugaan pembobolan tersebut dilakulan oleh nasabah yang nakal, hal tersebut cukup mudah dibuktikan.
"Cukup butuh 4 jam saja untuk pembuktian nasabah nakal," katanya.
Melalui uji forensi tersebut, lanjut dia, bukti yang nantinya digunakan di pengadilan bisa dinyatakan sah sebagai barang bukti.
Uji forensik, lanjut dia, juga dapat digunakan untuk mengetahui siapa yang sesungguhnya bersalah dalam pelanggaran di dunia perbankan ini.
Ia menjelaskan terdapat dua kondisi khusus yang menyebabkan gagalnya transaksi pemindah bukuan antarbank.
Pertama, kata dia, saat dilakukan transfer, rekening asal terpotong namun rekening tujuannya tidak bertambah.
Kemungkinan kedua, menurut dia, rekening asal transfer tidak terpotong, sementara rekening tujuan bertambah.
"Untuk kemungkinan kedua secara logika tidak masuk. Hal ini berdasarkan pengalaman saya bekerja sebagai programer bank," katanya.
Oleh karena itu, kasus dugaan pembobolan oleh nasabah ini harus didasarkan pada uji forensik digital untuk mengetahui keaslian data milik Bank Jateng
"Dengan uji forensik bisa diketahui kalau datanya tidak asli, siapa yang mengubah?" katanya.
Sebelumnya diberitakan, oknum nasabah Bank Jateng diduga membobol dana milik BUMD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini yang nilainya mencapai Rp5.4 miliar.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Jateng Ony Suharsono mengatakan bahwa tindak pidana itu diduga dilakukan dengan memanfaatkan mesin ATM yang bermasalah.
"Dari sekitar 900 mesin ATM yang dimiliki Bank Jateng, ada empat mesin yang diduga bermasalah. Semuanya itu berada di Pati," katanya.
Dugaan tindak pidana itu, kata dia, berawal ketika oknum nasabah berinisial R mentransfer sejumlah uang dari rekening BCA ke rekening Bank Jateng.
Nasabah tersebut mentransfer melalui kartu ATM BCA dengan menggunakan mesin ATM Bank Jateng di Kayen, Pati.
Saat proses transfer, lanjut dia, terjadi kegagalan transfer akibat kekeliruan perintah transfer dana yang berakibat rekening di BCA milik R tersebut tidak berkurang, sementara rekening Bank Jateng miliknya justru bertambah.
Mengetahui terjadinya kekeliruan pemindahbukuan itu, kata dia, oknum nasabah tersebut kembali melakukan tindakan yang sama.
"Diketahui sampai 271 transaksi di mesin ATM yang sama," katanya.
"Forensik digital diperlukan untuk mengetahui apakah database di Bank Jateng masih asli atau tidak," kata Direktur Indonesia Efraud Watch (IEW) ini di Semarang, Senin.
Menurut dia, jika dugaan pembobolan tersebut dilakulan oleh nasabah yang nakal, hal tersebut cukup mudah dibuktikan.
"Cukup butuh 4 jam saja untuk pembuktian nasabah nakal," katanya.
Melalui uji forensi tersebut, lanjut dia, bukti yang nantinya digunakan di pengadilan bisa dinyatakan sah sebagai barang bukti.
Uji forensik, lanjut dia, juga dapat digunakan untuk mengetahui siapa yang sesungguhnya bersalah dalam pelanggaran di dunia perbankan ini.
Ia menjelaskan terdapat dua kondisi khusus yang menyebabkan gagalnya transaksi pemindah bukuan antarbank.
Pertama, kata dia, saat dilakukan transfer, rekening asal terpotong namun rekening tujuannya tidak bertambah.
Kemungkinan kedua, menurut dia, rekening asal transfer tidak terpotong, sementara rekening tujuan bertambah.
"Untuk kemungkinan kedua secara logika tidak masuk. Hal ini berdasarkan pengalaman saya bekerja sebagai programer bank," katanya.
Oleh karena itu, kasus dugaan pembobolan oleh nasabah ini harus didasarkan pada uji forensik digital untuk mengetahui keaslian data milik Bank Jateng
"Dengan uji forensik bisa diketahui kalau datanya tidak asli, siapa yang mengubah?" katanya.
Sebelumnya diberitakan, oknum nasabah Bank Jateng diduga membobol dana milik BUMD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini yang nilainya mencapai Rp5.4 miliar.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko Bank Jateng Ony Suharsono mengatakan bahwa tindak pidana itu diduga dilakukan dengan memanfaatkan mesin ATM yang bermasalah.
"Dari sekitar 900 mesin ATM yang dimiliki Bank Jateng, ada empat mesin yang diduga bermasalah. Semuanya itu berada di Pati," katanya.
Dugaan tindak pidana itu, kata dia, berawal ketika oknum nasabah berinisial R mentransfer sejumlah uang dari rekening BCA ke rekening Bank Jateng.
Nasabah tersebut mentransfer melalui kartu ATM BCA dengan menggunakan mesin ATM Bank Jateng di Kayen, Pati.
Saat proses transfer, lanjut dia, terjadi kegagalan transfer akibat kekeliruan perintah transfer dana yang berakibat rekening di BCA milik R tersebut tidak berkurang, sementara rekening Bank Jateng miliknya justru bertambah.
Mengetahui terjadinya kekeliruan pemindahbukuan itu, kata dia, oknum nasabah tersebut kembali melakukan tindakan yang sama.
"Diketahui sampai 271 transaksi di mesin ATM yang sama," katanya.