Purwokerto (Antaranews Jateng) - Dalam penanganan kasus korupsi ke depan harus ada politik hukum yang harus lebih menggigit, kata pakar hukum dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Hibnu Nugroho.

"Dengan pidana yang terlalu ringan ini, saya kira KPK harus berpikir melompat. Artinya, tuntutannya lebih tinggi karena rupanya efek jera ini juga belum menjadikan pengingat, masih terus, itu `kan berarti hukum belum sebagai faktor perubahan sosial sehingga aspek hukum harus dimaksimalkan," kata Prof. Hibnu Nugroho di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.

Selanjutnya, kata Hibnu Nugroho, dari putusan yang dilakukan harus diikuti dengan tata kelola. Begitu ada masalah, pencegahan harus masuk dan tata kelola harus diperbaiki.

Menurut dia, hal itu terjadi karena belum adanya sinergi antara penegak hukum dan Kementerian Keuangan.

Seharusnya, lanjut dia, ketika penegak hukum menemukan masalah, Kementerian Keuangan langsung masuk untuk menelusuri kesalahannya di mana.

"Ini saya kira belum terintegrasi. Begitu ada masalah hukum, penegak hukum yang masuk. Ini `kan suatu yang enggak pas, sebagai penegak hukum tetapi ada tugas-tugas pencegahan," kata penyuluh antikorupsi tingkat utama itu.

Rekomendasi dari KPK dan/atau dari Kejaksaan Agung, kata dia, harusnya masuk ke Kementerian Keuangan untuk dilakukan pembenahan dalam tata kelola keuangan dan sumber daya manusia.

Menyinggung soal debat perdana pasangan calon presiden dan wakil presiden, Hibnu mengatakan bahwa debat pada tanggal 17 Januari 2019 belum menggigit, seperti belum ada rasa yang kebaruan dan belum ada pemikiran-pemikiran yang lebih menjadikan suatu hal yang baru.

Oleh karena itu, kata dia, dalam debat perdana yang mengusung tema hukum, hak asasi manusia, korupsi, dan terorisme itu yang diinginkan sebenarnya adalah bagaimana negara mengoptimalkan pencegahan serta penegakan hukum.

Akan tetapi, lanjut dia, hal itu belum tampak disampaikan kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden saat mengikuti debat perdana tersebut.

"Masih linear-linear atau datar-datar saja, belum ada suatu yang baru untuk menjadikan `shock therapy` (terapi kejutan) bagi peningkatan kewibawaan negara dalam penangan korupsi. Artinya, masih terus berlanjut terus, tidak ada rasa takut," katanya.

Terkait dengan banyaknya kepala daerah maupun anggota legislatif yang terkena kasus korupsi selama tahun 2018, dia mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri perlu mengevaluasi kembali pengalaman tersebut tidak terulang kembali pada tahun-tahun berikutnya

Dalam hal ini, kata dia, harus ada peningkatan pelatihan (workshop), pendidikan, maupun kapasitas sehingga permasalahan korupsi yang berjamaah ke depan tidak terjadi lagi.

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024