Semarang (Antaranews Jateng) - Gandhi Memorial Intercontinental School (GMIS) menegaskan tetap menjunjung budaya ketimuran, Asia dan Indonesia, meski berbasis sekolah internasional.
 
"Kami enggak mau (terlalu bebas, red.). Kami ini agak konservatif, sebagai orang Asia dan orang Indonesia," kata Chairman GMIS Jakarta Suresh G Vaswani saat peresmian GMIS Semarang, Sabtu.
 
Sebagai masyarakat Indonesia di belahan benua Asia yang menganut budaya timur, kata dia, budaya leluhur harus dihormati yang selalu mengajarkan hormat kepada orang tua.
 
Di bawah naungan Yayasan GSL (Gandhi Seva Loka) Indonesia, GMIS mengembangkan sekolah di Semarang yang merupakan cabang ketiganya, setelah GMIS Jakarta dan GMIS Bali.
 
Di Semarang, GMIS sudah berdiri sejak Januari 2015 menempati gedung sementara di Jalan Setiabudi Semarang, kemudian pindah ke kampus baru di Jalan Bukit Panorama, Perumahan Graha Candi Golf, Semarang.

Suresh menambahkan GMIS bersifat nonsekuler dan juga tidak berbasiskan agama tertentu meskipun mengusung nama Gandhi.

 "Meskipun pakai nama Gandhi, sekolah ini tidak berbasis agama. Sesuai filosofi Gandhi, semua agama terbuka untuk sekolah. Pendidikan adalah yang paling penting," katanya.

 Untuk kualitas, kata dia, pendidikan di GMIS tidak perlu diragukan lagi, apalagi GMIS Jakarta sudah beroperasi sejak lama dari 1950.
 
"Kami sudah buka di Jakarta dari 1950, sudah lama. Di Bali, sudah 10 tahun. Sekarang ini, baru secara resmi buka di Semarang. Kami mengharapkan bisa memberikan kontribusi kepada Jawa Tengah," katanya.
 
Tahun ini, GMIS Semarang menggunakan kurikulum internasional dari Oxford AQA, tetapi tetap tidak meninggalkan kurikulum nasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
 
"Kurikulum dari Kemendikbud tetap ada, diajarkan, harus itu. Termasuk harus ikut ujian nasional untuk warga negara Indonesia (WNI) yang bersekolah di sini. Kalau warga negara asing (WNA), terserah," katanya.

 Sebagai sekolah internasional, kata dia, GMIS Semarang juga tengah merintis menjadi sekolah IB (International Baccalaureate), sebagaimana GMIS Jakarta yang pertama, disusul GMIS Bali.

 "Kami juga tidak cari laba, nirlaba. Untuk biaya, karena pakai guru asing juga, guru lokal yang bisa bahasa Inggris, pasti bayarnya lebih mahal. Tetapi, saya usahakan dan yakin paling murah di seluruh Jateng," kata Suresh.

Sementara itu, Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Heru Setiadi mengharapkan peran GMIS Semarang bisa bersama membangun sumber daya manusia (SDM).

"Sekolah yang berafiliasi atau berkiblat ke luar negeri atau asing, seringkali disalahartikan, dimaknai, hanya mengembangkan kebebasan berpikir, bersikap, dan bertindak," katanya.

 Namun, Heru meyakini GMIS Semarang tetap menjunjung tinggi pengembangan budi pekerti dalam proses pendidikan, di samping pengembangan keterampilan, intelektualitas, dan kecerdasan. 

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024