Purwokerto (Antaranews Jateng) - Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, memantau perkembangan harga beras di pasaran yang cenderung naik, kata Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Banyumas Didi Rudwiyanto.

"Berdasarkan evaluasi terakhir, kita belum perlu operasi pasar (terhadap beras) namun kami akan lihat perkembangan harga ke depan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Selasa.

Menurut dia, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten Banyumas terus memantau perkembangan harga beras di pasaran sehingga ketika harganya terus melonjak, tidak menutup kemungkinan akan menggelar operasi pasar.

Ia mengakui ketika pemerintah masih menyalurkan beras keluarga sejahtera (rastra) bagi keluarga miskin, gejolak kenaikan harga beras dapat dikendalikan dengan mempercepat penyaluran rastra.

Akan tetapi saat sekarang, kata dia, penyaluran rastra sudah dihentikan dan digantikan dengan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

"Kami terus pantau, kalau memang operasi pasar sudah diperlukan, kami akan segera bertindak," tegasnya.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyumas Widarso mengatakan berdasarkan hasil rapat terakhir dengan Perum Bulog Subdivisi Regional Banyumas, stok pangan masih mencukupi kebutuhan hingga empat bulan ke depan sehingga masih aman.

"Namun dari sisi teknis, masa pacekliknya panjang karena datangnya musim hujan berlangsung mundur, sekarang baru memasuki masa tanam, sehingga masa panen raya diperkirakan paling cepat awal bulan Februari 2019, sedangkan harga beras di pasaran sudah mulai merangkak naik," katanya.

Ia mengakui area persawahan di daerah sabuk Gunung Slamet dalam beberapa bulan terakhir ada yang panen, namun beras yang dihasilkan sangat sedikit.

Oleh karena itu, kata dia, gejolak kenaikan harga beras di pasaran perlu diantisipasi agar tidak makin melonjak seperti yang terjadi pada awal 2018.

"Apalagi sekarang sudah tidak ada penyaluran rastra karena telah diganti BPNT. Kemarin saat rapat TPID, kami sudah memberi masukan agar `e-warung` yang melayani BPNT, dikumpulkan dan duduk bersama-sama untuk mengantisipasi kenaikan harga beras," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, jika "e-warung" tersebut kehabisan stok beras dapat langsung berhubungan dengan Bulog sehingga pasokan dapat dipenuhi tanpa terpengaruh gejolak kenaikan harga.

Ia mengatakan jika `e-warung` sampai kehabisan stok beras dan tidak melakukan upaya ke Bulog, dikhawatirkan pemasok berasnya akan mempermainkan harga sehingga dapat memicu terjadinya inflasi.

Sebelumnya, Kepala Bulog Subdivre Banyumas Sony Supriyadi mengatakan stok beras kualitas medium di gudang Bulog Banyumas masih sangat banyak karena mencapai kisaran 20.000 ton.

Menurut dia, masih banyaknya stok beras medium tersebut disebabkan saat sekarang empat kabupaten di wilayah kerja Bulog Banyumas, yakni Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara tidak lagi menyalurkan beras keluarga sejahtera (rastra) karena sudah berganti dengan bantuan pangan nontunai (BPNT).

"Kami juga terus melaksanakan Gerakan Stabilisasi Harga Pangan (GSHP) sebagai upaya mengantisipasi gejolak kenaikan harga beras di pasaran," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Perberasan Banyumas (APB) Fatkhurrohman memperkirakan harga beras di pasaran akan terus melonjak karena musim tanam padi berlangsung mundur sehingga pada bulan Januari 2019 belum ada yang panen.

"Apalagi nanti akan terjadi permintaan terhadap beras secara serentak dari para penerima BPNT, sedangkan stok beras sangat sedikit. Padahal dalam BPNT telah ditentukan bahwa harga beras diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga kemungkinan harga beras terus melonjak," katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan stok beras Bulog masih banyak sehingga nantinya akan ada operasi pasar untuk meredam gejolak kenaikan harga beras. 

Pewarta : Sumarwoto
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024