Nusa Dua, Bali (Antaranews Jateng) - Penasihat atau Advisor Indonesia ESports Premiere League (IESPL) Danny Oei Wirianto menekankan pentingnya liga esports nasional bagi perkembangan esports di Indonesia.
"Kalau cuma bergantung dengan publisher game, maka nasib kita bergantung sama publisherapakah mereka mau menggelar atau tidak. Main game itu sama dengan latihan," ujar Danny di Nusa Dua, Bali pada Kamis.
Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa kunci bermain game adalah latihan, maka setiap pekannya semakin banyak pemain itu berlatih maka kemampuannya akan semakin baik dan juga semakin sering dia bertarung melawan dan mengalahkan tim-tim esports yang tangguh maka prestasinya akan semakin meningkat.
"Ini yang berusaha kita lakukan. Buat ekosistemnya menjamur, orang mulai suka dengan ekosistem dan pemainnya makin jago," tutur Danny.
Menurutnya, ketika pemenang liga esports nasional kita bertarung dengan tim esports dari luar negeri misalnya tim dari Filipina yang lumayan kuat dan bisa menang. Mengapa? karena setiap hari diadu sama tim yang kuat, jadi seperti latihan.
Danny menjabarkan bahwa liga esports nasional menggelar pertandingan setiap pekannya, mirip dengan liga sepakbola yang berlangsung selama satu musim per tahun. Sedangkan turnamen esports bersifat satu kali pertandingan kemudian selesai dan tidak ada keberlanjutannya.
Danny Wirianto merupakan salah satu pembicara dari para pakar dan pelaku ekonomi kreatif dalam World Conference on Creative Economy atau WCCE di Bali.
Penasihat IESPL itu menyampaikan materi mengenai esports berjudul "In Gamer, We Trust" dalam konferensi tersebut, dan menjelaskan tiga alasan mengapa esports begitu populer saat ini.
Menurut dia, terdapat tiga faktor mengapa esports bisa populer. Pertama, papar dia, peralihan dari personal computer (PC) ke mobile dimana teknologi mobile memungkinkan pemain memainkan game dimanapun dan kapanpun.
"Faktor kedua adalah peralihan dari fitur single player ke multiplayer sehingga bermain game saat ini bukan lagi sekedar saya melawan diri saya, namun saya melawan dunia sehingga saya bisa bertarung dengan pemain dari Amerika atau Korea," lanjutnya.
"Faktor yang ketiga yakni peralihan bermain menjadi menonton game jadi ekosistemnya secara keseluruhan menjadi semakin menarik mengingat banyak orang menonton pertandingan game karena mereka ingin terhibur dan untuk belajar agar lebih baik," tambah dia dalam presentasi di konferensi WCCE.
Baca juga: Kembangkan e-Sports, Moonton siap gandeng mitra lokal
Baca juga: One Championship rambah bisnis eSports pada 2019
"Kalau cuma bergantung dengan publisher game, maka nasib kita bergantung sama publisherapakah mereka mau menggelar atau tidak. Main game itu sama dengan latihan," ujar Danny di Nusa Dua, Bali pada Kamis.
Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa kunci bermain game adalah latihan, maka setiap pekannya semakin banyak pemain itu berlatih maka kemampuannya akan semakin baik dan juga semakin sering dia bertarung melawan dan mengalahkan tim-tim esports yang tangguh maka prestasinya akan semakin meningkat.
"Ini yang berusaha kita lakukan. Buat ekosistemnya menjamur, orang mulai suka dengan ekosistem dan pemainnya makin jago," tutur Danny.
Menurutnya, ketika pemenang liga esports nasional kita bertarung dengan tim esports dari luar negeri misalnya tim dari Filipina yang lumayan kuat dan bisa menang. Mengapa? karena setiap hari diadu sama tim yang kuat, jadi seperti latihan.
Danny menjabarkan bahwa liga esports nasional menggelar pertandingan setiap pekannya, mirip dengan liga sepakbola yang berlangsung selama satu musim per tahun. Sedangkan turnamen esports bersifat satu kali pertandingan kemudian selesai dan tidak ada keberlanjutannya.
Danny Wirianto merupakan salah satu pembicara dari para pakar dan pelaku ekonomi kreatif dalam World Conference on Creative Economy atau WCCE di Bali.
Penasihat IESPL itu menyampaikan materi mengenai esports berjudul "In Gamer, We Trust" dalam konferensi tersebut, dan menjelaskan tiga alasan mengapa esports begitu populer saat ini.
Menurut dia, terdapat tiga faktor mengapa esports bisa populer. Pertama, papar dia, peralihan dari personal computer (PC) ke mobile dimana teknologi mobile memungkinkan pemain memainkan game dimanapun dan kapanpun.
"Faktor kedua adalah peralihan dari fitur single player ke multiplayer sehingga bermain game saat ini bukan lagi sekedar saya melawan diri saya, namun saya melawan dunia sehingga saya bisa bertarung dengan pemain dari Amerika atau Korea," lanjutnya.
"Faktor yang ketiga yakni peralihan bermain menjadi menonton game jadi ekosistemnya secara keseluruhan menjadi semakin menarik mengingat banyak orang menonton pertandingan game karena mereka ingin terhibur dan untuk belajar agar lebih baik," tambah dia dalam presentasi di konferensi WCCE.
Baca juga: Kembangkan e-Sports, Moonton siap gandeng mitra lokal
Baca juga: One Championship rambah bisnis eSports pada 2019