Borobudur, Jateng (Antaranews Jateng) - Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Desa Tamanrejo, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah mengembangkan potensi wisata alam Watu Tumpuk di kawasan Gunung Prau agar makin menarik wisatawan.

"Pengembangannya antara lain melalui promosi wisata, menjalin jejaring dengan pelaku wisata, dan penyediaan sarana dan prasarana," kata Direktur BUMDes Tamanrejo M. Taufik di Borobudur, Rabu.

Ia mengatakan hal itu di sela pertemuan dengan pendiri Yayasan Brayatpanangkaran Borobudur Kabupaten Magelang, Suroco, untuk membicarakan kerja sama antara kedua pihak dalam pengembangan seni, budaya, dan pariwisata.

Ia menjelaskan di desanya dengan ketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan air laut di Gunung Prau Kabupaten Kendal di kawasan Dataran Tinggi Dieng itu, terdapat bentang alam berupa tebing setinggi 30 meter dan panjang 100 meter yang oleh warga setempat diberi sebutan "Watu Tumpuk".

"Selama ini sering dikunjungi warga lokal untuk berwisata dan 'selfie' (swafoto)," kata Taufik yang juga mantan Kepala Desa Tamanrejo, Kecamatan Sukorejo itu.

Hingga saat ini, katanya, pengelolaan objek wisata alam itu oleh kalangan pemuda setempat. Keramaian pengunjung "Watu Tumpuk" pada setiap Minggu dengan jumlah mencapai ratusan orang, terutama dari masyarakat lokal.

Ia menyebut tiket masuk objek wisata tersebut Rp5.000 per orang. Warga setempat membuka warung kuliner secara dadakan ketika banyak pengunjung.

Pihaknya akan mengemas aktivitas kepariwisataan "Watu Tumpuk" melalui sejumlah atraksi, terutama pementasan kesenian tradisional daerah setempat.

Ia menyebut beberapa waktu lalu ahli geologi dari Australia pernah mengunjungi "Watu Tumpuk" dengan menyebutkan bahwa batuan itu jenis batu vulkanik yang telah tergerus air bertahun-tahun sehingga menjadi tumpukan lempengan batuan.

Ia mengatakan di bawah "Watu Tumpuk" terdapat aliran sungai dengan airnya yang dipercaya bisa membuat siapa saja yang mandi di tempat itu awet muda dan sembuh dari penyakitnya.

"Ada mitos seperti itu, yang mandi di situ akan awet muda dan sehat," kata dia.

 Ziarah Makam
Pihaknya juga merencanakan pengembangan pengelolaan wisata ziarah Makam Wali Seiban Taman Rejo agar memberikan kenyamanan para peziarah yang biasanya datang dari berbagai daerah.

Ia menyebut tokoh yang dimakamkan di tempat itu sebagai sesepuh desa yang pada masanya yang berjasa karena kegiatan sosial kemasyarakatan dan keagamaan pada masa lampau.

"Beliau wafat pada awal tahun 1990-an dalam usia 90 tahun. Semasa hidupnya banyak kegiatan sosial keagamaan di berbagai tempat terutama di kawasan pantura Jateng, seperti membangun jalan, irigasi, mushalla, dan masjid," kata dia.

Para peziarah yang ramai berdatangan ke pemakaman itu untuk berdoa, terutama pada Bulan Ruwah (Kalender Jawa) yang mencapai ratusan orang setiap hari, antara lain dari Cirebon, Pemalang, dan Batang, di mana di daerah-daerah tersebut terdapat petilasannya.

Pihaknya akan menyediakan area parkir kendaraan para peziarah dan tempat warung kuliner yang memadai di sekitar pemakaman. Selama ini, warga setempat memanfaatkan keramaian peziarah dengan membuka warung kuliner seperti nasi jagung, keripik singkong, buah jambu, dan minuman.

Sejumlah potensi wisata setempat lainnya di daerah itu, seperti wisata pemancingan Wonorojo dan lukisan tiga dimensi. 

Pewarta : M. Hari Atmoko
Editor : Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024