Klaten (Antaranews Jateng) - Permintaan ekspor produk kerajinan bebek dengan bahan baku bambu di Desa Jambu Kulon, Ceper, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, terus meningkat mencapai 50 persen dibanding bulan sebelumnya.
"Kami melayani oder dari sejumlah supplier untuk diekspor ke luar negeri seperti Belgia, Jerman, dan Inggris pada bulan ini, mencapai 1.300 buah atau meningkat sekitar 50 persen dibanding bulan sebelumnya," kata Eni Purwanti (35) seorang pengrajin asal Desa Jambu Kulon RT 02/RW 10, Kecamatan Ceper, di Klaten, Rabu.
Menurut Eni Purwanti, produk kerajinan bebek dari bambu memang memiliki karakteristik tersendiri sehingga mampu menembus pasar mancanegara melalui supplier yang ada di Solo, Jepara, Semarang Jateng, Yogyakarta, dan Bali.
"Saya hanya menyediakan produknya, sedangkan ekspor barang dilakukan para suppleir di beberapa daerah termasuk asal Bali," kata Eni.
Menurut Eni, pihaknya dengan menggunakan sebanyak lima tenaga kerja harus berkerja ekstra agar mampu memenuhi permintaan pasar. Bahkan, pihaknya juga melibatkan pengrajin lain untuk mendukung produksinya.
"Kemampuan produksi rata-rata sekitar 1.000 buah per bulan hingga finishing atau siap dikirim," kata Eni.
Menyinggung soal bahan baku untuk memproduksi kerajinan bebek, kata Eni untuk sementara ada kendala masalah bahan baku yang sulit dicari sebulan terakhir ini. Hal ini, karena ?banyak petani yang sedang menggarap lahannya sehingga mereka belum bisa mencarikan bambu.
"Bahan bambu agak sulit, saya harus mencari hingga ke Gunung Kidul Yogyakarta dan Bojonegoro Jatim," katanya.
Harga kerajinan bebek untuk kualitas ekspor cukup bervariasi dan tergantung kualitas dan besar kecil ukuran barang. Harga masih stabil antara Rp8.000 per buah higga Rp250 ribu per buah.
"Permintaan kerajinan bebek ini, diperkirakan akan terus meningkat hingga Desember mendatang," kata Eni yang mengaku menekuni kerajinan bebek sudah sejak 2012.?
Menurut dia pengrajin bebek di Desa Jambu Kulon Klaten beberapa tahun yang lalu memang banyak, sehingga daerah ini, termasuk daerah sentral kerajinan. Namun, jumlah pengrajin hingga sekarang mengalami penyusutan dan hanya beberapa orang masih bertahan.
"Kami memproduksi kerajinan bebek terus melakukan inovatif dan melihat perkembangan yang sedang ngetren untuk melayani permintaan pasar," kata Eni.
"Kami melayani oder dari sejumlah supplier untuk diekspor ke luar negeri seperti Belgia, Jerman, dan Inggris pada bulan ini, mencapai 1.300 buah atau meningkat sekitar 50 persen dibanding bulan sebelumnya," kata Eni Purwanti (35) seorang pengrajin asal Desa Jambu Kulon RT 02/RW 10, Kecamatan Ceper, di Klaten, Rabu.
Menurut Eni Purwanti, produk kerajinan bebek dari bambu memang memiliki karakteristik tersendiri sehingga mampu menembus pasar mancanegara melalui supplier yang ada di Solo, Jepara, Semarang Jateng, Yogyakarta, dan Bali.
"Saya hanya menyediakan produknya, sedangkan ekspor barang dilakukan para suppleir di beberapa daerah termasuk asal Bali," kata Eni.
Menurut Eni, pihaknya dengan menggunakan sebanyak lima tenaga kerja harus berkerja ekstra agar mampu memenuhi permintaan pasar. Bahkan, pihaknya juga melibatkan pengrajin lain untuk mendukung produksinya.
"Kemampuan produksi rata-rata sekitar 1.000 buah per bulan hingga finishing atau siap dikirim," kata Eni.
Menyinggung soal bahan baku untuk memproduksi kerajinan bebek, kata Eni untuk sementara ada kendala masalah bahan baku yang sulit dicari sebulan terakhir ini. Hal ini, karena ?banyak petani yang sedang menggarap lahannya sehingga mereka belum bisa mencarikan bambu.
"Bahan bambu agak sulit, saya harus mencari hingga ke Gunung Kidul Yogyakarta dan Bojonegoro Jatim," katanya.
Harga kerajinan bebek untuk kualitas ekspor cukup bervariasi dan tergantung kualitas dan besar kecil ukuran barang. Harga masih stabil antara Rp8.000 per buah higga Rp250 ribu per buah.
"Permintaan kerajinan bebek ini, diperkirakan akan terus meningkat hingga Desember mendatang," kata Eni yang mengaku menekuni kerajinan bebek sudah sejak 2012.?
Menurut dia pengrajin bebek di Desa Jambu Kulon Klaten beberapa tahun yang lalu memang banyak, sehingga daerah ini, termasuk daerah sentral kerajinan. Namun, jumlah pengrajin hingga sekarang mengalami penyusutan dan hanya beberapa orang masih bertahan.
"Kami memproduksi kerajinan bebek terus melakukan inovatif dan melihat perkembangan yang sedang ngetren untuk melayani permintaan pasar," kata Eni.