Solo (Antaranews Jateng) - Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan (FPKBL) mengajak masyarakat lebih mengenali batik mulai dari sejarah, filosofi, hingga tidak enggan untuk mengenakan pakaian batik di berbagai kesempatan.
     
"Sebetulnya batik mengandung filosofi yang sangat tinggi, yaitu tentang kemandirian dan tolong-menolong," kata pengusaha batik sekaligus Ketua FPKBL Alpha Fabela Priyamono di Solo, Senin.
     
Pemilik Toko Batik Mahkota ini mengatakan dari sisi psikologis, membatik artinya membentuk karakter yang tekun, teliti, cermat, dan fokus.
     
"Ini elemen yang membentuk karakter kemandirian. Meski demikian, saat ini sisi kemandirian maupun tolong-menolong sudah mulai berkurang," katanya.
     
Ia mengatakan hal itu terlihat dari produksi batik di dalam negeri yang masih bergantung pada bahan baku impor, di antaranya kapas untuk kain dan pewarna sintetis. 
     
Meski demikian, dikatakannya, saat ini sebagian produsen batik mulai menerapkan penggunaan pewarna alami.
   
 "Sejauh ini sudah ada kemajuan dari sisi riset, beberapa tujuannya adalah mempercepat proses dan menjadikan hasil pewarna alam menjadi lebih cemerlang," katanya.
   
Sementara itu, ia berharap agar dengan perkembangan batik masyarakat bisa makin menghargai salah satu kekayaan Indonesia yang sudah diakui oleh UNESCO tersebut.
   
 "Ini harus dipertahankan, yaitu harus ada yang memproduksi, memakai, dan membeli batik tetapi jangan lupa bahwa harus ada yang mengedukasi, pemahaman batik bisa diajarkan ke masyarakat secara utuh," katanya.
     
Ia berharap melalui Peringatan Hari Batik yang jatuh pada tanggal 2 Oktober menjadikan masyarakat makin mencintai batik dan ikut berperan dalam mengembangkan komoditas tersebut.
 

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Sumarwoto
Copyright © ANTARA 2024