Jakarta (Antaranews Jateng) - Tidak semua film Indonesia yang diputar di bioskop mendapat jutaan penonton. Hal ini disadari betul oleh sutradara kenamaan, Riri Riza.
"Warkop DKI Reborn", "Dilan 1990", "Danur", "Ayat-Ayat Cinta" dan "Ada Apa Dengan Cinta" adalah beberapa contoh dari film Indonesia yang memiliki jumlah penonton di atas satu juta. Apakah semua film yang dirilis bisa meraih angka serupa? Tentu tidak. Ada banyak hal yang menentukannya.
Pemilihan pemain, jalan cerita dan genre juga menjadi faktor penentu jumlah penonton. Riri Riza pun tahu pasti akan hal ini. Dia juga mengatakan bahwa produser film juga harus tahu bahwa film bertema sejarah, biografi atau budaya bukanlah film yang bisa dikomersilkan.
Baca juga: Film dinilai sebagai aset diplomasi yang paling efektif
"Kita sebagai produser harus tahu betul bahwa tidak semua film bisa ditonton masyarakat luas. Seperti 'Soegieja" penontonnya tidak bisa seperti 'Ayat-Ayat Cinta''. Tapi sebagai produser, kita juga harus bisa melihat bahwa film seperti ini diputar outlet lain, festival misalnya atau tempat lain selain bioskop," jelas sutradara "Kulari ke Pantai" itu saat berbincang di Jakarta.
Permasalah seperti di atas tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di semua negara. Oleh karena itu, produser pun dituntut harus jeli membaca pasar.
"Di mana pun Singapura, Hong Kong dan lainnya, punya kesadaran bahwa pasar itu beragam. Memang begitu, film tertentu hanya bisa diputar di tempat tertentu. Misalnya film Mohammad Hatta kalau diputar di bioskop, memang laku? Pasti ngebosenin. Tapi kalau diputar di fakultas ekonomi, baru sesuai karena bicara tentang konsep ekonomi," papar dia.
Baca juga: Riri Riza ungkap pesan di balik film Kulari Ke Pantai
Baca juga: Alasan Riri Riza buat film perjalanan
Dengan perkembangan teknologi, Riri mengatakan bahwa bioskop bukanlah satu-satunya tempat untuk memasarkan film. Banyak channel lain, salah satunya aplikasi digital.
"Ini era yang baru, kita tidak perlu nonton di satu channel. Bioskop sudah bukan jadi media film satu-satunya," tandas Riri.
"Warkop DKI Reborn", "Dilan 1990", "Danur", "Ayat-Ayat Cinta" dan "Ada Apa Dengan Cinta" adalah beberapa contoh dari film Indonesia yang memiliki jumlah penonton di atas satu juta. Apakah semua film yang dirilis bisa meraih angka serupa? Tentu tidak. Ada banyak hal yang menentukannya.
Pemilihan pemain, jalan cerita dan genre juga menjadi faktor penentu jumlah penonton. Riri Riza pun tahu pasti akan hal ini. Dia juga mengatakan bahwa produser film juga harus tahu bahwa film bertema sejarah, biografi atau budaya bukanlah film yang bisa dikomersilkan.
Baca juga: Film dinilai sebagai aset diplomasi yang paling efektif
"Kita sebagai produser harus tahu betul bahwa tidak semua film bisa ditonton masyarakat luas. Seperti 'Soegieja" penontonnya tidak bisa seperti 'Ayat-Ayat Cinta''. Tapi sebagai produser, kita juga harus bisa melihat bahwa film seperti ini diputar outlet lain, festival misalnya atau tempat lain selain bioskop," jelas sutradara "Kulari ke Pantai" itu saat berbincang di Jakarta.
Permasalah seperti di atas tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi hampir di semua negara. Oleh karena itu, produser pun dituntut harus jeli membaca pasar.
"Di mana pun Singapura, Hong Kong dan lainnya, punya kesadaran bahwa pasar itu beragam. Memang begitu, film tertentu hanya bisa diputar di tempat tertentu. Misalnya film Mohammad Hatta kalau diputar di bioskop, memang laku? Pasti ngebosenin. Tapi kalau diputar di fakultas ekonomi, baru sesuai karena bicara tentang konsep ekonomi," papar dia.
Baca juga: Riri Riza ungkap pesan di balik film Kulari Ke Pantai
Baca juga: Alasan Riri Riza buat film perjalanan
Dengan perkembangan teknologi, Riri mengatakan bahwa bioskop bukanlah satu-satunya tempat untuk memasarkan film. Banyak channel lain, salah satunya aplikasi digital.
"Ini era yang baru, kita tidak perlu nonton di satu channel. Bioskop sudah bukan jadi media film satu-satunya," tandas Riri.