Semarang (Antaranews Jateng) - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mencatat alokasi dana desa selama tiga tahun terakhir mampu menurunkan angka kemiskinan hingga 4,5 persen perdesaan.
"Angka `stunting` (anak kerdil) di perdesaan turun sekitar 10 persen," kata Kepala Biro Hukum dan Tata Laksana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Unfang Mugopal saat membuka Sosialisasi Tentang Penggunaan Dana Desa 2018 dan Upaya Pencegahan Penyimpangan, di Semarang, Rabu malam.
Alokasi dana desa, lanjut dia, mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir.
Saat awal pencanangan dana desa pada 2015, alokasi yang dianggarkan mencapai Rp20,7 triliun, sementara pada 2016 naik menjadi Rp46,9 triliun.
Pada 2017 dan 2018, kata dia, alokasi dana desa mencapai Rp60 triliun.
Menurut dia, dana desa berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan.
Akan tetapi, lanjut dia, masih ada oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri.
Ia mengungkapkan terdapat sejumlah area rawan penyimpangan dalam penggunaan dana desa, mulai dari perencanaan, rekayasa penyaluran, laporan yang direkayasa, hingga penggunaan fiktif.
Oleh katena itu, kata dia, butuh dukungan semua pihak, termasuk kejaksaan dalam mengawal dan mendukung penyaluran dana desa melalui upaya pencegahan.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Pembangunan Strategis Kejaksaan Agung Ranu Miharja mengatakan pengguanaan dana desa yang tidak transparan berpotensi menimbulkan konflik.
Selain itu, lanjut dia, banyak pengguna anggaran yang dihantui rasa takut dalam melaksanakan proyek berpengaruh terhadap lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Ia menyebut peran penting Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan di tingkat daerah dan pusat dalam mengawal berbagai proyek yang bersumber dari uang negara.
"2017 lalu terdapat uang negara sekitar Rp977 triliun yang didampingi pengelolaannya oleh kejaksaan, naik delapan kali lipat dibanding tahun sebelumnya," katanya.
"Angka `stunting` (anak kerdil) di perdesaan turun sekitar 10 persen," kata Kepala Biro Hukum dan Tata Laksana Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Unfang Mugopal saat membuka Sosialisasi Tentang Penggunaan Dana Desa 2018 dan Upaya Pencegahan Penyimpangan, di Semarang, Rabu malam.
Alokasi dana desa, lanjut dia, mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir.
Saat awal pencanangan dana desa pada 2015, alokasi yang dianggarkan mencapai Rp20,7 triliun, sementara pada 2016 naik menjadi Rp46,9 triliun.
Pada 2017 dan 2018, kata dia, alokasi dana desa mencapai Rp60 triliun.
Menurut dia, dana desa berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan.
Akan tetapi, lanjut dia, masih ada oknum yang memanfaatkannya untuk kepentingan sendiri.
Ia mengungkapkan terdapat sejumlah area rawan penyimpangan dalam penggunaan dana desa, mulai dari perencanaan, rekayasa penyaluran, laporan yang direkayasa, hingga penggunaan fiktif.
Oleh katena itu, kata dia, butuh dukungan semua pihak, termasuk kejaksaan dalam mengawal dan mendukung penyaluran dana desa melalui upaya pencegahan.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Pembangunan Strategis Kejaksaan Agung Ranu Miharja mengatakan pengguanaan dana desa yang tidak transparan berpotensi menimbulkan konflik.
Selain itu, lanjut dia, banyak pengguna anggaran yang dihantui rasa takut dalam melaksanakan proyek berpengaruh terhadap lambatnya pertumbuhan ekonomi.
Ia menyebut peran penting Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah dan Pembangunan di tingkat daerah dan pusat dalam mengawal berbagai proyek yang bersumber dari uang negara.
"2017 lalu terdapat uang negara sekitar Rp977 triliun yang didampingi pengelolaannya oleh kejaksaan, naik delapan kali lipat dibanding tahun sebelumnya," katanya.