Salatiga (Antaranews Jateng) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengajak kalangan akademisi untuk berperan aktif dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang rentan mengalami kekerasan.
"Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia termasuk tinggi sehingga perlu ada upaya-upaya perlindungan dari semua pihak," kata Menteri Yohana saat menjadi pembicara kunci pada Pertemuan Reuni Senior Perempuan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Balairung Utama, Universitas Satya Wacana, Kota Salatiga, Jumat.
Menteri Yohana menyebutkan angka kekerasan terhadap perempuan sebesar 33,4 persen atau satu di antara tiga perempuan di Indonesia mengalami tindak kekerasan, baik itu kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan seksual.
Kekerasan terhadap anak di Indonesia juga cukup tinggi sehingga Menteri Yohana mendukung vonis maksimal bagi para pelakunya, seperti hukuman penjara seumur hidup, hukuman berupa suntikan kebiri, hukuman berupa pemasangan "chip" di tubuh pelaku, serta pengumuman identitas pelaku.
"Oleh karena itu, saya berpesan kepada para akademisi, termasuk mantan-mantan pengurus GMKI, agar bisa melakukan dan terlibat dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, atau memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Menteri Yohana.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Yohana menekankan pentingnya membantu masyarakat dan menyelamatkan keluarga rentan dari berbagai tindak kekerasan.
"Bagi setiap individu, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat serta tempat pertama dan utama. Pembagian peran dalam mempertahankan keutuhan keluarga, harus dilakukan secara sinergi yang berbasis pada kemitraan gender," kata Menteri Yohana.
Menurut Menteri Yohana, pertahanan keluarga yang kurang baik seperti perceraian keluarga, kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak buruk pada proses tumbuh kembang anak.
Menteri Yohana mengajak para mahasiswa mengembangkan gagasan "One Student Saves One Family" karena sebagai insan intelektual dapat berperan aktif membantu mencarikan akses bagi penyelesaian masalah yang dihadapi keluarga, serta mampu membuka akses pada berbagai sumber daya untuk menyelamatkan keluarga yang rentan.
"Gagasan ini menjadi penting bukan hanya manfaat jangka pendek, melainkan juga secara jangka panjang sebab para mahasiswa dapat mempelajari tahapan-tahapan untuk berperan aktif dan berkontribusi secara maksimal untuk membantu menyelesaikan masalah, khususnya yang terkait dengan perempuan dan anak yang dihadapi oleh keluarga rentan," kata Menteri Yohana.
"Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia termasuk tinggi sehingga perlu ada upaya-upaya perlindungan dari semua pihak," kata Menteri Yohana saat menjadi pembicara kunci pada Pertemuan Reuni Senior Perempuan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Balairung Utama, Universitas Satya Wacana, Kota Salatiga, Jumat.
Menteri Yohana menyebutkan angka kekerasan terhadap perempuan sebesar 33,4 persen atau satu di antara tiga perempuan di Indonesia mengalami tindak kekerasan, baik itu kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan seksual.
Kekerasan terhadap anak di Indonesia juga cukup tinggi sehingga Menteri Yohana mendukung vonis maksimal bagi para pelakunya, seperti hukuman penjara seumur hidup, hukuman berupa suntikan kebiri, hukuman berupa pemasangan "chip" di tubuh pelaku, serta pengumuman identitas pelaku.
"Oleh karena itu, saya berpesan kepada para akademisi, termasuk mantan-mantan pengurus GMKI, agar bisa melakukan dan terlibat dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, atau memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan dan anak," kata Menteri Yohana.
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Yohana menekankan pentingnya membantu masyarakat dan menyelamatkan keluarga rentan dari berbagai tindak kekerasan.
"Bagi setiap individu, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat serta tempat pertama dan utama. Pembagian peran dalam mempertahankan keutuhan keluarga, harus dilakukan secara sinergi yang berbasis pada kemitraan gender," kata Menteri Yohana.
Menurut Menteri Yohana, pertahanan keluarga yang kurang baik seperti perceraian keluarga, kekerasan dalam rumah tangga akan berdampak buruk pada proses tumbuh kembang anak.
Menteri Yohana mengajak para mahasiswa mengembangkan gagasan "One Student Saves One Family" karena sebagai insan intelektual dapat berperan aktif membantu mencarikan akses bagi penyelesaian masalah yang dihadapi keluarga, serta mampu membuka akses pada berbagai sumber daya untuk menyelamatkan keluarga yang rentan.
"Gagasan ini menjadi penting bukan hanya manfaat jangka pendek, melainkan juga secara jangka panjang sebab para mahasiswa dapat mempelajari tahapan-tahapan untuk berperan aktif dan berkontribusi secara maksimal untuk membantu menyelesaikan masalah, khususnya yang terkait dengan perempuan dan anak yang dihadapi oleh keluarga rentan," kata Menteri Yohana.