Solo (Antaranews Jateng) - Sejarawan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Susanto mengapresiasi pemanfaatan bunker yang ada di Kompleks Perkantoran Balai Kota Surakarta sebagai destinasi wisata baru di Kota Solo.
"Sangat baik ketika ada upaya dari Pemkot Surakarta menjadikan bunker sebagai objek wisata baru sekaligus tempat untuk swafoto dan `prewedding`," katanya di Solo, Kamis.
Menurut dia, bunker yang ada di kawasan lintasan kendaraan yang akan keluar dari Kompleks Balai Kota Surakarta membuat orang jadi melewatkan bangunan bersejarah tersebut.
"Ini bisa dipromosikan, paling tidak berikan narasi di Kompleks Balai Kota Surakarta bahwa ada bunker ini dan berikan juga narasi mengenai sejarah bunker agar orang juga tahu ceritanya, pasti akan lebih menarik," katanya.
Ia mengatakan bunker tersebut merupakan satu-satunya bunker yang hingga saat ini ditemukan di Kota Solo. Oleh karena itu, keberadaannya cukup istimewa.
Susanto memperkirakan bangunan tersebut ada sejak tahun 1941 dimana pada saat itu Belanda dengan Jepang sedang memperebutkan Indonesia.
"Bangunan ini dibangun oleh Belanda yang pada saat itu berkonflik dengan Jepang. Bunker ini menjadi tempat untuk bersembunyi dari serangan udara yang dilakukan oleh Jepang. Saat itu kan Kompleks Balai Kota Surakarta ini menjadi rumah atau kediaman pejabat pemerintahan Belanda," katanya.
Mengingat fungsinya sebagai tempat pertahanan, dikatakannya, bunker tersebut berada di bawah pengelolaan Dinas Perlindungan Udara Belanda.
Menurut dia, bangunan serupa tidak hanya terdapat di Kota Solo tetapi juga di daerah lain, salah satunya di Yogyakarta.
"Bahkan di Yogyakarta ada dua bunker yang sudah ditemukan. Ini harus dilestarikan," katanya.
Bunker, lanjutnya, merupakan bangunan wajib bagi Belanda untuk bertahan dari serangan musuh. Bahkan, simulasi memanfaatkan bunker sudah diajarkan sejak dini kepada para pelajar.?
Sementara itu, sejarawan yang juga Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya UNS Warto mengatakan untuk mengoptimalkan keberadaan bunker tersebut sebagai destinasi wisata, akan lebih efektif ketika Pemkot Surakarta menggandeng pihak swasta.
"Yang paling strategis adalah menggandeng Asita dan PHRI karena mereka ini kan yang paling paham dengan peta wisata, bagaimana karakteristik wisatawan, destinasi seperti apa yang mereka suka," katanya.
Dari sisi perhatian dari Pemkot Surakarta, ia menilai sejauh ini ada perhatian yang cukup besar untuk melestarikan bangunan bersejarah khususnya cagar budaya.
"Jika melihat spirit Kota Solo, saya melihat kota ini berpijak pada sejarah. Termasuk bunker ini, saya yakin ada langkah strategis yang dilakukan oleh Pemkot untuk melestarikannya," katanya.
Sebelumnya, tepatnya pada bulan Januari lalu Pemkot Surakarta telah membuka bunker tua buatan Belanda tersebut sebagai destinasi wisata baru. Bunker yang ditemukan pada tahun 2012 lalu tersebut selesai direstorasi akhir tahun 2017 dengan anggaran Rp747,8 juta.
Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo mempersilakan warga untuk memanfaatkan lokasi tersebut untuk berwisata. Bahkan, Pemkot tidak akan menarik biaya sepeser pun bagi warga yang masuk ke lokasi bunker, termasuk untuk foto "prewedding".
"Sangat baik ketika ada upaya dari Pemkot Surakarta menjadikan bunker sebagai objek wisata baru sekaligus tempat untuk swafoto dan `prewedding`," katanya di Solo, Kamis.
Menurut dia, bunker yang ada di kawasan lintasan kendaraan yang akan keluar dari Kompleks Balai Kota Surakarta membuat orang jadi melewatkan bangunan bersejarah tersebut.
"Ini bisa dipromosikan, paling tidak berikan narasi di Kompleks Balai Kota Surakarta bahwa ada bunker ini dan berikan juga narasi mengenai sejarah bunker agar orang juga tahu ceritanya, pasti akan lebih menarik," katanya.
Ia mengatakan bunker tersebut merupakan satu-satunya bunker yang hingga saat ini ditemukan di Kota Solo. Oleh karena itu, keberadaannya cukup istimewa.
Susanto memperkirakan bangunan tersebut ada sejak tahun 1941 dimana pada saat itu Belanda dengan Jepang sedang memperebutkan Indonesia.
"Bangunan ini dibangun oleh Belanda yang pada saat itu berkonflik dengan Jepang. Bunker ini menjadi tempat untuk bersembunyi dari serangan udara yang dilakukan oleh Jepang. Saat itu kan Kompleks Balai Kota Surakarta ini menjadi rumah atau kediaman pejabat pemerintahan Belanda," katanya.
Mengingat fungsinya sebagai tempat pertahanan, dikatakannya, bunker tersebut berada di bawah pengelolaan Dinas Perlindungan Udara Belanda.
Menurut dia, bangunan serupa tidak hanya terdapat di Kota Solo tetapi juga di daerah lain, salah satunya di Yogyakarta.
"Bahkan di Yogyakarta ada dua bunker yang sudah ditemukan. Ini harus dilestarikan," katanya.
Bunker, lanjutnya, merupakan bangunan wajib bagi Belanda untuk bertahan dari serangan musuh. Bahkan, simulasi memanfaatkan bunker sudah diajarkan sejak dini kepada para pelajar.?
Sementara itu, sejarawan yang juga Wakil Dekan Fakultas Ilmu Budaya UNS Warto mengatakan untuk mengoptimalkan keberadaan bunker tersebut sebagai destinasi wisata, akan lebih efektif ketika Pemkot Surakarta menggandeng pihak swasta.
"Yang paling strategis adalah menggandeng Asita dan PHRI karena mereka ini kan yang paling paham dengan peta wisata, bagaimana karakteristik wisatawan, destinasi seperti apa yang mereka suka," katanya.
Dari sisi perhatian dari Pemkot Surakarta, ia menilai sejauh ini ada perhatian yang cukup besar untuk melestarikan bangunan bersejarah khususnya cagar budaya.
"Jika melihat spirit Kota Solo, saya melihat kota ini berpijak pada sejarah. Termasuk bunker ini, saya yakin ada langkah strategis yang dilakukan oleh Pemkot untuk melestarikannya," katanya.
Sebelumnya, tepatnya pada bulan Januari lalu Pemkot Surakarta telah membuka bunker tua buatan Belanda tersebut sebagai destinasi wisata baru. Bunker yang ditemukan pada tahun 2012 lalu tersebut selesai direstorasi akhir tahun 2017 dengan anggaran Rp747,8 juta.
Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo mempersilakan warga untuk memanfaatkan lokasi tersebut untuk berwisata. Bahkan, Pemkot tidak akan menarik biaya sepeser pun bagi warga yang masuk ke lokasi bunker, termasuk untuk foto "prewedding".