Solo (Antaranews Jateng) - Perhimpunan Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (Himpuni) mendorong sejumlah hal untuk meningkatkan pendidikan vokasional di dalam negeri.
"Tepatnya ada lima poin yang kami dorong untuk menghadapi era industri 4.0. Pada prinsipnya sekolah vokasi menjadi sangat penting," kata Koordinator Presidium 2 Himpuni Ganjar Pranowo di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sabtu.
Ia mengatakan lima hal itu, yaitu industri kecil dan kreatif yang dikoordinatori oleh Ikatan Alumni (IKA) Universitas Sriwijaya, pembangunan desa oleh IKA Universitas Jenderal Soedirman, pariwisata oleh IKA Universitas Mataram, pertanian dan kelautan oleh IKA Institut Pertanian Bogor (IPB), serta mengenai inovasi yang dikoordinatori oleh IKA Universitas Andalas.
"Terkait hal ini, Jawa Tengah saat ini sudah masuk ke bonus demografi, jadi tidak bisa ditunda lagi program vokasional ini. Dunia kerja dan pendidikan harus diberikan ruang untuk berekspresi," katanya.
Ke depan, pihaknya juga akan lebih fokus memperhatikan perkembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) seiring dengan persiapan angkatan kerja.
"Beberapa waktu yang lalu Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia, red.) menyatakan bahwa industri di dalam negeri masih kekurangan tenaga kerja terampil. Mereka butuh pekerja, bukan dari sarjana tetapi butuh yang lulusan SMK," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) yang juga merupakan Ketua IKA Universitas Diponegoro Maryono mengatakan program kerja yang diusung oleh Himpuni tersebut merupakan tema besar.
"Dua tahun lagi tenaga kerja produktif di Indonesia akan meningkat 20 persen. Di satu sisi kebanyakan pendidikan kita sifatnya umum yaitu SMA sehingga keterampilan kurang, sedangkan di sisi lain seiring dengan perkembangan zaman butuh lulusan terampil," katanya.
Menurut dia, pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mau tidak mau harus dihadapi oleh masyarakat, termasuk kesiapan mereka dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing.
"Prinsipnya adalah kalau kita tidak punya keterampilan maka tenaga kerja asing akan mudah masuk. Oleh karena itu, harus ada benteng atau pagar agar tenaga kerja asing tidak mudah masuk ke Indonesia, salah satunya dengan menerapkan pendidikan vokasional," katanya.
"Tepatnya ada lima poin yang kami dorong untuk menghadapi era industri 4.0. Pada prinsipnya sekolah vokasi menjadi sangat penting," kata Koordinator Presidium 2 Himpuni Ganjar Pranowo di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sabtu.
Ia mengatakan lima hal itu, yaitu industri kecil dan kreatif yang dikoordinatori oleh Ikatan Alumni (IKA) Universitas Sriwijaya, pembangunan desa oleh IKA Universitas Jenderal Soedirman, pariwisata oleh IKA Universitas Mataram, pertanian dan kelautan oleh IKA Institut Pertanian Bogor (IPB), serta mengenai inovasi yang dikoordinatori oleh IKA Universitas Andalas.
"Terkait hal ini, Jawa Tengah saat ini sudah masuk ke bonus demografi, jadi tidak bisa ditunda lagi program vokasional ini. Dunia kerja dan pendidikan harus diberikan ruang untuk berekspresi," katanya.
Ke depan, pihaknya juga akan lebih fokus memperhatikan perkembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) seiring dengan persiapan angkatan kerja.
"Beberapa waktu yang lalu Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia, red.) menyatakan bahwa industri di dalam negeri masih kekurangan tenaga kerja terampil. Mereka butuh pekerja, bukan dari sarjana tetapi butuh yang lulusan SMK," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) yang juga merupakan Ketua IKA Universitas Diponegoro Maryono mengatakan program kerja yang diusung oleh Himpuni tersebut merupakan tema besar.
"Dua tahun lagi tenaga kerja produktif di Indonesia akan meningkat 20 persen. Di satu sisi kebanyakan pendidikan kita sifatnya umum yaitu SMA sehingga keterampilan kurang, sedangkan di sisi lain seiring dengan perkembangan zaman butuh lulusan terampil," katanya.
Menurut dia, pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mau tidak mau harus dihadapi oleh masyarakat, termasuk kesiapan mereka dalam menghadapi persaingan dengan tenaga kerja asing.
"Prinsipnya adalah kalau kita tidak punya keterampilan maka tenaga kerja asing akan mudah masuk. Oleh karena itu, harus ada benteng atau pagar agar tenaga kerja asing tidak mudah masuk ke Indonesia, salah satunya dengan menerapkan pendidikan vokasional," katanya.