Demak (Antaranews Jateng) - Sejumlah perajin bubu atau alat tangkap rajungan di Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, masih mengandalkan peralatan tradisional hasil rekayasa sendiri dan belum tersentuh peralatan modern yang dimungkinkan bisa meningkatkan produktivitasnya.

Salah seorang perajin bubu di Desa Betahwalang, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak, Kamil, mengakui sejumlah peralatan yang digunakan untuk membentuk kawat menjadi segi empat atau sesuai kebutuhan memang masih mengandalkan peralatan tradisional.

Ia mencontohkan alat untuk membentuk kawat menjadi bentuk segi empat menggunakan laker bekas serta besi bekas sebagai pengungkitnya.

Desainnya, kata dia, merupakan hasil pemikiran sendiri guna memudahkan proses pembentukan kawat galvalumnya menjadi segi empat.

"Jika saja ada peralatan yang lebih modern, tentunya bisa meningkatkan produktivitas usahanya," ujarnya.

Kerajinan bubu hasil produksinya, kata dia, dijual ke berbagai daerah, seperti Papua, Kalimantan, Aceh serta Rembang dan Tayu, Kabupaten Pati.

Kementerian Kelautan dan Perikanan, kata dia, juga memesan bubu hingga ratusan unit.

Untuk memenuhi pesanan tersebut, dia mempekerjakan enam orang yang merupakan warga sekitar.

Pekerja yang bertugas membuat kerangka, kata dia, dikerjakan sendiri, sedangkan untuk merajutnya dikerjakan oleh ibu-ibu yang merupakan warga sekitar.

Perajin bubu lainnya, Kandar, mengakui hal serupa yakni peralatan yang digunakan merupakan hasil rekayasa sendiri menggunakan bahan baku bekas, mulai dari besi pengungkit hingga laker untuk membentuk kawat galvalum juga dari bahan bekas.

Hingga kini, lanjut dia, memang belum ada peralatan yang modern yang bisa menunjang usahanya, termasuk perajin bubu lainnya juga menggunakan peralatan sederhana.

"Mudah-mudahan Pemkab Demak bersedia mengupayakan bantuan peralatan yang lebih modern untuk menunjang usahanya," ujarnya.

Meskipun menggunakan peralatan sederhana, katanya, bubu hasil produksinya dijual hingga ke berbagai daerah.

Beberapa waktu lalu, katanya, mendapatkan pesanan dari Kendal, Pati dan Rembang, serta pesanan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebanyak 600 unit bubu.

Pesanan tersebut, lanjut dia, sudah diselesaikan semuanya.

Harga jual setiap unit bubu, katanya, berkisar Rp22.000 per unit.

Ia mengakui harga jual tersebut memang lebih mahal, dibandingkan sebelumnya ketika harga sejumlah bahan baku pendukungnya masih murah karena berkisar Rp13.000 per unitnya.

Saat ini, lanjut dia, harganya sudah mengalami kenaikan, seperti kawat galvalum untuk satu rolnya mencapai Rp700.000, sedangkan payang atau jaringnya mencapai Rp70.000 per kilogramnya, belum termasuk selang plastik, kawat kecil dan tali pendukung lainnya.

Kawat satu rol, katanya, bisa digunakan untuk membuat bubu antara 100-120 unit.

Jika harga bahan baku mengalami kenaikan signifkan, kata dia, tentunya akan berdampak pada harga bubu untuk setiap unitnya.

"Ketika harga bahan baki naik tipis, biasanya harga bubu tidak dinaikkan," ujarnya.

Pewarta : Akhmad Nazaruddin
Editor : Immanuel Citra Senjaya
Copyright © ANTARA 2024