Jakarta (Antaranews Jateng) - Dr. Rem Dambul, ilmuwan, kritikus sastra Malaysia yang menyebut puisi esai dari Indonesia sudah berkembang menjadi sastra diplomasi itu mendapat apresiasi dari pengagas puisi esai dari Indonesia, Denny JA.
Dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu, Denny JA menyambut baik pandangan Dr Rem Dambul yang melihat puisi esai kini sudah berkembang menjadi sastra diplomasi.
Denny JA selaku penggagas puisi esai mengaku tidak menyangka akhirnya puisi esai mendapat penghargaan di luar negeri. Setelah penyair Malaysia, penyair Thailand, Brunei dan Singapura bersiap pula menuliskan kisah batin dengan "setting" isu soal di negaranya masing masing.
Menurutnya, terjadi perkembangan baru yang segar dalam hubungan dua negara serumpun Indonesia dan Malaysia. "Civil society" dua negara itu merekatkan kembali hubungan batin dua negara melalui para penyair masing masing negara.
Sebanyak 10 penyair Indonesia dan Malaysia melakukan workshop di Sabah, Malaysia, 21-24 April 2018. Mereka mengekspresikan dinamika turun naiknya persahabatan dua negara dalam puisi esai.
Hubungan dua negara tidak hanya wilayah politik dan ekonomi, atau tidak hanya wilayah para politisi dan pengusaha. Hubungan dua negara juga menjadi wilayah budaya, yaitu puisi esai sehingga bisa memberikan fungsi diplomasi.
Penyair Indonesia yang mengikuti workshop yaitu Dhenok Kristianti, De Kemalawati, Fanny Jonathan Poyk, Isbedy Stiawan ZS, Hari Mulyadi, sedangkan dari penyair Malaysia Datuk Jasni Matlani, Siti Rahmah Ibrahim, Hasyuda Abadi, Abdul Karim Gullam dan Jasni Yakub.
Program tersebut dipimpin oleh Fatin Hamama dan Datuk Jasni Matlani. Terlibat pula Ahmad Gaus, penulis yang banyak mengerti puisi esai yang memberikan panduan.
Banyak kisah hubungan negara yang dituliskan dalam puisi esai itu. Ada kisah tenaga kerja Indonesia yang bermasalah di Malaysia. Ada kisah soal klaim budaya Indonesia yang diakui milik Malaysia. Ada pula refleksi hubungan Indonesia Malaysia sejak konfrontasi era Soekarno. (Editor : Tasrif Tarmizi).
Dalam keterangan persnya di Jakarta, Rabu, Denny JA menyambut baik pandangan Dr Rem Dambul yang melihat puisi esai kini sudah berkembang menjadi sastra diplomasi.
Denny JA selaku penggagas puisi esai mengaku tidak menyangka akhirnya puisi esai mendapat penghargaan di luar negeri. Setelah penyair Malaysia, penyair Thailand, Brunei dan Singapura bersiap pula menuliskan kisah batin dengan "setting" isu soal di negaranya masing masing.
Menurutnya, terjadi perkembangan baru yang segar dalam hubungan dua negara serumpun Indonesia dan Malaysia. "Civil society" dua negara itu merekatkan kembali hubungan batin dua negara melalui para penyair masing masing negara.
Sebanyak 10 penyair Indonesia dan Malaysia melakukan workshop di Sabah, Malaysia, 21-24 April 2018. Mereka mengekspresikan dinamika turun naiknya persahabatan dua negara dalam puisi esai.
Hubungan dua negara tidak hanya wilayah politik dan ekonomi, atau tidak hanya wilayah para politisi dan pengusaha. Hubungan dua negara juga menjadi wilayah budaya, yaitu puisi esai sehingga bisa memberikan fungsi diplomasi.
Penyair Indonesia yang mengikuti workshop yaitu Dhenok Kristianti, De Kemalawati, Fanny Jonathan Poyk, Isbedy Stiawan ZS, Hari Mulyadi, sedangkan dari penyair Malaysia Datuk Jasni Matlani, Siti Rahmah Ibrahim, Hasyuda Abadi, Abdul Karim Gullam dan Jasni Yakub.
Program tersebut dipimpin oleh Fatin Hamama dan Datuk Jasni Matlani. Terlibat pula Ahmad Gaus, penulis yang banyak mengerti puisi esai yang memberikan panduan.
Banyak kisah hubungan negara yang dituliskan dalam puisi esai itu. Ada kisah tenaga kerja Indonesia yang bermasalah di Malaysia. Ada kisah soal klaim budaya Indonesia yang diakui milik Malaysia. Ada pula refleksi hubungan Indonesia Malaysia sejak konfrontasi era Soekarno. (Editor : Tasrif Tarmizi).