Kudus (Antaranews Jateng) - Bank Indonesia mendukung pengembangan wisata religi di Kabupaten Kudus dan Demak, Jawa tengah, agar tingkat kunjungan wisatawan semakin bertambah dan bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar.
"Selama ini, wilayah Demak dan Kudus lebih dikenal sebagai pusat wisata ziarah termasuk yang bersifat ritual mistik, sedangkan pengunjungnya mayoritas berasal dari kalangan menengah bawah," kata Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah V Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta Hamid Ponco Wibowo saat membuka sarasehan "Wisata Religi di Kawasan Kudus-Demak" di Pendopo Kabupaten Kudus, Senin.
Selain didominasi kalangan menengah bawah, kata dia, waktu kunjungan mereka juga sangat singkat serta minimnya atraksi wisata lainnya menyebabkan masyarakat Demak dan Kudus kurang menikmati manfaat ekonomi dari kegiatan wisata ziarah tersebut.
"Salah satu indikator pariwisata menunjukkan bahwa rata-rata lama menginap tamu hotel di Kudus masih di bawah dua hari atau sekitar 1,4-1,8 hari," ujarnya dalam rangka "Road to Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Jawa 2018".
Padahal, kata dia, dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlahnya relatif meningkat.
Karena itu, dia berharap sarasehan ini bisa menghasilkan ide, pemikiran atau model terkait optimalisasi pengembangan kawasan wisata Kudus dan Demak serta mampu mendorong munculnya kesepakatan pemberdayaan pesantren sehingga dapat meningkatkan kontribusi pesantren dalam pengembangan kawasan wisata Kudus dan Demak.
Tuan Rumah
Penyelenggaraan sarasehan "Optimalisasi Wisata Religi di Kawasan Kudus-Demak" merupakan bagian dari rangkaian kegiatan FESyar Regional Jawa ke-2 yang pada tahun ini Jateng ditunjuk sebagai tuan rumah.
Tujuan dari pelaksanaan FESyar regional agar pengembangan ekonomi syariah dapat dilakukan serentak di seluruh Indonesia untuk mendukung kemajuan ekonomi nasional.
Adapun pelaksanaan FESyar Regional Jawa 2018 didahului oleh kegiatan "Road to FESyar" yang diselenggarakan di kota Tegal, Solo, dan Purwokerto, yang ditujukan untuk mendukung puncak kegiatan FESyar pada 2-4 Mei 2018 di Semarang.
Sarasehan tersebut juga menghadirkan delapan narasumber, mulai dari akademisi hingga pelaku wisata.
Di antaranya terdapat perwakilan dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) Haryudhi Widiasmoro, Direktur Utama Badan Otorita Borobudur Indah Juanita, Ketua Perkumpulan Pemangku Makam Aulia Kudus Nadjib Hassan, Pakar Arkeologi UGM Musadad Kepala Disbudpar Kudus dan Demak hingga Astin Soekanto yang merupakan traveler.
Indah Juanita menambahkan potensi pengembangan wisata di Kudus dan Demak memang masih terbuka lebar.
"Semua fungsi yang ada harus diberdayakan, termasuk pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) mulai dari pelaku bisnis wisata dan wisatawan," ujarnya.
Untuk pelaku bisnis wisata, kata dia, bisa memperbaiki infrastruktur yang ada, sedangkan wisatawannya diperbaiki secara umum.
Ia juga mengingatkan dalam pengembangan wisata di dua kabupaten tersebut tidak hanya dikembangkan secara sektoral, melainkan harus terjalin komunikasi karena kunjungan wisatawan melewati batas wilayah kabupaten maupun provinsi.
Meskipun saat ini wisatawannya didominasi kalangan menengah bawah, kata dia, ketika semua sarana dan prasarana pendukung tersedia, wisatawan tentunya akan berkunjung dalam waktu lebih lama ketika memiliki kenyamanan yang lebih baik.
Kehadiran BI, lanjut dia, tentunya bertujuan agar wisata religi di Kabupaten Kudus dan Demak menjadi lebih terhormat, sedangkan BI menjadi pemicu perekonomian di luar itu.
"Selama ini, wilayah Demak dan Kudus lebih dikenal sebagai pusat wisata ziarah termasuk yang bersifat ritual mistik, sedangkan pengunjungnya mayoritas berasal dari kalangan menengah bawah," kata Kepala Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah V Jateng dan Daerah Istimewa Yogyakarta Hamid Ponco Wibowo saat membuka sarasehan "Wisata Religi di Kawasan Kudus-Demak" di Pendopo Kabupaten Kudus, Senin.
Selain didominasi kalangan menengah bawah, kata dia, waktu kunjungan mereka juga sangat singkat serta minimnya atraksi wisata lainnya menyebabkan masyarakat Demak dan Kudus kurang menikmati manfaat ekonomi dari kegiatan wisata ziarah tersebut.
"Salah satu indikator pariwisata menunjukkan bahwa rata-rata lama menginap tamu hotel di Kudus masih di bawah dua hari atau sekitar 1,4-1,8 hari," ujarnya dalam rangka "Road to Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Jawa 2018".
Padahal, kata dia, dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlahnya relatif meningkat.
Karena itu, dia berharap sarasehan ini bisa menghasilkan ide, pemikiran atau model terkait optimalisasi pengembangan kawasan wisata Kudus dan Demak serta mampu mendorong munculnya kesepakatan pemberdayaan pesantren sehingga dapat meningkatkan kontribusi pesantren dalam pengembangan kawasan wisata Kudus dan Demak.
Tuan Rumah
Penyelenggaraan sarasehan "Optimalisasi Wisata Religi di Kawasan Kudus-Demak" merupakan bagian dari rangkaian kegiatan FESyar Regional Jawa ke-2 yang pada tahun ini Jateng ditunjuk sebagai tuan rumah.
Tujuan dari pelaksanaan FESyar regional agar pengembangan ekonomi syariah dapat dilakukan serentak di seluruh Indonesia untuk mendukung kemajuan ekonomi nasional.
Adapun pelaksanaan FESyar Regional Jawa 2018 didahului oleh kegiatan "Road to FESyar" yang diselenggarakan di kota Tegal, Solo, dan Purwokerto, yang ditujukan untuk mendukung puncak kegiatan FESyar pada 2-4 Mei 2018 di Semarang.
Sarasehan tersebut juga menghadirkan delapan narasumber, mulai dari akademisi hingga pelaku wisata.
Di antaranya terdapat perwakilan dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) Haryudhi Widiasmoro, Direktur Utama Badan Otorita Borobudur Indah Juanita, Ketua Perkumpulan Pemangku Makam Aulia Kudus Nadjib Hassan, Pakar Arkeologi UGM Musadad Kepala Disbudpar Kudus dan Demak hingga Astin Soekanto yang merupakan traveler.
Indah Juanita menambahkan potensi pengembangan wisata di Kudus dan Demak memang masih terbuka lebar.
"Semua fungsi yang ada harus diberdayakan, termasuk pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) mulai dari pelaku bisnis wisata dan wisatawan," ujarnya.
Untuk pelaku bisnis wisata, kata dia, bisa memperbaiki infrastruktur yang ada, sedangkan wisatawannya diperbaiki secara umum.
Ia juga mengingatkan dalam pengembangan wisata di dua kabupaten tersebut tidak hanya dikembangkan secara sektoral, melainkan harus terjalin komunikasi karena kunjungan wisatawan melewati batas wilayah kabupaten maupun provinsi.
Meskipun saat ini wisatawannya didominasi kalangan menengah bawah, kata dia, ketika semua sarana dan prasarana pendukung tersedia, wisatawan tentunya akan berkunjung dalam waktu lebih lama ketika memiliki kenyamanan yang lebih baik.
Kehadiran BI, lanjut dia, tentunya bertujuan agar wisata religi di Kabupaten Kudus dan Demak menjadi lebih terhormat, sedangkan BI menjadi pemicu perekonomian di luar itu.