Magelang (Antaranews Jateng) - Kesadaran kuat kaum Muslim Indonesia tentang Islam Nusantara yang menjadi rahmat bagi semua orang membawa Negara Kesatuan Republik Indonesia langgeng dan menjadi contoh bagi upaya-upaya mewujudkan perdamaian dunia, kata cendekiawan Muslim Ulil Abshar Abdalla.

"Jangan minder sebagai Islam Indonesia, karena kita bisa menerapkan rahmat bagi semua orang. Insya Allah Indonesia langgeng, NKRI contoh dunia," katanya di Magelang, Kamis (19/4) malam pada acara "Ngobrol Gayeng" yang diselenggarakan komunitas lintas agama "Jamaah Kopdariyah" Kabupaten Magelang dengan tema "Tawaran Nusantara untuk Peradaban Dunia".

Ia mengakui bahwa sebagian besar orang Islam Indonesia memang tidak pintar berbahasa Arab, akan tetapi hal itu bukan menjadi alasan untuk menjadikan kualitas keislaman mereka lebih rendah daripada orang-orang di negara-negara dengan bahasa Arab.

Meskipun demikian, katanya, ketika berbicara dengan sejumlah narasumber lainnya dalam acara hingga menjelang tengah malam itu, orang Islam Indonesia tetap harus belajar bahasa Arab dengan baik.

Ia mengemukakan tentang pentingnya kebanggaan tersendiri bagi kaum Muslim Indonesia karena memiliki cara hidup sebagai orang Islam di Bumi Nusantara selama ini sebagaimana diajarkan oleh para Wali Songo.

"Tidak boleh sombong tetapi juga tidak boleh rendah diri," ujarnya dalam acara di "Ndalem" (rumah) Kiai Haji Ahmad Labib Asrori (petinggi Komunitas Jamaah Kopdariyah) Kampung Tempursari, Desa Tempurejo, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu.

Ia mengemukakan bahwa Islam Nusantara sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW bahwa Islam itu "rahmatan lil alamin" atau menjadi rahmat bagi seluruh alam.

"Istilah itu kadang menjadi klise, tetapi ini tidak main-main, sekarang praktiknya di Indonesia mungkin belum mendekati Islam seperti kehendak Kanjeng Nabi, tetapi minimal lebih dekat ideal daripada negeri-negeri lain. Kita di Indonesia mempraktikkan lebih sukses, kita bisa terjemahkan pesan itu dalam kehidupan kebangsaan. Ini yang utama," kata Ulil yang dikenal karena aktivitasnya sebagai Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL) itu.

Sekarang, katanya, dalam acara dengan moderator penggagas Komunitas Terong Gosong Yahya Cholil Staquf itu, Indonesia mendapatkan pujian dari masyarakat dunia karena mampu mempraktikkan ajaran Islam sekaligus menerapkan demokrasi, di mana negara lain tidak mudah melakukan hal tersebut.

"Kita dipuji karena bisa mempraktikkan agama Islam sekalian menerapkan demokrasi, meski banyak kekurangan, tetapi yang paling baik dibanding negara-negara Islam. Negara-negara lain menggabungkan Islam dengan demokrasi tidak mudah. Kalau tidak berat demokrasi mengorbankan agama, kalau tidak berat agama mengorbankan demokrasi. Kita bisa seimbang menerapkan demokrasi tidak mengorbankan agama dan menerapkan agama tidak mengorbankan demokrasi," katanya.

Saat ini, katanya, negara-negara yang masyarakatnya berbahasa Arab menghadapi masalah-masalah besar.

Pada kesempatan itu, Ulil juga menyebut peta global negeri-negeri Islam, yakni Timur Tengah, Indopakistan, Asia Tengah, dan Melayu. Indonesia berada di bagian peta global negeri-negeri Islam kawasan Melayu.

Kawasan lain muncul belakangan ini, katanya, kawasan Islam di Barat, yaitu Eropa Barat, Amerika, Kanada, dan Australia.

Berdasarkan peta tersebut, ia mengemukakan bahwa kawasan Melayu sebagai relatif stabil dan mempraktikan ajaran Islam yang melindungi semua kelompok.

Ia juga mengemukakan tentang keteladanan dan kearifan para Wali Songo dalam mengajarkan Islam di Indonesia pada masa lampau tentang pentingnya penghargaan terhadap adat istiadat masyarakat.

"Ciri-ciri Islam warisan Wali Songo, salah satunya membuat Islam Indonesia mempunyai kemampuan menaungi semua kelompok, yaitu Islam yang bisa diterima adat lokal sejauh tidak bertentangan dengan syariat," katanya.

Ia menyebut hal itu sebagai Islam yang dilokalkan sehingga bisa diterima adat masyarakat yang bersangkutan.

Kalau Islam tidak bersanding dengan adat lokal, katanya, maka menjadi agama yang asing.

Ia mencontohkan tentang kearifan Sunan Kudus membangun masjid dengan menara berarsitektur Hindu dan kebiasaan turun temurun hingga saat ini di mana orang Kudus tidak makan daging sapi agar tidak menyinggung orang-orang Hindu.

"Supaya orang Islam tidak mengganggu perasaan agama lain," katanya.

Pewarta : Maximianus Hari Atmoko
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024