Magelang (Antaranews Jateng) - Puncak peringatan HUT Ke-1112 Kota Magelang dimeriahkan dengan prosesi Grebeg Gethuk secara meriah di alun-alun setempat, Minggu.
Ribuan warga berebut gethuk dan palawija yang ditata dalam dua gunungan "kakung" dan putri, serta 17 gunungan palawija sebagai simbol 17 kelurahan di Kota Magelang.
Ratusan orang mengenakan pakaian keprajuritan Jawa atau bergada mengamankan seluruh rangkaian Grebeg Gethuk tersebut.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan Grebeg Gethuk menjadi tradisi daerah setempat dalam memperingati hari jadi yang jatuh setiap 11 April, berdasarkan sumber utama antara lain Prasasti Mantyasih dan Prasasti Poh.
"Grebeg Gethuk masuk dalam rangkaian pokok kegiatan. Ada dua gunungan, kakung dan putri yang digerebeg," ujarnya di sela kegiatan meriah itu.
Ia menjelaskan gethuk dan palawija lambang kesejahteraan masyarakat setempat. Magelang sebagai tanah yang subur dan bagus," ujarnya.
Terkait dengan peringatan HUT Ke-1112 Kota Magelang, kata Sigit, keterlibatan masyarakat makin tinggi.
"Harapan kami, masyarakat dapat memaknai hari jadi ini sebagai hari perenungan, introspeksi. Semoga ke depan, Kota Magelang semakin maju, rakyat sejahtera dan semakin nyaman," katanya.
Pada rangkaian acara tersebut, juga dipentaskan sendratari Babat Tanah Mantyasih yang bercerita tentang berdirinya Kota magelang. Inspirasi sendratari tersebut dari sejarah tentang Prasasti Poh dan Prasasti Mantyasih.
Kedua prasasti tersebut menceritakan Raja Dyah Balitung yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno menetapkan Magelang sebagai daerah perdikan.
Sendratari dibawakan sekitar 230 penari, diawali dengan perjalanan masyarakat melakukan ritual dan menjadikan Kota Magelang sebagai tempat transit. Dikisahkan terjadinya akulturasi budaya dan interaksi masyarakat yang membuat perekonomian daerah setempat makin maju dan warga makin hidup makmur.
Selain itu, dikisahkan juga tentang masyarakat setempat yang bersama-sama, bangkit, dan bersatu untuk menghadapi gerombolan orang yang mengusik ketenangan hidup bersama mereka.
"Tarian yang kami angkat menceritakan tentang bagaimana Kota Magelang berdiri. Kami berlatih sebulan, memadukan musik, drama, koreografi," kata sutradara sendratari Babat Tanah Mantyasih Gepeng Nugroho. (hms)
Ribuan warga berebut gethuk dan palawija yang ditata dalam dua gunungan "kakung" dan putri, serta 17 gunungan palawija sebagai simbol 17 kelurahan di Kota Magelang.
Ratusan orang mengenakan pakaian keprajuritan Jawa atau bergada mengamankan seluruh rangkaian Grebeg Gethuk tersebut.
Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito mengatakan Grebeg Gethuk menjadi tradisi daerah setempat dalam memperingati hari jadi yang jatuh setiap 11 April, berdasarkan sumber utama antara lain Prasasti Mantyasih dan Prasasti Poh.
"Grebeg Gethuk masuk dalam rangkaian pokok kegiatan. Ada dua gunungan, kakung dan putri yang digerebeg," ujarnya di sela kegiatan meriah itu.
Ia menjelaskan gethuk dan palawija lambang kesejahteraan masyarakat setempat. Magelang sebagai tanah yang subur dan bagus," ujarnya.
Terkait dengan peringatan HUT Ke-1112 Kota Magelang, kata Sigit, keterlibatan masyarakat makin tinggi.
"Harapan kami, masyarakat dapat memaknai hari jadi ini sebagai hari perenungan, introspeksi. Semoga ke depan, Kota Magelang semakin maju, rakyat sejahtera dan semakin nyaman," katanya.
Pada rangkaian acara tersebut, juga dipentaskan sendratari Babat Tanah Mantyasih yang bercerita tentang berdirinya Kota magelang. Inspirasi sendratari tersebut dari sejarah tentang Prasasti Poh dan Prasasti Mantyasih.
Kedua prasasti tersebut menceritakan Raja Dyah Balitung yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno menetapkan Magelang sebagai daerah perdikan.
Sendratari dibawakan sekitar 230 penari, diawali dengan perjalanan masyarakat melakukan ritual dan menjadikan Kota Magelang sebagai tempat transit. Dikisahkan terjadinya akulturasi budaya dan interaksi masyarakat yang membuat perekonomian daerah setempat makin maju dan warga makin hidup makmur.
Selain itu, dikisahkan juga tentang masyarakat setempat yang bersama-sama, bangkit, dan bersatu untuk menghadapi gerombolan orang yang mengusik ketenangan hidup bersama mereka.
"Tarian yang kami angkat menceritakan tentang bagaimana Kota Magelang berdiri. Kami berlatih sebulan, memadukan musik, drama, koreografi," kata sutradara sendratari Babat Tanah Mantyasih Gepeng Nugroho. (hms)