Pekalongan (Antaranews Jateng) - Pendangkalan lumpur atau sedimentasi Pelabuhan Perikanan Nasional Kota Pekalongan, Jawa Tengah, mencapai 10 sentimeter per bulan seiring dengan terjadinya kondisi ekstrem yang melanda perairan laut di daerah itu.
Kepala Pelabuhan Perikanan Nasional Pekalongan (PPNP), Mansyur, di Pekalongan, Selasa, mengatakan bahwa pendakalan lumpur di pelabuhan tidak hanya disebabkan pembuangan sampah industri, pertanian, dan tingkat sedimentasi tetapi juga lumpur yang dibawa oleh air sungai.
"Puncak pendangkalan lumpur di pelabuhan diperparah dengan adanya angin Dahlia pada Desember 2017 dengan munculnya angin kencang dan gelombang tinggi yang mengakibatkan sedimentasi lumpur makin meningkat," katanya.
Ia mengatakan mulai hari ini (Selasa, red.), PPNP mulai melakukan pengerukan lumpur pada sejumlah titik sedimentasi yang cukup tinggi yaitu pada lokasi pertemuan air sungai dengan air laut.
Kendati demikian, kata dia, pengerukan lumpur di pelabuhan tersebut hanya baru dilakukan pada pagi hingga siang hari karena pada sore harinya biasanya akan terjadi gelombang tinggi di pelabuhan.
"Yang jelas, setiap bulan kami secara rutin melakukan pengerukan lumpur di pelabuhan agar tidak mengganggu arus lalu lintas kapal nelayan," katanya.
Manager Koperasi Unit Desa (KUD) Makaryo Mino, Musaat Munaris, mengatakan pendangkalan lumpur di pelabuhan mengakibatkan beberapa kapal tertunda berangkat melaut karena tidak bisa mengisi bahan bakar minyak (BBM) karena kondisi pelabuhan dangkal.
"Jikapun ada nelayan yang melaut mereka terpaksa tidak bisa membeli BBM secara penuh karena takut kapalnya kandas," katanya.
Ia menambahkan KUD Makaryo Mino sudah berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan serta Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan tentang pendangkalan muara tersebut agar bisa secepatnya dilakukan pengerukan.
Kepala Pelabuhan Perikanan Nasional Pekalongan (PPNP), Mansyur, di Pekalongan, Selasa, mengatakan bahwa pendakalan lumpur di pelabuhan tidak hanya disebabkan pembuangan sampah industri, pertanian, dan tingkat sedimentasi tetapi juga lumpur yang dibawa oleh air sungai.
"Puncak pendangkalan lumpur di pelabuhan diperparah dengan adanya angin Dahlia pada Desember 2017 dengan munculnya angin kencang dan gelombang tinggi yang mengakibatkan sedimentasi lumpur makin meningkat," katanya.
Ia mengatakan mulai hari ini (Selasa, red.), PPNP mulai melakukan pengerukan lumpur pada sejumlah titik sedimentasi yang cukup tinggi yaitu pada lokasi pertemuan air sungai dengan air laut.
Kendati demikian, kata dia, pengerukan lumpur di pelabuhan tersebut hanya baru dilakukan pada pagi hingga siang hari karena pada sore harinya biasanya akan terjadi gelombang tinggi di pelabuhan.
"Yang jelas, setiap bulan kami secara rutin melakukan pengerukan lumpur di pelabuhan agar tidak mengganggu arus lalu lintas kapal nelayan," katanya.
Manager Koperasi Unit Desa (KUD) Makaryo Mino, Musaat Munaris, mengatakan pendangkalan lumpur di pelabuhan mengakibatkan beberapa kapal tertunda berangkat melaut karena tidak bisa mengisi bahan bakar minyak (BBM) karena kondisi pelabuhan dangkal.
"Jikapun ada nelayan yang melaut mereka terpaksa tidak bisa membeli BBM secara penuh karena takut kapalnya kandas," katanya.
Ia menambahkan KUD Makaryo Mino sudah berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan serta Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan tentang pendangkalan muara tersebut agar bisa secepatnya dilakukan pengerukan.