Semarang (Antaranews Jateng) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Semarang menilai perubahan skema jalur Semarang Outer Ring Road (SORR) menjadi jalan tol tidak menjadi permasalahan sepanjang sudah melalui kajian matang.
"Kami mendukung saja. (jalur SORR, red.) Mau jadi jalan tol, monggo saja. Mau kembali ke rencana awal sebagai jalur alternatif (jalur arteri, red.) silakan," kata Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi di Semarang, Senin.
Namun, politikus PDI Perjuangan itu mengingatkan perubahan skema dari jalur arteri menjadi jalan tol untuk pengoperasian SORR harus melalui kajian matang yang mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk manfaat.
Menurut dia, keberadaan jalur SORR sebenarnya ditujukan mengurai kemacetan lalu lintas di perkotaan Semarang dengan mengalihkan kendaraan yang selama ini "crowded" mulai dari kawasan Mangkang, Semarang.
"Pembangunan jalur SORR kan sebenarnya untuk mengurai kemacetan lalu lintas di tengah. Artinya, jalur tersebut bisa menjadi alternatif bagi kendaraan yang masuk kota. Mau jalur alternatif atau tol, tidak masalah," katanya.
Ia menjelaskan Pemerintah Kota Semarang sejak awal berperan sebagai penyedia lahan dengan melakukan pembebasan lahan, sementara pembangunan diserahkan kepada pusat, termasuk pengelolaan jalur tersebut nantinya.
Rencana pembangunan jalur SORR, kata dia, sudah melalui berbagai tahapan, termasuk DED (detail engineering detail), dan sekarang sudah masuk pembebasan lahan yang dianggarkan juga tahun ini sehingga 2019 dimulai pembangunan.
"Kalau kemudian berubah skemanya dari jalur alternatif menjadi jalur tol, pasti akan melewati kajian lagi, seperti studi kelayakan. Nanti, kalau hasil kajiannya layak jadi tol, ya, silakan saja," katanya.
Yang jelas, Supriyadi mengatakan Pemkot Semarang sudah merasa terbantu dengan pendanaan pembangunan jalur SORR yang dilakukan pusat untuk membantu mengurai kemacetan dan hanya bertanggung jawab pada pembebasan lahan.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyebutkan skema jalur SORR yang semula sebagai jalan arteri kemungkinan beralih menjadi jalur tol atas pertimbangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Sekarang ini, pembebasan (lahan, red.) terus dilakukan. Informasi yang saya dapat dari Ditjen Kementerian PUPR, kalau ingin cepat dibangun, skemanya harus jalan tol," kata politikus PDI Perjuangan yang akrab disapa Hendi itu.
Ia mengatakan secara DED tidak ada perubahan untuk pembangunan SORR, termasuk lokasi pembangunan juga sama, yakni Mangkang-Mijen dan Mangkang-Arteri Yos Sudarso Semarang dengan pembebasan lahan yang menjadi tugas Pemkot Semarang.
"Jadi, nanti truk-truk dan kendaraan besar akan masuk ke jalur itu (SORR, red.). Secara prinsip, jalur Mangkang yang selama ini `crowded` (padat) bisa diurai dengan upaya teknis dari pemerintah kota, provinsi, dan pusat," katanya.
Selama pembangunannya bisa dipercepat, orang nomor satu di Kota Semarang itu mengatakan kemungkinan pemilihan skema jalur tol akan diambil ketimbang harus menunggu untuk beberapa tahun mendatang.
"Kami mendukung saja. (jalur SORR, red.) Mau jadi jalan tol, monggo saja. Mau kembali ke rencana awal sebagai jalur alternatif (jalur arteri, red.) silakan," kata Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi di Semarang, Senin.
Namun, politikus PDI Perjuangan itu mengingatkan perubahan skema dari jalur arteri menjadi jalan tol untuk pengoperasian SORR harus melalui kajian matang yang mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk manfaat.
Menurut dia, keberadaan jalur SORR sebenarnya ditujukan mengurai kemacetan lalu lintas di perkotaan Semarang dengan mengalihkan kendaraan yang selama ini "crowded" mulai dari kawasan Mangkang, Semarang.
"Pembangunan jalur SORR kan sebenarnya untuk mengurai kemacetan lalu lintas di tengah. Artinya, jalur tersebut bisa menjadi alternatif bagi kendaraan yang masuk kota. Mau jalur alternatif atau tol, tidak masalah," katanya.
Ia menjelaskan Pemerintah Kota Semarang sejak awal berperan sebagai penyedia lahan dengan melakukan pembebasan lahan, sementara pembangunan diserahkan kepada pusat, termasuk pengelolaan jalur tersebut nantinya.
Rencana pembangunan jalur SORR, kata dia, sudah melalui berbagai tahapan, termasuk DED (detail engineering detail), dan sekarang sudah masuk pembebasan lahan yang dianggarkan juga tahun ini sehingga 2019 dimulai pembangunan.
"Kalau kemudian berubah skemanya dari jalur alternatif menjadi jalur tol, pasti akan melewati kajian lagi, seperti studi kelayakan. Nanti, kalau hasil kajiannya layak jadi tol, ya, silakan saja," katanya.
Yang jelas, Supriyadi mengatakan Pemkot Semarang sudah merasa terbantu dengan pendanaan pembangunan jalur SORR yang dilakukan pusat untuk membantu mengurai kemacetan dan hanya bertanggung jawab pada pembebasan lahan.
Sementara itu, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menyebutkan skema jalur SORR yang semula sebagai jalan arteri kemungkinan beralih menjadi jalur tol atas pertimbangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Sekarang ini, pembebasan (lahan, red.) terus dilakukan. Informasi yang saya dapat dari Ditjen Kementerian PUPR, kalau ingin cepat dibangun, skemanya harus jalan tol," kata politikus PDI Perjuangan yang akrab disapa Hendi itu.
Ia mengatakan secara DED tidak ada perubahan untuk pembangunan SORR, termasuk lokasi pembangunan juga sama, yakni Mangkang-Mijen dan Mangkang-Arteri Yos Sudarso Semarang dengan pembebasan lahan yang menjadi tugas Pemkot Semarang.
"Jadi, nanti truk-truk dan kendaraan besar akan masuk ke jalur itu (SORR, red.). Secara prinsip, jalur Mangkang yang selama ini `crowded` (padat) bisa diurai dengan upaya teknis dari pemerintah kota, provinsi, dan pusat," katanya.
Selama pembangunannya bisa dipercepat, orang nomor satu di Kota Semarang itu mengatakan kemungkinan pemilihan skema jalur tol akan diambil ketimbang harus menunggu untuk beberapa tahun mendatang.