Semarang (Antaranews Jateng) - Direktur Lembaga Studi Sosial dan Agama (eLSA) Semarang Tedi Kholiludin menerangkan perusakan tempat ibadah di berbagai tempat di Jawa Tengah di sepanjang 2017 masih menjadi catatan serius praktik toleransi beragama.

"Masyarakat semestinya bisa lebih terbuka dalam menerima perbedaan sebagai sebuah toleransi beragama," kata Tedi di Semarang, Jumat.

ELSA mencatat puluhan kasus pelanggaran kebebasan beragama di berbagai wilayah di Jawa Tengah sepanjang 2017, mayoritas pelanggaran tersebut masih berkaitan dengan penolakan kegiatan berbasis agama.

Persoalan intoleransi, lanjut dia, masih berkaitan seputar pendirian rumah ibadah dan konflik horizontal di kalangan masyarakat.

"Pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya," katanya.

Hal lain yang menjadi catatan dalam laporan tahunan kebebasan beragama tersebut yakni keberadaan kelompok intoleran yang semakin terbuka.

Ia mencontohkan kejadian pembubaran acara peringatan HUT RI di salah satu daerah dengan mengatasnamakan kebhinekaan.

Tedi menuturkan toleransi bisa menjadi kebajikan jika dipahami dengan upaya saling pengertian dan kerja sama untuk memberikan jalan bagi masyarakat dalam menengahi konflik secara damai.

"Toleransi bisa dimaknai sebagai pengakuan, tidak hanya keterbukaan," katanya.

Pewarta : Immanuel Citra Senjaya
Editor : Mahmudah
Copyright © ANTARA 2024