Semarang, ANTARA JATENG - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang menyetujui rencana pembangunan transportasi massal berbasis rel untuk mengantisipasi kemacetan, baik light rapid transit (LRT) maupun mass rapid transit (MRT).

"Sebenarnya, masih banyak pekerjaan rumah bagi Dinas Perhubungan melihat dampak kemacetan di Semarang yang kian parah. Tentunya, LRT dan MRT adalah terobosan yang bagus," kata Ketua DPRD Kota Semarang Supriyadi di Semarang, Rabu.

Meski demikian, politikus PDI Perjuangan itu mengharapkan keberadaan LRT maupun MRT tidak hanya mencakup Kota Semarang, melainkan juga berperan sebagai transportasi massal antardaerah penyangga di sekitar Semarang.

Ia menyebutkan daerah-daerah sekitar Semarang yang harus tercakup transportasi massal seiring pembangunan LRT atau MRT, seperti Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Grobogan.

"Sekarang ini, sudah tidak mungkin lagi membuat jalan baru, apalagi di tengah kota. Jadi, LRT bisa menjadi alternatif. Namun, jangan lupakan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang yang rencananya menambah koridor," katanya.

Artinya, kata dia, perlu penanganan secara menyeluruh untuk mengatasi kemacetan di Kota Semarang, termasuk penataan angkutan "feeder" (pengumpan) dengan memanfaatkan angkutan kota (angkot) yang sudah ada.

Menurut dia, selama ini masih banyak wilayah yang belum terjangkau angkutan massal sehingga perlu mengelola angkutan "feeder" sebagai pengumpan untuk menjaring masyarakat yang berada di berbagai kawasan permukiman.

"Istilahnya dalam angkutan transportasi adalah jalur cabang dan ranting. Selama ini dengan kehadiran angkutan `online` kan membuat para pengusaha angkot semakin terdesak sehingga bisa dijadikan angkutan `feeder`," katanya.

Mengenai pembangunan LRT yang membutuhkan anggaran besar, Supriyadi mengatakan tidak menjadi kendala selama memiliki konsep yang jelas dan persiapan matang sehingga manfaatnya bisa dirasakan secara lebih oleh masyarakat.

"Saya rasa kalau DED (detail engineering design), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Larap (Land Acquisition Resettler`nent Action Plan), hingga Amdalalin sudah dibuat, bisa terlihat anggaran yang dibutuhkan," katanya.

Tentunya, kata dia, pembangunan LRT tidak mungkin hanya mengandalkan APBD Kota Semarang sehingga perlu dukungan dari pemerintah pusat, termasuk menggandeng investor, baik dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi.

"Jelas butuh kajian secara matang. Namun, kalau program bisa berjalan dengan semestinya, dampak kemacetan lalu lintas bisa berkurang pada 2020 karena sudah masuk rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD)," tegasnya.

Pewarta : Zuhdiar Laeis
Editor :
Copyright © ANTARA 2024