Jakarta, ANTARA JATENG - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali
memeriksa mantan Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai
Golkar Yorrys Raweyai sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari.
Markus Nari telah ditetapkan sebagai tersangka kasus merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan kasus KTP-e dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Diperiksa untuk tersangka Markus Nari. Ada tambahan kebutuhan informasi yang perlu diklarifikasi lebih lanjut, yaitu dalam posisi sebagai pengurus DPP Partai Golkar apakah saksi mengenal Markus Nari dan mengetahui perbuatan yang dilakukan Markus Nari terkait KTP-e," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, KPK pada Selasa (31/10) juga telah memeriksa Yorrys Raweyai.
Menurut Febri, penyidik KPK ingin mengetahui sejauh mana saksi Yorrys memiliki informasi, melihat, dan mendengar proses-proses terkait pemeriksaan saksi sebelumnya termasuk proses yang terjadi.
"Misalnya, pembahasan-pembahasan yang terjadi di Fraksi Golkar atau informasi lain yang diketahuinya. Itu yang ingin kami dalami apakah itu terkait dengan KTP-e atau isu-isu yang masih relevan," kata Febri.
Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa penyidik juga mengkonfirmasi soal komunikasi-komunikasi informal di luar rapat resmi terkait kasus KTP-e.
"Di partai itu kan ada organisasi partainya, ada fraksi ada komunikasi-komunikasi informal di luar rapat resmi. Kami ingin mengetahui itu lebih dalam sejauh yang terkait dengan perkara saja," ucap Febri.
KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Markus Nari telah ditetapkan sebagai tersangka kasus merintangi proses penyidikan, persidangan, dan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan kasus KTP-e dengan terdakwa Irman dan Sugiharto.
"Diperiksa untuk tersangka Markus Nari. Ada tambahan kebutuhan informasi yang perlu diklarifikasi lebih lanjut, yaitu dalam posisi sebagai pengurus DPP Partai Golkar apakah saksi mengenal Markus Nari dan mengetahui perbuatan yang dilakukan Markus Nari terkait KTP-e," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat.
Sebelumnya, KPK pada Selasa (31/10) juga telah memeriksa Yorrys Raweyai.
Menurut Febri, penyidik KPK ingin mengetahui sejauh mana saksi Yorrys memiliki informasi, melihat, dan mendengar proses-proses terkait pemeriksaan saksi sebelumnya termasuk proses yang terjadi.
"Misalnya, pembahasan-pembahasan yang terjadi di Fraksi Golkar atau informasi lain yang diketahuinya. Itu yang ingin kami dalami apakah itu terkait dengan KTP-e atau isu-isu yang masih relevan," kata Febri.
Lebih lanjut, Febri menyatakan bahwa penyidik juga mengkonfirmasi soal komunikasi-komunikasi informal di luar rapat resmi terkait kasus KTP-e.
"Di partai itu kan ada organisasi partainya, ada fraksi ada komunikasi-komunikasi informal di luar rapat resmi. Kami ingin mengetahui itu lebih dalam sejauh yang terkait dengan perkara saja," ucap Febri.
KPK telah menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Markus Nari sebagai tersangka dalam dua kasus terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e).
Pertama, Markus Nari diduga dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-e) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Selain itu, Markus Nari juga diduga dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terhadap Miryam S Haryani dalam kasus indikasi memberikan keterangan tidak benar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada persidangan kasus KTP-e.
Atas perbuatannya tersebut, Markus Nari disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Selain itu, KPK juga menetapkan Markus Nari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional (KTP-e) 2011-2013 pada Kemendagri.
Markus Nari disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.