Semarang, ANTARA JATENG - Gaya selingkung (pedoman tata cara penulisan) masing-masing media massa seyogianya selaras dengan kaidah bahasa Indonesia, kata dosen Fakultas Sastra Universitas Diponegoro Semarang Hermintoyo di Semarang, Minggu.

          Menurut Drs. M. Hermintoyo, M.Pd., dalam penyusunan pedoman tata cara penulisan, harus sesuai dengan kaidah tata bahasa, kaidah ejaan, dan tanda baca agar media berperan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

          Hal terkait dengan tanda baca, kata dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Undip Semarang itu, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).

          Namun, lanjut dia, ada pula yang menggunakan tanda hubung sebagai pengganti kata "dan", "antara", dan "sampai dengan". Menurut PUEBI pengganti kata "dan", "atau", dan "setiap" adalah tanda garis miring, sedangkan tanda pisah bermakna 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.

          Begitu pula, terkait dengan ejaan, Hermintoyo menyarankan agar media massa turut berperan dalam menambah khazanah kata, terutama kosakata bahasa daerah dalam pemberitaannya.

          Namun, tidak sebaliknya kosakata yang sudah ada di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), malah "dikoreksi" sehingga publik bingung mana yang benar di antara sejumlah versi. Misalnya, "salat" (versi KBBI), "shalat", atau "sholat"; "Alquran (versi KBBI), Al-Quran, atau Al-Qur'an; "Ramadan" (versi KBBI) atau "Ramadhan", "Masjidilharam" (versi KBBI) atau "Masjidil Haram.

          Sebelum sebuah kata/sublema tercatat di dalam kamus, menurut Hermintoyo, terdapat konsep pembentukan kata secara arbitrer (manasuka).

          Karena istilah yang menjadi kesepakatan di dalam kelompok tertentu itu sering mereka pakai, misalnya melalui media sosial, publik pun ikut-ikutan menggunakannya, kemudian kata itu tercantum di dalam KBBI.

          Ia mencontohkan lema "ngabuburit" (menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan). Akhirnya, kata ini masuk dalam KBBI Daring. Sebelumnya, pada KBBI edisi I, II, III, dan IV, istilah itu belum ada.

          "Nah, di sinilah pernah media merekam, kemudian mengodifikasikan istilah yang ada di tengah masyarakat. Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, tentunya memudahkan media melakukan hal itu, atau tinggal tulis lema pada mesin pencari kata Google," katanya.

Pewarta : Kliwon
Editor :
Copyright © ANTARA 2025